Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berebut Restu Umaroh

Di tengah ancaman pembubaran kubu Muhaimin, PKB Alwi Shihab menggelar muktamar. Benarkah ada barter dukungan kenaikan harga BBM dengan Presiden Yudhoyono?

3 Oktober 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suhu ruangan Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, yang biasanya sejuk oleh suara zikir memuliakan Tuhan, akhir pekan lalu mema-nas. Sumbernya, sebuah hajat-an politik yang digelar di tempat itu: Muktamar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) versi duet Alwi Shihab-Saifullah Yusuf. Lebih dari seribu Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama berjaga di tempat itu. Mereka terus berjaga sampai muktamar berakhir pada 2 Oktober.

Penjagaan ketat itu bukan tanpa s-ebab. Sebelum pelaksanaan muktamar, bertebaran rumor akan ada pembubaran dari pendukung PKB kubu duet Abdurrahman Wahid dan Muhaimin Iskandar. ”Mereka (Banser) memang sudah kami siapkan,” kata Hidayat Maesaji, koordinator Banser NU Jawa Timur.

Ancaman kubu Muhaimin bukan ha-nya gertak. Beberapa jam menjelang muk-tamar dibuka, ratusan pendukung PKB Muhaimin mendatangi Asrama Haji. Mereka bergerak dari markas partai itu di Jalan Ketintang, Surabaya, menggunakan lima buah truk bak terbuka dan tiga angkutan umum. Namun niat mereka membubarkan muktamar dihadang barikade ratusan polisi di mulut jalan menuju Asrama Haji Sukolilo. Satuan tugas PKB Alwi juga tidak kalah sigap. Mereka mengejar massa Muhaimin yang mencoba masuk ke arena muktamar. Massa akhirnya menarik diri.

”Malam ini kami hanya show of force dan menuntut mereka membatalkan muktamar,” kata Reilis Sumitro, Wakil Ketua Garda Bangsa PKB Muhaimin yang juga koordinator aksi itu, Jumat malam pekan lalu. Dua hari sebelumnya, puluhan pendukung PKB Muhaimin juga membabat habis segala atribut—bendera dan spanduk—PKB Alwi Shihab. Sepanjang Jalan Ahmad Yani, Bunderan Waru, sampai Jalan Wonokromo, atribut itu dipereteli satu per satu.

Muktamar PKB versi Alwi Shihab merupakan bentuk tandingan dari Muk-tamar II PKB yang digelar pada April lalu di Semarang. Dalam muktamar itu Muhaimin Iskandar terpilih menjadi Ke-tua Umum PKB sekaligus menggeser posisi Alwi Shihab. Kubu Alwi Shihab—di dalamnya antara lain ada Saifullah Yu-suf dan A.S. Hikam—tidak mengakui hasil muktamar yang digelar di Semarang itu.

Perpecahan ini kemudian mengge-lin-ding. Alwi mengajukan gugatan atas pemecatan dirinya sebagai Ketua Umum PKB. Gugatan ini ditolak Pengadil-an Ne-geri Jakarta Selatan. Alwi la-ntas me-layangkan kasasi ke Mahkamah Agung yang hingga kini belum mengeluarkan keputusan. Selama proses itu, upaya rujuk juga dilakuan. Menurut Wakil Sekjen PKB versi Muhaimin, tidak kurang Wakil Presiden Jusuf Ka-l-la mencoba membantu mendamaikan. ”Tawaran itu lewat Aksa Mahmud, namun kami tolak karena itu bentuk intervensi baru,” kata Imam Nawawi. Peme-rintah juga mengulurkan tangan namun ditolak. Upaya rujuk pun tidak membuahkan hasil.

Barikade untuk membatalkan Mukta-mar PKB Alwi memang sudah mu-ncul sejak awal. Selain dari pendukung Abdurrahman Wahid, polisi juga tidak setuju acara itu digelar. Menurut juru bicara Mabes Polri, Brigjen Soenarko, polisi menghormati keputusan hukum yang dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang menyebut PKB Gus Dur berhak mengikuti pemilu. ”Kecuali kalau untuk musyawarah, sila-kan,” kata Soenarko.

Namun, yang setuju dengan mukta-mar ini juga tidak kalah banyak. Sejumlah kiai NU dari Jawa Timur dan Jawa Tengah menyatakan mendukung perhelatan kaum santri itu. Mereka, mau tidak mau, juga ikut terseret dalam pertentangan kedua kubu yang dulunya terjalin akrab.

Perseteruan dicoba dibawa ke urusan kabinet. Kubu Muhaimin Iskandar meminta Presiden Susilo Bambang Yudho-yono memecat Alwi Shihab seba-gai Men-teri Koordinator Bidang Kesejah-te-raan Rakyat, dan Saifullah Yusuf sebagai Menteri Negara Pembangunan Daerah Ter-tinggal. Keputusan itu merupakan hasil Musyawarah Pimpinan Nasional PKB versi Muhaimin yang digelar awal pekan lalu.

Kedua kubu memang berlomba-lomba mengais dukungan ke umaroh alias pe-merintah. Keputusan anggota DPR fraksi PKB versi Muhaimin yang abstain soal kenaikan harga bahan bakar minyak merupakan upaya menarik simpati Presiden Yudhoyono.

Mencari dukungan pemerintah tentu saja juga dilakukan kubu Alwi Shihab. Pertemuan sejumlah kiai dengan Yudhoyono di Cikeas, Senin pekan lalu, disebut-sebut terkait dengan upaya itu. Dalam pertemuan itu ikut hadir Choirul Anam, Ketua PKB wilayah Jawa Timur versi Alwi. Diskusi itu kabarnya dilanjutkan dalam pertemuan Presiden d-engan sejumlah kiai—sebagian besar pen-dukung PKB Alwi Shihab—di Finna Golf, Pandaan, Jawa Timur, yang digelar pada Kamis pekan lalu.

Menurut sumber Tempo, dalam pertemuan itu terjadi kesepakatan politik antara Yudhoyono dan kelompok Alwi Shihab. ”Kiai dari PKB Alwi akan mendukung kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM,” kata sumber itu. Sebagai imbalannya, Yudhoyono mengamankan posisi Alwi Shihab-Saifullah Yusuf di kabinet serta membantu upaya kasasi PKB Alwi di MA.

Benarkah demikian? Menurut Choirul Anam, pertemuan di Cikeas awal pekan lalu sama sekali tidak menyinggung soal Muktamar PKB. ”Kami bicara tentang masalah bangsa,” katanya. Masalah bang-sa yang dimaksud Anam ant-ara lain soal kenaikan harga bahan b-akar minyak, isu demonstrasi yang akan men--jatuhkan Yudhoyono, serta utang luar negeri. Hadir dalam pertemuan itu a-ntara lain KH Warsun Munawir (Krap-yak, Yogyakarta), KH Abdurrahman Chudlori (Tegalrejo, Magelang), KH Mas Achmad Subadar (Besuk, Pasuruan), dan KH Ubaidillah Faqih (Langit-an, Tuban).

Demikian pula, menurut Anam, per-te-muan Yudhoyono dengan sejumlah kiai NU di Pandaan tidak membahas Muk-tamar PKB. ”Mereka itu kiai yang dalam pemilu lalu memilih SBY. Jadi, para kiai ingin tahu secara langsung kondisi bangsa dari Presiden,” kata Anam. Memang, setelah pertemuan itu, keluar pernyataan bahwa para kiai memahami kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM.

Tidak adanya kesepakatan politik da-lam pertemuan di Pandaan juga diung-kapkan KH Mas Achmad Subadar. Me-nurut pengasuh Pondok Roudlotul Ulum, Besuk, Pasuruan itu, agenda pertemuan atas inisiatif Presiden Yudhoyono yang disampaikan secara langsung kepadanya. Presiden, kata Subadar, paham benar bahwa peranan kiai sangat besar dalam mendukung pemerintahannya. ”SBY tahu, 75 persen pendukungnya di Jawa Timur adalah warga NU,” kata Subadar.

Gerilya PKB Alwi Shihab ditanggapi kubu Muhaimin dingin-dingin saja. ”Jika SBY mendukung mereka (PKB Alwi), itu hak asasi beliau,” kata Imam Nawawi. Meski cuek, Imam yakin Yudho-yono tidak akan mengeluarkan dukung-an ke kubu Alwi dkk. Yudhoyono akan menghormati hukum dan tidak akan me-langgar keputusan yang dikeluarkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang tidak lain adalah anak buah-nya sendiri. Begitu logika yang dipakai Imam Nawawi. Jika ada yang menyebut Presiden akan mendukung PKB Alwi Shihab, ”Ah, itu hanya pelipur lara bagi mereka,” kata Imam.

Hanif Dhahiri, Wakil Sekjen PKB versi Muhaimin, melontarkan keyakinan yang sama. ”Saya percaya SBY masih tetap berkomitmen menegakkan hukum,” ka-tanya kepada Zed Abidien dari Tempo.

Johan Budi S.P., Mawar Kusuma, Sunudyantoro, Kukuh S. Wibowo (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus