JUDOKA Raymond Rochili, diakui terkuat, yang diharapkan dan
diandalkan untuk meraih medali emas. Dia pula yang mengecewakan
tim judo Indonesia untuk SEA Games X. Sesudah libur Idulfitri
(22 s/d 27 Agustus), dia tidak kembali lagi ke pelatnas sampai
batas waktu 4 hari tambahan untuknya habis, dia dianggap minggat
dan namanya dicoret.
Mengapa? Raymond, 23 tahun, menuduh seleksi telah dilaksanakan
secara tidak adil. Adiknya, Sylvia, walaupun mencatat 2 kali
menang dan 1 kali kalah atas Elly Amalia telah terpental dari
pelatnas. Raymond merasa tersinggung sekali karenanya.
"Pemilihan atlit tidak mutlak ditentukan oleh kemenangan dalam
seleksi semata," kata pelatih Tony Atmadjaja. "Juga ketajaman
teknik, disiplin, dan hasil tes fisik ikut menentukan" Ia
menilai bahwa Elly lebih memenuhi persyaratan ketimbang Sylvia.
Raymond maupun Sylvia mengaku tidak mengetahui adanya kriteria
tambahan itu. Penjelasan sebenarnya telah diberikan. Tapi kedua
kakak-beradik itu tak berada di sana.
Dua hari setelah batas libur habis sang pelatih mengirim surat
peringatan kepada Raymond. Pemberitahuan itu tak dihiraukannya.
"Saya tidak bersedia untuk kembali, selama PB tidak mau
menanggapi himbauan sayat" cerita Raymond Dia malah menuntut
agar Pengurus Besar Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI)
minta maaf atas keteledoran dalam seleksi yang lalu.
"Ini bukan urusan PB," kata Sekjen PJSI, H.W.S. Mochdie seper}i
diceritakan kembali oleh Raymond kepada TEMPO. Ia dan ayahnya
kemudian datang ke Sekretariat PJSI untuk menanyakan duduk
perkara seleksi sebenarnya tapi mereka tidak diterima.
Setelah batas waktu kelonggaran bagi Raymond habis, dan ia tetap
tak muncul, para pembina di pelatnas mencoret namanya. Tapi
keesokan harinya Raymond kelihatan berada lagi di tengah judoka
yang lain. Menyesal? "Sama sekali tidak," jawab Raymond. Ia
menyebut kehadirannya di pelatnas bukan lantaran ingin menebus
kesalahannya, melainkan "semata-mata hanya untuk ikut
mensukseskan SEA Games X." Raymond diterima menjadi lawan
berlatih bagi tim. Tapi "saya tidak mengubah keputusan
pencoretan Raymond," ujar Tony.
Cukup Sportif
Raymond, judoka kelas bebas, semula diharapkan bisa meraih 2
medali utama dari target 3 emas, 1 perak dan 3 perunggu. Tony
menyesalkan tindakan anak asuhannya itu. Tempat Raymond di dalam
tim digantikan oleh judoka Rudy Rapar.
Raymond pernah membuktikan prestasi di gelanggang internasional.
Dalam SEA Games 1977 di Kuala Lumpur, ia merenggut 1 medali emas
untuk kelas berat dan 1 perunggu dari kelas bebas. Di tingkat
nasional, ia hampir tak ada tandingan ia hanya pernah kalah 1
kali atas 'Beruang Sumatera Utara', S. Siregar dalam PON VIII
(1973).
Anak ke-2 dari 8 bersaudara (4 di antaranya meninggal) dalam
keluarga Rochili, Raymond mengenal olahraga judo sejak berumur
10 tahun. "Ayah yang menyuruh saya latihan judo," katanya
"Mungkin karena beliau melihat badan saya ini besar." ia--tinggi
184 cm dan berat kini 92 kg --antara lain pernah mendapat
bimbingan Prof. Makino (almarhum) dari Institut Judo Jakarta
Raya.
Pelatih yang juga ikut menanganinya sebelum namanya dicoret dari
tim SEA Games X, selain Tony, juga Tsueno Sengoku dari Jepang.
Tentang keputusannya untuk menarik diri dari pelatnas, menurut
Raymond, sama sekali tidak bertentangan dengan semangat judo.
"Keputusan itu berdasarkan prinsip, dan saya anggap cukup
sportif," katanya.
Raymond kini mahasiswa Fakultas Teknik jurusan Elektro pada
Universitas Trisakti, Jakarta, dan sedang menunggu kenaikan ke
tingkat 3. Dan tetap judoka?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini