Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GOD bless Amerika, maka negeri ini pun sulit untuk jadi polisi dunia. Saya tak sekadar bermain-main dengan paradoks. Tuhan memberi negeri ini bagian bumi yang begitu luas, begitu beragam, malah hampir komplet: musim gugur yang cantik di New England, alam mediteranian yang nyaman di California, kehangatan tropis di Hawaii, suasana kutub yang dingin dan lapang di Alaska. Bahkan ada sejumlah gurun, gunung berapi, dan hutan dengan pelbagai pohon. Dalam arti tertentu Amerika adalah sebuah dunia tersendiri, yang menyebabkan para penghuninya bisa saja memilih untuk tak mengacuhkan dunia di luar batas negeri mereka. Dan bila diingat bahwa geografi Amerika adalah aneka ragam yang hidup, kita tahu kenapa orang Amerika punya sebab lain untuk tidak acuh: perbedaan di antara mereka seakan tak habis-habisnya menuntut mereka untuk terus-menerus menyesuaikan diri. Apalagi di atas geografi itu orang bergerak dan berpindah, kian lama kian cepat dan kian sering: pindah kerja, pindah domisili, pindah pendapat, pindah selera dan gaya hidup. Dan problem baru selalu timbul, dan semuanya selalu dibicarakan, semuanya selalu diperdebatkan. Maka, apa sisa perhatian mereka buat dunia luar? Kita tak tahu. Bertahun-tahun orang Amerika tak cukup serius berpikir tentang bagaimana hidup bergantung kepada dunia luar. Dibanding dengan negeri seperti Jepang, Amerika lebih biasa melihat "pasar" pertama-tama sebagai kesempatan di dalam negeri. Bertahun-tahun orang Amerika juga lalai bahwa tak semua sumber alam bisa datang dari bumi subur mereka sendiri. Maka, ketika di sana orang menyanyi, God bless America, ketika itu pula dilupakan bahwa justru karena rahmat itu Amerika tak cukup piawai untuk menghadapi kenyataan baru: bahwa nun di seberang, ada dunia lain yang bisa merepotkan, bahkan bisa menentukan. Baru setelah krisis besar, seperti krisis di Teluk Persia kini, orang Amerika sadar bahwa mereka hidup dengan minyak yang hampir separuhnya diimpor. Baru setelah defisit perdagangan berlarut-larut, orang Amerika sadar bahwa mereka tak cukup mengenal liku-liku pasar negeri seperti Jepang. Dalam banyak hal, Amerika memang telah jadi sehimpun cakrawala-cakrawala yang sempit. Seorang senator terkemuka pernah mengatakan bahwa di Amerika, kehidupan politik selalu berarti "politik lokal". Kita tahu sebabnya: para wakil rakyat datang ke Washington, D.C. dengan pesan besar dari penduduk daerah tempat mereka datang. Negeri federal itu tak bisa mengelakkan fragmentasi wewenang di tingkat pusat -- yang memang telah terbagi antara legislatif, yudikatif, dan eksekutif -- karena ia harus menampung juga kepentingan negara bagian dan bahkan kota-kota yang terserak. Semangat "lokal" itu tak cuma terbatas kepada proses politik. Seorang penduduk sebuah kota kecil di Maine pernah menceritakan kepada saya pengalamannya, yang bagi saya menggambarkan persentuhan seorang Amerika dengan informasi dan dunia di luar dirinya. Suatu hari, demikian ia bercerita, ia pergi berburu. Ia tinggal di hutan beberapa malam. Kontaknya dengan dunia luar cuma lewat sebuah radio transistor yang membawa suara stasiun terdekat. Tiap petang dan pagi ia mendengarkan siaran berita. Tapi ketika ia keluar dari hutan dan kembali ke rumah, baru ia tahu bahwa ada satu peristiwa besar yang tak disiarkan stasiun dekat hutan itu: Nixon mundur dari jabatan presiden.... Jika sebuah stasiun radio lokal begitu sibuk dengan berita setempat hingga mengabaikan kabar penting di pucuk pemerintahan, bagaimana orang di sana bisa cermat mengikuti gerak di luar kota atau negara bagian tempat mereka hidup? Bagaimana mereka bisa memilih untuk mendukung atau menolak satu tindakan pemerintah mereka terhadap negeri lain yang tak mereka kenal? Pertanyaan ini memang ganjil buat sebuah negeri yang punya pretensi global. Tapi akhirnya sering kentara bahwa di republik ini (walaupun ) dengan jangkauan militer dan ekonomi yang ke segenap penjuru rentang perhatian orang semakin pendek. Orang Amerika tak kunjung sempat mempunyai perspektif untuk memahami dunia lain yang lebih jauh -- dunia lain yang sering tak terjangkau. Akan lebih baikkah bumi seandainya Amerika menjadi isolasionis yang tak lagi giat mengurusi tempat lain di peta, kita belum tahu jawabnya. Tapi bagaimanapun ada semacam keterpisahan yang sulit dielakkan antara orang Amerika di satu pihak dan dunia "non Amerika" di lain pihak -- keterpisahan yang tak selalu berarti permusuhan, tapi lebih sering berarti ketidaktahuan. "Aku dengar Amerika menyanyi," tulis Penyair Walt Whitman. Terdengarkah olehnya dunia di luar juga menyanyi? Goenawan Mohamad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo