KETIKA Brigjen R. Sumantri pertama memegang jabatan Direktur
Gelanggang Olahraga Senayan 9 tahun yang lalu, hutangnya
setinggi Rp 23 juta, karyawan 1400 orang plus 5000 orang anggota
keluarga mereka. Tapi ketika pada tanggal 1 Maret yang baru lalu
ia menyerah-terimakan jabatan direktur itu kepada penggantinya
Mayjen Gatot Suwagio, Gelora Senayan mampu menghasilkan omzet
sebesar Rp 200 juta per bulan. Nilai kekayaannya kini mendekati
16 milyar rupiah. Malah keuntungan yang ditinggalkan sebesar Rp
1,1 milyar. Dan karyawannya kini hanya sekitar 560 orang.
Ditantang
Tapi tampaknya prestasi itu tidak menjamin kekekalan kedudukan
Sumantri. Karena datang sepucuk surat "pemberitahuan" (Desember
1977) dari Ketua Umum Yayasan Gelora Senayan, Hamengkubuwono IX.
Isinya mengenai pergantian direktur Gelora Senayan. Malah
disehutkan bahwa dalam rangka timbang-terima hari Rabu pekan
lalu, hendaknya laporan "tentang keuangan, khususnya mengenai
hasil penjualan tanah Diamond Hotel dan tanah di sebelahnya,
yang ada di Jalan Jenderal Sudirman", dipersiapkan.
Dari sini tampaknya para wartawan olahraga coba mengembangkan
sorotannya terhadap kebijaksanaan Sumantri. Dalam suatu
pertemuan perpisahan di Hotel Hasta, Sumantri sendiri menolak
memberikan jawaban secara langsung mengenai sebab-sebab
penggantiannya yang lebih cepat. "Terserah pada penafsiran dari
saudara masing-masing."
Tentu saja penafsiran itu tak jauh bertumpu pada masalah tanah
dan bangunan yang berada di kompleks Gelora. Misalnya Hotel
Hilton dan Convention Hall (Balai Sidang). Menurut Sumantri,
dulu ia mengira yang membangun Convention Hall dan Hilton itu
pihak Pertamina, tapi ternyata oleh pihak lain. Tentang
scoringboard di stadion utama dan kolam renang, ia hanya
bilang pekerjaannya akan dilanjutkan.
Khusus mengenai keuangan dan administrasi, kata seorang dari
eselon cksekutif Gelora, adalah kekuatan Sumantri, "la tekun dan
amat mendetail dalam bidang ini." Sebagai bukti ia
memperlihatkan sebuah buku "Pedoman Organisasi dan Tugas" bagi
pengelolaan Gelora Senayan yang meliputi semua aspek. Tapi
rupanya perkembangan beberapa tahun ini--terutama yang
menyangkut lingkungan di sekitar Gelora -- menjadi ancaman bagi
bisnis perhotelan dan rekreasi. Hotel dan sarana rekreasi
bermunculan, menjadi saingan berat bagi bisnis Gelora. Begitu
pula fungsi Gelora dalam menyediakan fasilitas untuk para atlit,
ditantang oleh tuntutan prestasi yang makin tinggi. Sehingga
dirasakan kebutuhan hadirnya seorang pimpinan yang bukan hanya
pandai dalarn pengelolaan, tapi juga seorang yang kreatif,
inovatif dan berorientasi pada program. Perpaduan dari
unsur-unsur tersebut, kata seorang staf Gelora, tak mustahil ada
pada diri Gatot Suwagio.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini