Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kejutan dari Pemungut Bola

Tujuh tahun lalu Mikhail Youzhny masih menjadi pemungut bola tenis. Kini dia menjadi pahlawan Rusia.

8 Desember 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEUMPAMA bermain rolet, Shamil Tarpischev sedang memasang taruhan yang amat besar. Dengan berani, kapten tim Piala Davis Rusia ini mengistirahatkan petenis nomor satunya, Yefgeny Kafelnikov. Posisinya diisi seorang petenis muda yang belum berpengalaman. Padahal ini bukan menghadapi pertandingan sembarangan, melainkan partai final saat Rusia dan Prancis berbagi angka sama 2-2. Sekitar 1.500 pendukung Rusia di Stadion Bercy di Paris, dua pekan silam, sempat pupus harapan. Mikhail Youzhny, petenis muda itu, langsung dipecundangi petenis Prancis, Paul Henri Mathieu, pada dua set pertama. Tapi pertarungan belum usai. Pemuda 20 tahun itu berhasil membalikkan situasi. Di tiga set terakhir, dia melumat lawannya. Penonton gempar. Mantan Presiden Rusia, Boris Yeltsin, langsung menghambur ke lapangan meninggalkan dua pengawalnya. Para pengamat dan penggemar tenis pun terpana. Siapa Mikhail Youzhny? Nyaris tak ada yang mengenalnya. Pemain peringkat 32 dunia ini baru sekali mengkoleksi gelar juara di turnamen kelas tiga. Kini Youzhny menjadi petenis pertama yang menang dalam pertandingan setelah tertinggal dua set. Sebelumnya, sepanjang sejarah Piala Davis yang sudah berlangsung 102 tahun, tak seorang petenis pun bisa melakukannya. Tapi, yang terpenting, kemenangan Youzhny membuat Rusia berhasil menjuarai Piala Davis untuk pertama kalinya. "Sekarang kami punya pahlawan baru," puji Kafelnikov, seniornya. Sebelumnya, tim negara ini dua kali terbentur di babak final pada 1994 dan 1995. Ini menjadi pengalaman yang getir bagi Youzhny. Soalnya, dia menyaksikan langsung saat timnya dikalahkan Amerika Serikat pada pertandingan final pada 1995. Bukan sebagai pemain tenis, ketika itu Youzhny masih menjadi seorang pemungut bola. Dia bahkan masih menyimpan foto dirinya berpose dengan petenis Amerika, Todd Martin, Pete Sampras, dan Jim Courier. Hanya, sejak usia enam tahun Youzhny sudah terbiasa mengayunkan raket tenis. Saat itu Rusia belum pernah menyelenggarakan turnamen tenis profesional. Baru dua tahun kemudian kota kelahirannya, Moskow, mengadakan turnamen tenis profesional, Piala Kremlin. Di negara yang lebih mengidolakan olahraga hoki es, senam, dan skating itu tenis memang masih baru. Youzhny tak peduli. Pengagum petenis Stefen Edberg ini ngotot berlatih tenis. Gaya permainannya pun sangat terpengaruh petenis Swedia ini. Seperti Edberg, dia lihai bermain backhand dengan satu tangan dan memiliki pukulan voli yang jitu. Youzhny biasa bermain agresif, tapi permainannya di garis belakang juga kuat. Di usia belasan tahun, dia sudah menjadi salah satu petenis yunior paling hebat di Rusia. Prestasi inilah yang mengantarkannya terpilih sebagai pemungut bola dalam final Piala Davis saat Rusia menjadi tuan rumah. Tiga tahun lalu dia berhasil menembus babak final Australia Terbuka Yunior, meski akhirnya dikalahkan Kristian Pless dari Denmark. Meskipun prestasinya mulai mengkilap, Youzhny tenggelam oleh ketenaran rekan senegaranya, Marat Safin. Marat, yang lebih tua dua tahun, lebih sering disorot media. Di jajaran petenis dunia yang seusia, Youzhny juga tenggelam oleh kebesaran petenis Amerika Serikat, Andy Roddick. Setelah tiga tahun terjun di tenis profesional, barulah dia meraih gelar pertamanya pada Piala Mercedes di Stuttgart, Jerman, Juli lalu. "Saya memenangi turnamen yang tepat," katanya. Sebab, selain mendapat uang sebesar Rp 70 juta, sebuah sedan Mercy terbaru juga dibawanya pulang. Youzhny memang rajin mengikuti berbagai turnamen. Jadi, walaupun baru sebuah gelar diraih, pengalamannya sudah lumayan. Hadiah yang telah dikumpulkannya pun tidak sedikit, sekitar Rp 3 miliar. Cita-citanya saat pensiun nanti sangat sederhana. Kalau bukan menjadi pelatih, dia ingin membuat klub tenis di Moskow. Dia membayangkan klub itu dilengkapi sauna, kolam renang, dan fasilitas kebugaran. "Fasilitas seperti itu belum ada di Rusia. Akibatnya, banyak petenis Rusia yang memilih berlatih di luar negeri," kata Youzhny. Kini, setelah menjadi pahlawan Rusia, impian ini tidak akan susah diwujudkan. Agung Rulianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus