ADA kabar menggembirakan sekaligus menggemaskan bagi para pemilik dana di Bank Summa. Lewat iklan ukuran setengah halaman, antara lain di harian Suara Karya edisi 13 Februari, Tim Likuidasi Bank Summa (TLBS) menyatakan sudah siap mencairkan dana milik nasabah. Para kreditur terbagi dalam dua golongan. Pertama, mereka yang memiliki giro, tabungan Kencana/Kesra, dan deposito di bawah dan di atas Rp 10 juta, termasuk dalam kelompok ini adalah konsorsium 13 bank yang telah memberikan talangan untuk membayar deposan Rp 10 juta ke bawah. Bank-bank pemberi talangan itu adalah BCA dan BDNI (masing-masing Rp 30 miliar), BII (Rp 20 miliar), Lippobank, Bank Bali, Danamon, dan Panin Bank (masing-masing Rp 10 miliar), Bank Niaga dan Bank Utama (masing-masing Rp 5 miliar), Bank Pacific, Unibank, dan Aspac Bank (masing-masing Rp 3 miliar), dan Bank Artha Prima (Rp 2 miliar). Kedua, bank- bank yang memberikan fasilitas pinjaman sebelum Bank Summa dilikuidasi, termasuk Bank Indonesia. Untuk kelompok pertama, TLBS akan membayar 50% dari nilai saldo pokok simpanan per 14 Desember 1992, yakni ketika Bank Summa kena likuidasi. Pembayarannya akan dimulai 22 Februari. Untuk tabungan Rp 10 juta ke bawah akan dilunasi akhir Maret depan. TLBS juga menetapkan bahwa pembayaran akan diberikan dalam bentuk giro bilyet, yang pengambilannya dilakukan di 23 kantor cabang Bank Summa. Mengingat bilyet adalah surat perintah pemindahbukuan, dan tak dapat ditunaikan, berarti mereka yang akan menerima bilyet harus membuka rekening baru di bank lain. Untuk kelompok kedua, pembayaran akan dilakukan secara proporsional dari dana yang ada, namun tidak akan lebih besar dari apa yang diterima golongan pertama -- diperkirakan sekitar 40% pembayaran dilakukan pada tahap berikutnya. Kapan pembayaran sisa bagi kedua golongan akan dilakukan? TLBS belum mengumumkannya. Diperkirakan pembayaran bisa dilakukan sesudah TLBS melakukan inventarisasi, verifikasi, dan menjual aktiva Bank Summa. ''Berapa lama waktu dibutuhkan untuk itu kami belum bisa pastikan,'' ujar Ketua TLBS, George L.S. Kapitan kepada TEMPO. Upaya maksimal TLBS ternyata tak memuaskan nasabah Bank Summa. Tim Perwakilan Nasabah Bank Summa (TPNBS), yang berkantor di lantai 30 gedung Landmark, menilai keputusan TLBS tidak wajar. Beberapa nasabah bahkan secara emosional mengatakan siap adu fisik dengan mereka. Salah satu keputusan TLBS yang dipersoalkan TPNBS adalah pembayaran untuk konsorsium 13 bank penalang tadi. ''Mereka ikut golongan konglomerat, tapi sekaligus ikut-ikutan dalam status sebagai nasabah, seperti kami orang kecil,'' kata F. Marbun, yang ditunjuk para nasabah sebagai ketua TPNBS. Tumpak Manurung, yang juga duduk dalam pimpinan TPNBS, menambahkan, ''Untuk menagih uang kami sendiri, kami sudah seperti pengemis. Minta ke mana-mana: ke Om Willem (maksudnya: bos Astra, William Soeryadjaya), ke BI, ke Menteri Keuangan, ke tim likuidasi, sampai ke DPR. Sedangkan 13 bank ini sekali menghadap ke BI bisa langsung dimenangkan.'' Keputusan pembayaran itu, menurut kedua pimpinan TPNBS, tidak lagi sesuai dengan komitmen William Soeryadjaya dengan para pembeli saham Astra pimpinan Prajogo Pangestu. ''Bukankah Pak Prajogo dan Om Willem mengatakan bahwa prioritas penggunaan hasil penjualan saham untuk pesangon karyawan dan pembayaran deposan Bank Summa?'' kata Marbun. Pembayaran untuk 13 bank itu diungkit-ungkit TPNBS karena pinjaman yang diberikan sebenarnya merupakan pinjaman berjangka satu tahun, berbunga 17%, dengan jaminan aset Bank Summa. Mengapa kini mereka minta? Satu hal yang tak diperhatikan TPNBS, bahwa konsorsium itu sebenarnya diminta BI untuk menalangi pembayaran deposan Rp 10 juta ke bawah. Tanpa bantuan 13 bank itu nasabah Bank Summa akan lebih menderita. Tentang digolongkannya ke-13 bank itu ke dalam kelompok nasabah tampaknya Bank Indonesia yang memerintahkan TLBS. ''Ke-13 bank ini kan menyediakan dana dari kantong mereka sendiri. Ini tidak ada hubungannya dengan Bank Summa. Mereka sekadar memberi talangan untuk penabung di bawah Rp 10 juta,'' kata Gubernur BI Adrianus Mooy. Tak dijelaskan mengapa ke-13 bank itu kini minta uang tunai dari hasil penjualan saham Astra, bukan mengambil aktiva (misalnya, kredit lancar) dari Bank Summa sebagaimana komitmen semula. Agaknya Bank Indonesia tak ingin membiarkan ke-13 bank itu menderita, sehingga diputuskan nasib mereka sama dengan nasib deposan, yakni baru akan dibayar 50%. Berapa besar sesungguhnya dana tersedia untuk dibayarkan kepada nasabah Bank Summa? Sejauh ini TLBS belum mengungkapkan berapa sebenarnya sisa kas Bank Summa, dan berapa banyak debitur yang sudah siap mengembalikan kredit. Soalnya, ketika Bank Summa guncang 13 November lalu, direksi bank itu mengungkapkan kepada TEMPO bahwa ada aktiva lancar sekitar Rp 400 miliar, dan 75% di antaranya siap dicairkan. Ke mana dana ini sekarang? Tidak diungkapkan. Sedangkan pembayaran untuk nasabah Bank Summa golongan pertama disebutkan akan diambil dari penjualan aktiva di luar bank tersebut, yakni sisa hasil penjualan saham Astra milik keluarga Soeryadjaya. Max Wangkar, Sri Wahyuni
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini