Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Gebrakan Singo Edan

Arema Malang akhirnya merebut Piala Copa Indonesia. Kuncinya rasa percaya diri.

28 November 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kendati mendung menggelayuti Kota Malang, mereka tetap menumpahkan rasa gembira. Sejak pagi, ribuan orang berjajar di pinggir jalan. Senyum dan tawa mengembang dari bibir mereka. Mereka mengelu-elukan tim Arema, yang baru merebut Piala Copa Dji Sam Soe. Naik jip terbuka, pemain seperti Firman Utina, I Putu Gede, Erol F.X. Iba, dan Claudio de Jesus diarak keliling kota. Pemain lainnya naik truk.

Rombongan yang baru tiba dari Jakarta, Ahad dua pekan lalu, itu langsung dikawal ribuan Aremania—pendukung Arema”yang berkonvoi sepeda motor. Iring-iringan mengular sepanjang 7 kilometer. Mereka melintasi jalan-jalan utama di Kota Malang dan mengitari alun-alun. Raungan knalpot bercampur-baur dengan yel-yel suporter dan alunan Mars Arema. ”Ini wujud kebahagiaan dan kebanggaan mereka terhadap Arema,” kata H. Slamet, salah satu koordinator Aremania.

Kapten tim Arema, I Putu Gede, pun terharu. Dia amat bangga atas sambutan yang diberikan Aremania dan warga Malang. “Tanpa mereka, kami tak bisa juara,” katanya.

Sehari sebelumnya, tim yang dijuluki Singo Edan itu benar-benar menunjukkan “kegilaan”-nya di Stadion Bung Karno, Jakarta. Lewat pertarungan yang alot, mereka mampu menaklukkan Persija Jakarta dengan skor 4-3 pada final Piala Copa Dji Sam Soe. Gol kemenangan diceploskan oleh Firman Utina pada babak perpanjangan waktu. Sebagai juara, Arema berhak atas Piala Copa dan hadiah uang Rp 1 miliar.

Keberhasilan itu cukup mengejutkan karena tim Arema belakangan ini kurang diperhitungkan lawan-lawannya. Klub ini memang pernah menjadi juara Galatama pada 1992, dengan diperkuat pemain andal saat itu seperti Aji Santoso, Micky Tata, dan Singgih Pitono. Tapi Arema kemudian terbelit urusan keuangan. Jangan heran, hampir setiap musim kompetisi, manajemen klub dan komposisi pemain selalu berganti.

Dua tahun lalu, akhirnya PT Bentoel International Tbk mengambil alih kepemilikan klub Arema dari Lucky Acub Zaenal. Pelatih Henk Wullem dari Belanda dikontrak, susunan pemain pun dirombak total. Arema juga mendatangkan pemain Cile, Rodrigo Araya dan Cristian Clespedes. Tapi perubahan ini belum bisa mendongkrak prestasi. Arema malah terjerembap masuk ke divisi satu.

Perombakan pun dilakukan lagi dengan mendatangkan pelatih Benny Dolo. Sang pelatih lalu merekrut sejumlah pemain baru seperti I Putu Gede dan Sutaji dari Deltras Sidoarjo, Aris Budi Prasetyo asal Petrokimia Gresik, dan Marthen Tao dari Pupuk Kaltim. Arema juga mengontrak empat pemain asing asal Brasil, yaitu Joao Carlos, Claudio de Jesus, Junior Lima Filho, dan Rivaldo da Costa.

Mereka langsung digembleng untuk meningkatkan stamina. Benny melakukan terobosan dengan mengajak pemainnya latihan di tempat rekreasi seperti Coban Rondo, Batu, dekat Malang, yang udaranya tipis dan dingin. Bahkan mereka juga pernah berlatih di Bali sehingga bisa sambil rekreasi.

Serangkaian uji coba juga dilakukan. Mereka pernah menghadapi tim legiun asing yang terdiri dari pemain asing yang ada di Indonesia, dan menjajal tim dari Selangor FC dan Petaling dari Malaysia. Persiapan ini membuahkan dampak positif. Saat memasuki musim kompetisi divisi I tahun lalu, Arema sangat matang. Buktinya, ”Dari 22 kali pertandingan, Arema hanya kalah tiga kali,” kata Satria Budi Wibawa, Sekretaris Arema. Dengan rekor ini, Arema berhasil menjuarai divisi I 2004 sehingga pada musim berikutnya mereka naik lagi ke divisi utama.

Tetap ditangani oleh Benny Dolo, Arema menghadirkan lagi sejumlah pemain baru buat menghadapi Liga Indonesia 2005. Mereka antara lain Alexander Pulalo dari Persib Bandung, Firman Utina asal Persita Tangerang, Warsidi dari Persija, Gendut Dony dari Persebaya. Untuk mengganti pemain asing yang kurang cemerlang, mereka juga merekrut lagi tiga pemain asing, yakni Emalue Serge dan Francis Yonga dari Kamerun, serta Franco Hita asal Argentina. Sayang, tim ini gagal mencapai empat besar Liga Indonesia.

Hanya, para pemain Arema tak patah semangat. Masih ada satu kesempatan buat menunjukkan prestasi, yakni kejuaraan Piala Copa. Mereka pun berlatih lebih serius. Selain melatih teknik bermain, Benny Dolo juga menggenjot lagi fisik pemain. Ini disesuaikan dengan kebutuhan pertandingan. Dalam latihan sehari-hari, latihan fisik memakan porsi sekitar 60 persen, teknik 30 persen, dan taktik hanya 10 persen. Jika mendekati pertandingan, komposisi itu bisa berubah menjadi 60 persen taktik, 30 persen teknik, dan 10 persen latihan fisik.

Menjelang pertandingan, pemain diharuskan berlatih dari Senin hingga Sabtu. Latihan dilakukan pada pagi dan sore hari. Setiap latihan berlangsung sekitar dua jam. Programnya beragam, ada fitness, renang, small game, dan lainnya. ”Dia pelatih yang kreatif dan enggak kaku,” kata Satria mengomentari menu latihan yang disajikan Benny.

Semua upaya itu akhirnya membuahkan hasil. Ketika menghadapi Persija di partai puncak, kondisi fisik pemain Arema benar-benar prima. Mereka tak kenal lelah mengejar dan merebut bola. Barisan pemain belakang—Warsidi, Sunar Sulaiman, dan Claudio de Jesus—juga cukup berdisiplin menghadang setiap gerakan para penyerang Persija. Dimotori oleh I Putu Gede, lini tengah Arema pun amat solid. Bahkan Firman Utina sanggup menyumbangkan gol ketika penyerang Emalue Serge dan Franco Hita dikawal ketat.

Karena penampilan yang cemerlang, Firman Utina akhirnya mendapat penghargaan sebagai the most valuable player dalam kompetisi itu. Dalam pertandingan final, Firman menyumbangkan dua gol. Bekas pemain Persita Tangerang ini amat bangga. Dia juga menunjuk pelatih Benny Dolo sebagai orang yang berperan besar dalam memenangi kejuaraan itu. Firman menilai Benny sebagai pelatih yang kaya strategi. Pola permainan yang diterapkan di setiap pertandingan pun berbeda-beda, sehingga tak mudah dibaca oleh lawan.

Menurut Putu, dalam pertandingan final, sang pelatih menginstruksikan para pemain bermain cepat dan menggebrak pada menit-menit awal. Strategi ini dilanjutkan dengan permainan pelan sambil menunggu kesempatan melakukan serangan balasan secara tiba-tiba. ”Kami juga tak boleh membiarkan permainan lawan berkembang,” katanya.

Mereka diminta pula bermain bagus dan sabar. Dengan bermain bagus akan mendatangkan simpati masyarakat Indonesia. Hal ini dibenarkan oleh Benny Dolo. Dia juga mengungkapkan, kuncinya mempertebal rasa percaya diri pemain. ”Ucapan I’m the best selalu saya tanamkan ke mereka,” katanya.

Satu lagi kunci kemenangan Arema, dukungan para suporternya yang luar biasa. Walau pertandingan digelar di Jakarta, mereka selalu setia menyertainya. Bahkan, ketika tim Arema masih terpuruk di divisi satu, sokongan dari Aremania tetap mengalir. ”Hal itu menambah kepercayaan diri para pemain dan pelatih,” ujar Satria.

Jangan heran, setelah Singo Edan menjadi juara, para Aremania pun merasa ikut jadi juara, lalu menggelar pawai besar-besaran seharian.

Lis Yuliawati, Bibin Bintariadi (Malang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus