Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kita melahirkan gaya, cina ...

Sarwendah kusumawardhani, 23, merebut juara tunggal putri kejuaraan bulu tangkis piala dunia 555 di jakarta. ganda campuran dimenangkan gunawan/rosia na tendean. cina meriset gaya permainan.

24 November 1990 | 00.00 WIB

Kita melahirkan gaya, cina ...
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
ADA angin segar di arena bulu tangkis. Setelah gagal meraih medali emas di Asian Games Beijing, pemain Indonesia di Piala Dunia 555 yang berakhir Ahad lalu di Istora Senayan Jakarta, boleh dibilang menghasilkan prestasi lumayan. Menempatkan finalis di empat nomor, Indonesia akhirnya merebut juara tunggal putri dan ganda campuran. Pasangan campuran itu, Gunawan/Rosiana Tendean, mengalahkan Jan Paulsen/Gillian Gowers, pasangan gado-gado Denmark/Inggris. Sedangkan juara tunggal putri Sarwendah Kusumawardhani mengalahkan temannya sendiri, Susi Susanti, juara dunia tahun lalu dan juara All England tahun ini. Sarwendah, dara Madiun berusia 23 tahun ini, sejak 1986 memperkuat regu Piala Uber Indonesia. Namun, prestasi adik kandung bekas pemain putri nasional Ratih Kumaladewi ini merosot terus. Kekalahan demi kekalahan diderita Sarwendah sampai namanya nyaris tenggelam. Maka, gelar kali ini sangat berarti dalam hidupnya. "Mimpi jadi juara sudah sering, tapi baru sekarang tercapai," ujarnya. Sebenarnya, Sarwendah punya persyaratan yang lebih lengkap daripada Susi Susanti, untuk jadi juara. Tinggi badannya 170 cm, variasi pukulannya lebih komplet, dan tempo permainannya lebih cepat. Sementara itu, Susi, yang bagus dalam bertahan, lebih mengandalkan reli-reli panjang yang membuat lawannya frustrasi. "Gaya main seperti Susi, bertahan dan sesekali menyerang, perlu dukungan footwork yang baik," ujar pelatih putri Indonesia, Liang Chiusia. Gaya Susi memang kini ketinggalan zaman. Bulu tangkis dunia punya falsafah baru: siapa lebih cepat, lebih agresif menyerang, dia lebih unggul. Itu yang membuat Susi, misalnya selalu kalah dari andalan Cina Tan Jiuhong dan juga sering kalah dari Lee Young Sook (Korea Selatan). Sarwendah, yang kini bermain cepat, sekarang terbukti mampu menaklukkan Jiuhong dan Young Sook dalam Piala Dunia ini. Permainan bulu tangkis memang berkembang amat cepat, setiap periode melahirkan gaya tersendiri. Di tahun 1970-an orang terkesima dengan gaya Rudy Hartono, juara All England tujuh kali berturut-turut. Gaya main Rudy yang mengandalkan stroke lengkap dan reli-reli panjang, enak ditonton, seperti pendekar sedang mempertontonkan semua jurusnya. Gaya main seperti ini menuntut footwork yang prima dan kesabaran tinggi. Tidak asal gebuk. Rudy sempat dijuluki master stroke waktu itu. Ketika semua pemain dunia meniru Rudy, termasuk juara-juara All England seperti Morten Frost Hansen dan Fleming Delfs, tiba-tiba muncul Liem Swie King yang menjuarai All England pada 1978. Para master stroke tadi diporakporandakan oleh King yang memainkan speed and power game -- permainan cepat, agresif, dan tajam dengan smes-smes menukik. Kinglah yang pertama kali memperkenalkan smes sambil loncat untuk menggebuk bola yang masih tinggi di udara. Ini dijuluki "King Smash". Gaya King ini kemudian ditiru di berbagai belahan dunia. Hampir semua pemain Cina, mulai dari Han Jian -- kini melatih tim Malaysia -- Luan Jin, hingga Yang Yang dan Zhao Jianhua boleh dibilang meniru King. Yang Yang bahkan menyempurnakan "King Smash" dengan variasi silang-menyilang yang sulit ditebak. Pelatih Cina seperti Hou Jiachang dan Wan Wenjiao tak sungkan-sungkan mengakui hal itu. "Kami memang mengarahkan pemain untuk lebih menyerang. Itulah cara terbaik untuk menang. Hanya, sekarang kami menekankan pada unsur kontrol permainan," ujar Hou Jiachang, pelatih Cina, pada Achmad Novian dari TEMPO. Jiachang sadar bahwa speed and power game menuntut kondisi prima. Zhao Jianhua, yang pernah menderita radang paru-paru, kadang-kadang tak bisa memenuhi tuntutan kondisi fisik itu. Juara All England 1990 ini kadang kalah dari pemain tak diunggulkan. Yang Yang pada usia 28 tahun juga sudah mulai "tua" untuk memainkan speed and Dower. Nah, Cina akhirnya menciptakan pemain yang bisa menyerang habis-habisan seperti Yang Yang dan Zhao, tapi juga bisa main cantik seperti Rudy Hartono. Itulah Wu Wenkai, yang mengalahkan Alan Budikusuma, Yang Yang, dan Zhao Jianhua di final Piala Dunia yang lalu. Wu Wenkai adalah "hasil uji coba terbaru" Cina. "Hanya pemain yang prima dalam menyerang dan bertahan yang sanggup bersaing sekarang ini. Wu Wenkai itu contohnya," kata Hou Jiachang. Tahir Djide, bekas pelatih nasional, melihat gaya Wenkai itulah, "Yang tengah jadi trend sekarang ini." Pemain Indonesia sebenarnya "pencetus" gaya-gaya unik. Tahir Djide menunjuk gaya bertahan Icuk Sugiarto, juara dunia 1983, sebagai gaya yang pernah jaya. "Icuk masternya gaya bertahan itu," kata Tahir. Setiap pukulan lawan dikembalikan dan ke mana saja bola pergi dikejar. Lagi-lagi kemudian pemain Cina "menyempurnakan" gaya Icuk ini, yakni Han Jian. Ia melengkapi gaya bertahan Icuk dengan pengembalian bola yang mematikan. Han Jian bermain bak pegas, semakin keras smes lawan, semakin mematikan bola pengembalian Han Jian. Masih ingat Iie Sumirat? "Variasi pukulannya menawan," kata Tahir. Dengan pergelangan tangan kuat, Iie sering menghasilkan bola yang "aneh-aneh". Hou Jiachang dan Tong Sin Fu, yang kini melatih di Indonesia, pernah tumbang di tangan Iie Sumirat. Cuma, kata Tahir Djide, Iie akan repot kalau lawan sudah kenal dia. Iie akan sangat mudah dijinakkan. Riset gaya permainan ini terus dilakukan di Cina sampai lahir pemain yang komplet seperti Wu Wenkai. Sementara itu Indonesia, gaya menyerang total Ardy B. Wiranata, atau main reli seperti Alan Budikusuma, selain kurang ampuh lagi, mungkin sebentar lagi luntur dimakan zaman. Di masa datang, kecanggihan riset dan metode latihan yang akan banyak bicara. Toriq Hadad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus