Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KRISIS Teluk akhirnya merembet juga ke pesta olah raga Asian Games XI yang akan berlangsung di Beijing, Cina, akhir September nanti. Irak dan Kuwait sudah dipastikan tidak akan ambil bagian dalam pesta olah raga se-Asia itu. Menurut wakil ketua panitia, Zhang Ciazhem, sampai saat ini kedua negara itu belum menghubungi Komite Penyelenggara AG XI (BAGOC). Sebelum Irak menyerbu Kuwait, kedua negeri bertetangga itu sudah melengkapi prosedur pendaftaran sebagai peserta. Pemerintah Kuwait di pengasingan sudah menjelaskan ketidakhadiran mereka di Beijing. Itu dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Kuwait, Sheikh Sabah Al Ahmad Al Jaber, di sela-sela kunjungannya selama sehari di ibu kota Cina itu. "Kami tidak akan mengirimkan delegasi ke pesta olah raga ini jika berada dalam tim gabungan di bawah bendera Irak," ujar Sheikh Sabah Al Ahmed Al Jaber. Sebelumnya Kuwait merencanakan akan mengikuti 17 cabang olahraga dan semua cabang yang dipertandingkan. Salah satu di antaranya adalah sepak bola. Tim sepak bola Kuwait kini sedang bingung. Mereka sudah berlatih di Kota Vichy, Prancis, sebelum Irak melakukan agresi ke Kuwait. Sekarang, mereka masih di Vichy, namun, menurut pelatihnya, Husain Abdulah, latihan tak diteruskan lagi. "Semua pemain berkeinginan untuk kembali ke Kuwait meskipun di sana kami harus memanggul senjata," kata Husain Abdulah. Tim sepak bola Kuwait termasuk tangguh di Asia. Mereka ikut pada putaran final Piala Dunia di Meksiko, 1986. Tapi mereka gagal ke Piala Dunia Italia karena kalah selisih gol dengan Uni Emirat Arab. Di cabang olah raga lainnya, prestasi atlet-atlet dari negara berpenduduk kurang dari dua juta jiwa ini tidak bisa dipandang enteng. Di Asian Games Seoul, Korea Selatan, empat tahun silam, atlet-atlet Kuwait mampu merebut satu medali perak dan delapan perunggu, dari cabang berkuda, atletik, judo, tinju, sepak bola, dan taekwondo. Tim sepak bola Kuwait meraih medali perunggu setelah menundukkan Indonesia dengan 5-0. Ketidakhadiran Kuwait di Asian Games nanti cukup membuat pesta ini sepi. Apalagi kalau Irak, Arab Saudi, dan beberapa negara Teluk lainnya ikut absen karena berkonsentrasi pada perang. Karena itu, Ketua Komite Olimpiade Internasional, Juan Antonio Samaranch, masih mengharapkan Kuwait mengirimkan kontingen independen ke pesta olah raga Asia ini. "Saya akan mendukungnya 100 persen," ujar Samaranch. Sedangkan panitia hanya mengakui kontingen yang menjadi anggota Dewan Olimpiade Asia (OCA) -- badan yang membawahkan kegiatan olah raga di kawasan Asia. "Jika ada kontingen gabungan, diterima atau tidaknya bergantung kepada OCA," kata Wu Zhongyuan, juru bicara panitia. Ada 38 negara Asia yang menjadi anggota OCA. Adanya "kontingen gabungan" itu muncul dari perkiraan, kalau-kalau Irak nanti datang ke Beijing dengan membawa nama Irak-Kuwait. Ini tentu melanggar ketentuan OCA. Tapi masalahnya semakin rumit karena Ketua OCA dijabat Sheik Fahd Al-Ahmed Al Sabah dari Kuwait. Markas besar OCA pun ada di negeri yang kini diduduki Irak itu. Jangan-jangan Irak sudah mengambil alih OCA pula. Apalagi terbetik berita, Sheik Fahd Al-Ahmed Al Sabah, yang juga adik Emir Kuwait Sheikh Jaber Al-Ahmed Al Sabah, meninggal dunia ketika mempertahankan istana kerajaan dari gempuran tentara Irak. Kalau berita ini benar, kematian Fahd, 45 tahun, merupakan kisah sedih buat pengurus badan olah raga internasional, seperti Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA). Selain sebagai Ketua OCA, Fahd adalah Wakil Presiden FIFA, Ketua Konfederasi Handball Asia, dan Wakil Ketua Federasi Handball Internasional (IHF). Rudy Novrianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo