Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEYLOR Navas pernah sesumbar soal peluang Kosta Rika di Piala Dunia 2014. April lalu, saat beberapa jurnalis harian olahraga Italia, La Gazzetta dello Sport, bertanya kepada penjaga gawang itu ihwal tim mana di antara tiga mantan juara dunia-Uruguay, Italia, dan Inggris-yang bakal lolos dari penyisihan Grup D, Navas menjawab, "Kami bakal lolos. Apakah Italia akan ikut lolos juga?"
Navas yang tampak percaya diri itu, dan timnya, justru diramal bakal pulang cepat. Gawangnya diperkirakan menjadi lumbung gol tiga mantan juara dunia yang berada satu grup dengan Kosta Rika. Nyatanya, melawan tiga tim itu, kiper 27 tahun ini hanya satu kali kebobolan!
Kosta Rika terbukti memberi jawaban atas pertanyaan Navas: Italia tidak ikut bersama mereka ke babak 16 besar. Kosta Rika menaklukkan Andrea Pirlo dan kawan-kawan 1-0.
Navas dan kawan-kawan juga menahan imbang Inggris 0-0, sekaligus mengusir The Three Lions pulang. Sekalipun tercatat hanya melakukan satu kali penyelamatan dalam pertandingan itu, penampilan Navas yang hampir bebas kesalahan membuat penggemar bola memilih dia sebagai man of the match.
Tak hanya sekali ia terpilih menjadi pemain terbaik. Navas mendapat gelar yang sama di dua pertandingan setelah itu, yakni saat menggagalkan tendangan penalti pemain Yunani, Theofanis Gekas, dan mengamankan gawangnya dari bombardir serangan Belanda di babak perempat final meski mereka akhirnya tersingkir. Tiga predikat man of the match itu hampir sejajar dengan raihan bintang Argentina, Lionel Messi, yang empat kali meraih gelar tersebut.
Navas bukan satu-satunya kiper fenomenal di Piala Dunia Brasil kali ini. Lihat saja, dari 60 pertandingan hingga babak perempat final, para kiper menyabet gelar itu di 10 pertandingan. Bahkan, dari total 8 pertandingan babak 16 besar, kiper-kiper terpilih menjadi man of the match di 5 pertandingan.
Mereka yang terpilih adalah Julio Cesar (Brasil), Guillermo Ochoa (Meksiko), Keylor Navas (Kosta Rika), Rais M'Bolhi (Aljazair), dan Tim Howard (Amerika Serikat). Empat di antaranya, Ochoa, Navas, M'Bolhi, dan Howard, terpilih sekalipun tim mereka harus pulang lantaran kalah di babak knockout. Howard dan Ochoa terpilih menjadi pemain terbaik dua kali.
Statistik Squawka.com mencatat, Navas, misalnya, melakukan tujuh penyelamatan saat melawan Yunani. Saat melawan Uruguay, ia memenangi semua duel udara. Sedangkan Rais M'Bolhi sebelas kali melakukan penyelamatan saat melawan Jerman. Howard lebih spektakuler lagi: melakukan 16 penyelamatan-memecahkan rekor jumlah penyelamatan dalam pertandingan Piala Dunia sejak statistik pertandingan dicatat pada 1966.
Apa yang membuat kiper-kiper itu tampil begitu gemilang di Piala Dunia? Pelatih Navas di klub Spanyol, Levante, Luis Llopis, dalam sebuah wawancara yang dilansir Thegoalkeepingconference.com mengatakan, "Mereka (kiper-kiper) itu sekarang lebih banyak terlibat dalam strategi tim. Mereka lebih cerdas (daripada kiper di zaman dia) karena peran mereka yang lebih besar dalam tim."
Llopis mengatakan para kiper telah dilatih untuk bertukar informasi dengan pemain bertahan dalam situasi sulit, misalnya saat tim kehilangan penguasaan bola. Ketika tim sedang diserang dan jumlah pemain bertahan lebih sedikit daripada pemain tim lawan yang sedang menyerang, kiper harus cepat mengantisipasi. "Anda harus cepat mengambil keputusan mengambil opsi-opsi tim," kata Llopis, 50 tahun.
Tindakan Manuel Neuer, kiper Jerman, keluar dari area gawang ketika melawan Aljazair di babak 16 besar bisa menjadi contoh tepatnya antisipasi kiper. Neuer melakukan tiga clearance (membuang bola untuk mengamankan area kotak penalti). Sebanyak 76 persen dari total umpannya juga akurat. Sedangkan Tim Howard, saat melawan Belgia di babak 16 besar, mengirim 93 persen umpan yang akurat.
Kiper Belanda, Tim Krul, 26 tahun, juga melakukan antisipasi yang jitu terhadap penendang penalti tim Kosta Rika. Ia bisa menebak arah semua eksekutor lawan dan menyelamatkan dua tendangan dalam drama adu penalti di perempat final Piala Dunia. Krul mengatakan ia berlatih selama tujuh minggu bersama pelatih kiper Frans Hoek untuk menghadapi adu penalti. "Kami telah memperhatikan 23 pemain Kosta Rika," ujar kiper Newcastle United ini seperti dilansir Four Four Two.
Llopis, yang menulis buku tentang metode pelatihan kiper yang terintegrasi, pun menerapkan pelatihan khusus kepada Navas. Ia menunjukkan latihan yang ia berikan kepada Navas dalam video di situs pribadi Navas, Keylornavas.com. Berbagai peralatan, seperti orang-orangan, tali, dan papan, digunakan sebagai sarana melatih Navas menghadapi berbagai macam situasi di depan gawang. Misalnya refleks menyelamatkan bola pantulan saat masih ada banyak pemain lawan di area penalti dan bagaimana berfokus di tengah keterbatasan pandangan saat terjadi kemelut.
Penampilan Navas saat melawan Belanda berutang banyak pada latihan-latihan itu. Pemain Belanda begitu kesulitan menembus garis pertahanan Kosta Rika. Ketika akhirnya berhasil sampai ke kotak penalti, mereka masih harus berhadapan dengan Navas yang lincah. Hasilnya: hingga babak tambahan waktu, tak ada gol bersarang di gawang Navas.
Seakan-akan ingin memberi maklumat kepada calon-calon lawannya, Navas juga mengunggah video di YouTube yang mempertontonkan duelnya melawan petenis profesional Spanyol peringkat ke-75 dunia, Pablo Andujar, dua bulan lalu. Ya, kiper versus petenis.
Tugas Navas dalam pertarungan itu tak berbeda dengan tugas biasanya: mencegah sebuah bola masuk ke gawangnya. Hanya, kali ini bolanya jauh lebih kecil dan ditembakkan dari jarak 20 meter dengan kecepatan 160 kilometer per jam. Sebagai perbandingan, rata-rata kecepatan bola hasil tendangan seorang pesepak bola profesional adalah 96 kilometer per jam.
Video itu menunjukkan betapa Navas memiliki refleks yang cepat. Beberapa bola yang menyasar sudut sulit bisa ia tangkap, sekalipun beberapa yang lain tak bisa ia selamatkan. Dengan latihan-latihan serius semacam itu, tak aneh bila Navas memiliki kepercayaan diri tinggi menghadapi Piala Dunia. Apalagi dia bermain di salah satu liga terbaik di dunia.
"Saya bermain dalam liga yang sangat kompetitif dan setiap pekan saya bermain melawan pemain-pemain terbaik dunia, jadi saya berhenti gugup menghadapi nama-nama besar sejak dulu," kata Navas, yang bermain di Levante sejak 2011, kepada FIFA.com. "Saya sangat rileks."
Jika saja beberapa jurnalis La Gazzetta dello Sport yang datang kepadanya April lalu tahu betul bagaimana Navas berlatih, mungkin mereka akan mengubah pertanyaannya: "Bola tendangan siapa yang bakal lolos dari tangkapanmu?"
Gadi Makitan (the guardian, the goalkeeping conference, squawka.com)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo