KETIKA produksinya jatuh di titik terendah tahun 1973 hampir
saja dia ditutup. Tetapi sekarang, dalam suasana menguber bahan
bakar nonminyak, tambang batu bara Ombilin di Sawahlunto
(Sum-Bar) tampaknya akan mencuat lagi. Produksinya yang 170.000
ton tahun 1980, tahun ini diperhitungkan akan naik jadi 200.000
ton. Satu tingkat yang sebenarnya masih jauh di bawah prestasi
yang pernah dicapainya tahun 1950 dengan total produksi 650.000
ton.
Suasana untuk menyambut kebangkiitan Ombilin itu memang tampak
nyata. Tim-tim survei dari Direktorat Sumber Daya Mineral,
Departemen Pertambangan dan Energi bekerjasama dengan ahli-ahli
dari Jepang, Polandia dan Negeri Belanda kelihatan mondar-mandir
di sekitar daerah tambang itu. Mereka menduga cadangan Ombilin
mencapai 170 juta ton. Satu perhitungan yang tidak jauh berbeda
dari taksiran tahun 1867.
Nasib tambang itu kelihatannya berangkai dengan PJKA dan PT
Semen Indarung. Ketika rehabilitasi PJKA dimulai tahun 1975,
Ombilin mulai dapat angin. Tiap tahun dia mensuplai 50.000 ton
batu bara untuk menggerakkan kereta api. Waktu Semen Indarung I
dan Indarung II rampung akhir 1978 dia dapat pesanan pula,
sebesar 125.000 ton.
Bangkitnya Ombilin terasa benar di Sawahlunto, sebuah kotamadya
yang lebih dari 60% warganya adalah keluare tambang. Kota itu
ikut pula berubah. Peremajaan terlihat di berbagai pojok. Pasar,
gedung pemerintahan dan sekolah dipoles kembali.
Untuk empat tahun, sejak 1981, Ombilin memperoleh dana sebesar
US $ 100 juta berasal dari APBN. Dana sebesar itu akan digunakan
untuk membeli peralatan baru. Separuh dari produksi selama ini
diperoleh dengan menggunakan alat-alat tradisional. Dengan bor
dan dinamit.
Setelah diledakkan batubara yang tercerai berai dalam lubang
terowongan itu dikumpulkan oleh buruh dan didorong ke luar
dengan menggunakan lori. Ventilasi yang kurang terkadang membuat
para pekerja sulit bergerak dan terganggu kesehatannya. Tapi
denan masuknya beberapa peralatan penunjang, jaminan
keselamaan kerja membaik.
Untuk rehabilitasi tahap awal, dua pertiga produksi Ombilin akan
dihasilkan dari tambang terbuka yang kualitasnya tentu lebih
rendah. Sisanya dari tambang dalam. Tetapi untuk sistem produksi
baru yang kini sedang dipersiapkan penambangan seluruhnya
dipusatkan di tambang dalam. Batu bara dengan cadangan besar itu
berada di perut bumi di bawah kaki bukit Waringin Sugar, sebuah
bukit dengan ketinggian 300 meter yang menjadi dinding Kota
Sawalunto.
"Tak ada masalah yang berarti. Persiapan tenaga kerja yang akan
mampu mengelola peralatan modern, secara bertahap sudah
disiapkan sejak lama," kata Ir. Suhandoyo, Kuasa Direksi Tambang
Batu Bara Ombilin kepada Muchlis Sulin dari TEMPO. Sekalipun
begitu, ia mengusulkan pembukaan sekolah teknik menengah
pertambangan di Sawahlunto, sebagai sumber tenaga cadangan. Ini,
katanya diperlukan untuk menyokong rencana produksi Ombilin
yang akan meningkat terus tiap tahun. Tahun 1990 direncanakan
akan mencapai 1,3 juta ton/tahun.
Tapi ke mana saja produksi sebesar itu akan dilempar? "Jumlah
itu memang sudah kita siapkan sesuai dengan kebutuhan suplai
Ombilin," jawab Suhandoyo, orang pertama di tambang Ombilin itu.
Dia memperhitungkan PT Semen Indarung tahun 1990 akan memerlukan
800.000 ton. Sebanyak 200.000 ton akan ditelan pabrik Semen
Andalas di Aceh. PLTU Salak akan membutuhkan sekitar 200.000
ton.
Sisanya untuk kebutuhan lokal seperti kereta api dan pabrik
kapur. Kalau masih bersisa akan dijual ke pabrik Semen Nusantara
di Cilacap. Atau kalau masih berlebih bisa dilempar ke pasaran
luar. Tahun lalu Ombilin mengekspor 5.000 ton ke negara-negara
ASEAN. Iarganya US$ 50 per ton. Setengah dollar di atas batu
bara Australia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini