SUDAH bisa diduga, persiapan tim sepak bola ke SEA Games XII di
Singapura awal Juni mendatang banyak mengundang perdebatan.
Sejak awal 1982 kesebelasan Pratama sebenarnya sudah
dipersiapkan untuk pesta olah raga Asia Tenggara itu. Namun
setelah pengurus PSSI mengamati mutu kesebelasan asuhan Bernd
Fischer itu, Oktober lalu diputuskan untuk menyingkirkan
Pratama.
Dengan gagalnya Pratama itu kandaslah cita-cita Ketua Umum PSSI,
Syarnubi Said yang sejak semula menghendaki tim itu yang
mewakili Indonesia ke SEA Games. Akhirnya dicari jalan keluar
untuk mengobati borok tim nasional dengan memilih pemain
campuran antara Pratama dan Liga Utama.
Untuk memilih pemain dari dua tim yang amatir dan profesional
itu, Desember lalu didatangkan Brazil All Stars untuk berhadapan
dengan Liga Selection yang pemain-pemainnya dari klubkluh Liga.
Kemudian pertengahan Januari diundang Hallelujah dari
Korea-Selatan untuk bertanding dengan Liga Selection, Pratama
dan campuran dari keduanya. Dari uji coba itu dalam minggu ini
juga akan ditentukan nama-nama pemain yang mendapat kehormatan
memperkuat tim nasional.
Dengan tim campuran antara Pratama dan pemain-pemain pilihan
dari klub-klub Liga itu, barangkali PSSI akan menghadapi
persoalan lain yang bisa memporak-porandakan rencana yang ada.
Soalnya, sejak pertengahan 1982 Lembaga Sepakbola Utama
(Galatama) dengan tegas menyatakan diri non-amatir dengan
otonomi penuh dan berubah nama menjadi Liga Sepak Bola Utama
(Liga Utama). Siapa tahu kedudukan pro dari beberapa anggota tim
nasional itu dipertanyakan lawan. Sebab tuan rumah Singapura
sendiri, akan kehilangan bintangnya Fandi Ahmad yang sudah jad
pemain profesional.
PSSI barangkali akan berlindung pada FIFA yang belakangan ini
berusaha untuk memperbolehkan pemain pro ambil bagian dalam
Olympiade. "Untuk menghadapi kemungkinan itu, kalau perlu
setelah kompetisi Liga Utama berakhir April mendatang, para
pemain yang kita perlukan ditransfer lagi ke perserikatan," kata
Suparjo Pontjowinoto, Ketua Harian PSSI merangkap pimpinan
proyek tim SEA Games.
Kalau memang itu yang terjadi, tentu diperlukan masa peralihan
sehingga pemain pro tadi surut statusnya menjadi amatir kembali.
Tetapi masalah pelik lainnya muncul pula. Sudah dijadwalkan
latihan bersama antara pemain Pratama dan Liga itu pada hari
Rabu tiap minggu. Tetapi akan menjadi sulit juga menepati jadwal
itu agar tidak bertabrakan dengan hari-hari kompetisi Liga Utama
yang masih berjalan.
Hasil latihan bersama jangka pendek seperti yang terlihat pada
pemunculan campuran Pratama-Liga, ketika berhadapan dengan
Hallelujah, ternyata belum begitu menggembirakan. Hasil draw
1-1 tanggal 19 Januari itu digambarkan pelatih Fischer sebagai
"pemunculan terbaik". Agaknya ini kata-kata dari seorang "bapak"
yang perlu membesarkan hati anak-anaknya.
Tim campuran amatir-pro itu, yang oleh banyak kalangan
disebutkan sebagai tim bayangan SEA Games, muncul dengan kerja
sama yang tersendat-sendat. Masing-masing individu memang
bermain sebaik-baiknya, seperti ditunjukkan Hadi Ismanto, Dede
Sulaiman dan Didi Darmadi. Tetapi sebagai satu tim mereka belum
menampilkan permainan yang padu.
Gagalnya Hadi Ismanto pada babak pertama menjebol gawang
Hallelujah dengan sundulannya, merupakan contoh nyata. Hadi
memaksakan diri melompat dan menyundul kendatipun posisinya
tidak memungkinkan. Bola memang kena disambarnya. Tapi tak
bertenaga dan hilang arah. Sebab bola semacam itu seharusnya
menjadi "makanan" pemain yang datang melapis di belakang Hadi.
Pergunjingan sekitar tim nasional ini ramai juga. Dari Medan,
tokoh sepak bola, pengasuh Mercu Buana, Kamaruddin Panggabean,
menyentil dengan pedas: "Saya benar-benar terkejut bah. Malah
bingung . . . bingung. Mau ke mana sebenarnya PSSI kita ini mau
dibawa," ujarnya.
Dia kesal terhadap pemilihan 20 ofisial untuk tim SEA Games.
"Itu namanya lebih banyak pengurus daripada yang diurus. Apakah
kita ini ingin pamer pengurus atau mengejar prestasi," ucapnya
sengit.
Kamaruddin tidak keberatan empat pelatih (Fischer, Suwardi
Arlan, Iswadi Idris dan Arrie Kussoy) menangani tim. Tetapi
sudah lama beredar ketidakpercayaan orang terhadap kemampuan
Fischer yang menerima bayaran Rp 3,5 juta per bulan itu.
"Pembinaan Fischer selama ini nol," kata bekas pemain nasional
Sucipto Suntoro. Gagal dengan Pratama dan gagal pula dengan PSSI
Utama di SEA Games Manila tahun 1981.
Pimpinan PSSI sendiri tetap mempertahankan pelatih asal Jerman
Barat itu. "Ilmunya cukup luas dan dia punya dedikasi. Susahnya
mencari pelatih sekarang, orang terlalu takut jatuh nama,
gampang cuci tangan, sedangkan Fischer tampaknya tak akan
kehilangan apa-apa kalaupun gagal," ulas Sutiono J. Alis,
Sekretaris Umum PSSI.
Menurut Sutiono kegagalan selama ini bukan karena Fischer, tapi
memang pemain yang kurang. "Rata-rata pemain sekarang bisa main
bola, tapi tak ada yang berbakat," tambah bekas pemain nasional
Anjas Asmara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini