Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Tak Mudah Mengubah Partai Golkar

Jusuf Kalla mendesak Partai Golkar berubah, dari penyeimbang menjadi pendukung pemerintah. Kalau dipaksakan akan mendatangkan masalah buat Kalla.

28 November 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUPANYA tidak terlalu mudah bagi Partai Golkar untuk menjadi partai pendukung pemerintah. Hambatan utama datang dari sikap politiknya di masa lalu. Partai berlambang beringin itu tidak mendukung pencalonan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden. Di putaran pertama dan kedua pemilihan presiden langsung, Partai Golkar tidak mendukung SBY-JK—sikap yang jelas menunjukkan bahwa partai ini memang berjarak dengan SBY-JK.

Sebetulnya tak hanya berjarak. Partai Golkar dengan sungguh-sungguh pernah menjadi ”oposisi” bagi pemerintahan pertama hasil pemilihan langsung, ketika menjadi tulang punggung Koalisi Kebangsaan bersama PDI Perjuangan. Koalisi itu membuat pemerintah setiap kali repot memikirkan reaksi Dewan atas kebijakan yang akan dijalankan.

Tentang Jusuf Kalla sendiri, yang kini menjadi ketua umum, orang-orang Partai Golkar pasti belum lupa bahwa Kalla mundur dari konvensi Partai untuk memilih calon presiden. Kalla memilih menerima pinangan SBY, meninggalkan gelanggang konvensi, kemudian mengalahkan kandidat presiden dari Beringin. Sebelum itu pun ke-Golkar-an Jusuf Kalla mungkin dinilai ”tidak setebal” kader yang lain, misalnya Akbar Tandjung atau Agung Laksono, yang mendaki karier politiknya dari bawah di Beringin.

Keberhasilan Wakil Presiden Jusuf Kalla merebut kursi orang nomor satu Partai Golkar dari tangan Akbar Tandjung terjadi setidak-tidaknya karena tiga hal. Pertama, Akbar dinilai gagal mengusung calon presiden dari partainya untuk merebut jabatan RI satu. Bahkan ada kesan Akbar lebih mendukung Megawati meraih kembali kursi presiden untuk kedua kali. Kedua, ada sikap ”feodalistis gaya Orde Baru” yang masih dianut anggota partai itu: akan banyak keuntungan politis, mungkin juga finansial, yang didapat dengan memilih seorang pejabat tinggi seperti wakil presiden sebagai ketua umum Partai. Ketiga, tak ada calon lain yang cukup kuat selain Kalla untuk mengalahkan Akbar Tandjung.

Dengan semua catatan ini, bisa dipahami jika otoritas ketua umum Jusuf Kalla tidak serta-merta mendatangkan kepatuhan penuh dari anggota partai itu. Keinginan Kalla agar partainya bulat-bulat mendukung pemerintah mendatangkan resistansi. Sampai rapat pimpinan nasional partai itu ditutup akhir pekan lalu, sejumlah daerah masih meminta ”barter” sejumlah kursi menteri dengan dukungan politik untuk pemerintah.

Tentu keinginan begini menempatkan Kalla pada posisi yang sulit. Merombak kabinet adalah hak prerogatif presiden. Dan selama ini Kalla sendiri cenderung memilih penggantian satu atau dua orang menteri saja, bukan perombakan besar-besaran. Pemberian penghargaan untuk bekas presiden Soeharto oleh Partai Golkar, yang secara politis menempatkan pemerintah SBY-JK pada posisi yang tak menyenangkan karena berlawanan dengan suara mayoritas publik, bisa saja disengaja untuk menunjukkan pada Kalla bahwa ada ”kekuatan lain” di partai itu.

Secara etis, Partai Golkar memang harus sejalan dengan ketua umumnya. Tapi memaksa untuk mengubah seketika partai itu dari kekuatan ”penyeimbang” menjadi ”pendukung” pemerintah akan mendatangkan komplikasi masalah yang mungkin tak terlalu mudah diatasi Jusuf Kalla.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus