PSI Harimau ternyata masih belum memenuhi harapan. Tim yang
diasuh oleh Sinyo Aliandu untuk perebutan Piala Anniversary,
pekan depan tampak masih saja mencari-cari bentuk. Meski mereka
sudah 3 bulan melakukan latihan bersama di pelatnas.
Mencoba kebolehan melawan kesebelasan Feyenoord di stadion utama
Senayan, Jakarta hari Kamis 25 Mei malam kecemasan yang tampak
menggayuti PSSI Harimau terletak dalam bentuk jalinan kerjasama,
stamina, dan semangat bertanding. Mengenai soal teknik, siapa
pun maklum, mereka bukanlah pemain harus dipoles bagaimana cara
menendang atau menyundul bola. Karena mereka adalah tim jamahan
pelatih Belanda, Wiel Coerver untuk turnamen Pre Olimpik (1975),
dan pelatih nasional almarhum Tony Poganik untuk kejuaraan Pre
Piala Dunia (1977).
Kendati bukan rahasia lagi bahwa PSSI Harimau hampir selalu
bermain pas-pasan, namun kemenangan mereka (1-0) atas tim Go
Ahead Eagles, juga dari Belanda, dua pekan sebelumnya tak urung
membangkitkan gairah 60.000 pembeli karcis untuk menonton mereka
kembali. Tapi kekecewaan lagi-lagi datang menjalari melihat
'penyelesaian akhir' (finishing touch) PSSI Harimau yang masih
mentah. Juga dalam mematahkan serangan lawan.
Siapa Sangka
Lihat permainan mereka. Di bawah tiang gawang, kepercayaan tetap
berada di tangan Ronny Pasla. Loncatan, sergapan, maupun
penempatan diri dalam posisi di bawah mistar masih tampak prima.
Ia tetap unggul ketimbang kiper cadangan, Sudarno.
Keunggulan Ronny itu ternyata tak begitu terimbangi oleh kwartet
Simson Rumahpasal-Johannes, Auri-Wahyu Hidayat-Suaeb Rizal yang
bertugas sebagai penyapu gebrakan musuh. Kelemahan ini tak lain
akibat kurang terjalinnya pengertian yang utuh dari kwartet.
Rumahpasal dan Auri yang menempati posisi back kanan dan kiri
seperti biasanya bermain rutin. Banyak membantu melakukan
serangan, dan tak terpedaya oleh ulah lawan. Tapi hal itu cukup
merepotkan buat poros halang, Wahyu yang mengkoordinir
pertahanan. Karena Wahyu bukanlah Oyong Lisa yang sudah begitu
mafhum dengan permainan Rumahpasal dan Auri.
Jadi tidak heran bila keutuhan barisan pertahanan PSSI Harimau
menjadi lebih kompak ketika Oyong masuk menggantikan Auri, dan
saling bertukar tempat dengan Wahyu. Pelatih Sinyo boleh sedikit
puas dengan kwartet pertahanan baru.
Di lapangan tengah, tugas membangun serangan dilimpahkan pada
trio Nobon (kemudian digantikan oleh Anjas Asmara), Sofyan Hadi,
dan Ronny Pattinasarany. Tapi tak banyak perubahan yang terjadi
dari gaya permainan mereka. Nobon tampak lebih banyak memusatkan
perhatian membantu pertahanan yang menjadi tugas
Rumahpasal-AuriWahyu-Suaeb. Kadang-kadang juga Sofyan. Sering
bergerak turunnya Nobon dan Sofyan agaknya tak terlepas dari
kekuatiran mereka terhadap barisan pertahanan.
Sebaliknya Pattinasarany. Ia kelihatan sering tergoda untuk
menyerang dari pada mengatur serangan. Barulah ketika Anjas
masuk menggantikan Nobon, apa yang disebut pengaturan serangan
itu mulai punya arti. Sehingga serangan PSSI Harimau jadi
sedikit hidup dibandingkan tempo sebelum ada penggantian pemain.
Lemahnya pengaturan serangan tak kurang merepotkan trio
penyerang Abdul Kadir-Risdianto-Iswadi. Tak jarang mereka harus
menjemput bola jauh ke lapangan tengah. Dalam pola demikian, mau
tak mau tenaga banyak terkuras. Efeknya, sudah barang tentu,
gebrakan mereka tak begitu tajam. Padahal barisan pertahanan
Feyenoord, kesebelasan urutan ke-7 dalam putaran kompetisi
sepakbola Belanda, tak begitu memukau. Juga tim keseluruhan.
Yang menonjol dari mereka cuma poros halang Mansveld dan
penyerang tengah Van der Lem. Sisanya sebandinglah dengan PSSI
Harimau.
Menilai penampilan PSSI Harimau dalam 2 pertandingan terakhir
(menang 1-0 atas Go Ahead Eagles, dan kalah 0-2 lawan Feyenoord)
harapan yang dilimpahkan untuk membikin kejutan pada turnamen
Piala Anniversary, kelihatan masih agak berat. Tapi siapa
sangka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini