Kejuaraan Australia Terbuka, yang berakhir Ahad lalu, meminta korban beberapa pemain. Lapangan karet dituding sebagai penyebab. Suhu di lapangan sampai di atas 40C. "SI Batu Karang" Ivan Lendl tak tergoyahkan merebut gelar tunggal putra itu. Pemain yang lebih suka berada di garis belakang (base liner) dan menghantamkan forehand serta backhand mematikan ini, di final Ahad lalu, mengalahkan bintang Swedia Stefan Edberg. Dan tentu ada catatannya: Edberg, juara Australia Terbuka 1985 dan 1987, kalah karena perutnya kejang. Ia unggul di set pertama dan kalah tie break di set kedua. Pada set ketiga, saat ketinggalan 2-5, Edberg terpaksa menyerah. Lendl tak cuma memperpanjang gelar juara Australia Terbuka yang direbutnya tahun lalu, tapi juga membuat skor kemenangannya atas Edberg jadi 10-6. Sebelumnya, Sabtu lalu, Steffi Graf untuk ketiga kalinya menyandang gelar juara di Negeri Kanguru itu sejak 1988, di bagian putri. Gadis Jerman Barat yang seksi dan masih berusia 20 tahun ini masih terlalu kuat untuk Mary Joe Fernandez, 18 tahun, andalan Amerika di masa mendatang. Graf menang dua set langsung. Si "Super" Graf mencatat rekor lain: menjadi pemain tak terkalahkan di turnamen grand slam (Australia, Prancis, AS, dan Wimbledon) sejak 1989. Plus medali emas Olimpiade Seoul tahun lalu. Dan inilah Australia Terbuka yang paling banyak menarik perhatian. Mulai soal John McEnroe, yang didenda US$ 6.500 dan diusir dari lapangan oleh wasit Gerry Amstrong, lalu cederanya dua petenis termasuk si cantik Argentina Gabriela Sabatini, dan absennya Martina Navratilova, yang rupanya konsentrasi untuk Wimbledon. Sorotan tajam para pemain dan wartawan tentu saja pada lapangan Flinders Park di Melbourne itu. Lapangan yang dibangun pada 1987 dengan biaya biaya 50 juta dolar Australia ini dikecam karena permukaannya terlalu lunak. Terletak tak jauh dari pusat Kota Melbourne, Flinders Park atau disebut juga National Tennis Centre itu mulai dipakai sebagai ajang pertarungan Australia Terbuka pada 1988. Mempunyai lima lapangan tertutup (indoor) dan 13 lapangan terbuka (outdoor), Flinders Park berdekatan dengan Stadion Kriket Melbourne dan Stadion Melbourne, yang dipakai sebagai tempat Olimpiade 1956. Model yang dicontoh Flinders adalah stadion Flushing Meadow di New York, AS, tempat berlangsungnya Amerika Terbuka. Sebelum 1988, Australia Terbuka dilangsungkan di lapangan rumput Kooyong Club, masih di Melbourne sejak 1905. Dan ketika pada 1988 pemain-pemain dunia menjajal Flinders Park, mereka memuji stadion yang berkapasitas 15 ribu tempat duduk ini. "Ini stadion terbaik di dunia, di antara stadion lain yang pernah saya pakai untuk bertanding," ujar Ivan Lendl, yang ketika itu kalah dari jago Australia, Pat Cash, di semifinal. Kecanggihan stadion ini, atapnya segera bisa ditutup kalau ada angin badai, misalnya. Hanya perlu waktu sekitar 20 menit untuk menutupnya, dan berubahlah Flinders Park menjadi stadion lapangan tertutup. Masalahnya, kali ini panitia tak gampang menutup atap. Karena Australia Terbuka berlangsung di musim panas, di bawah suhu 35-40 C. Susahnya, seperti dilaporkan koresponden TEMPO Dewi Anggraeni, lapangan itu terbuat dari bahan semacam plastik (polypropylene) yang menyerap panas. Kalau ditutup, suhu di lapangan lebih panas sekitar 15 derajat C dari suhu sekitarnya. Sementara itu, dalam keadaan terbuka, pada final Ahad lalu, di stadion dengan penonton yang penuh, suhu mencapai 40 C. Bahkan di atas permukaan lapangan suhu lebih panas lagi. Lapangan karet yang memanas itu membuat gerak kaki pemain kerap tersendat. Dan itu yang membuat Gabriela Sabatini jadi korban. Ketika berhadapan dengan Claudia Porwick di ronde ketiga, Sabatini mencoba mengejar bola drop shol Porwick di depan net. Di lapangan karet yang melar seperti itu, bola begini tak bisa diambil dengan melakukan sliding seperti halnya di lapangan gravel. Dan tampaknya Sabatini merentang kaki terlalu jauh mengambil bola Porwick. Salah satu otot di mata kaki kirinya tertarik. Ia pun cedera, meninggalkan lapangan dengan kursi roda. Dan dokter menyuruh Sabatini istirahat paling tidak dua minggu (lihat juga Pokok & Tokoh). Korban lain adalah pemain tuan rumah Mark Woodforde. Di ronde keempat, ia terpaksa memberikan kemenangan di set ketiga pada David Wheaton dari AS. Boris Becker, yang kalah dari Mats Wilander di perempat final, juga melihat bahayanya lapangan. "Lapangan di sini sangat berat. Kalau Anda capek, dan masih harus terus bermain, akan berbahaya bagi pergelangan kaki Anda," ujar Becker. Claudia Porwick pun sampai minta ampun akan kondisi lapangan yang panas dan menyusahkan itu. "Oh, Tuhan, jangan lagi. Saya cuma berpikir dan ingin cepat-cepat meninggalkan lapangan," kata Porwick, setelah menang dari Angelica Gavaldon di perdelapan final. Steffi Graf tampil di final dengan hand-ban, yang dipakainya untuk menyerap keringatnya yang mengucur deras. Ivan Lendl sendiri jengkel karena panitia tak mau menutup atap. "Kalian punya atap yang bisa ditutup, pakai dong itu. Saya hampir tak punya tenaga lagi untuk memukul bola," ujarnya. Stadion yang panas dan lapangan karet yang lengket di kaki agaknya jadi ciri dan ujian tersendiri bagi Australia Terbuka kali ini. Siapa juara, dialah yang terkuat. Seperti kata Lendl, "Dengan menjuarai Australia Terbuka, terbukalah peluang besar saya untuk tiga grand slam lainnya." Toriq Hadad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini