SUATU hari, 8 bulan lalu, sang remaja mendapat selembar
selebaran dari temannya. Pamflet itu, yang dikeluarkan oleh klub
olahraga layang gantung Gantolle, mengundang peminat baru.
Iseng-iseng ia melamar. Dan itu pun mengisi formulir pendaftaran
yang terakhir.
Ternyata kemudian dialah, Ellysa Mannekke, 18 tahun, juara umum.
Ia meraih angka tertinggi -- 1.100 untuk nomor pengendalian dan
274 buat ketepatan mendarat -- dalam Perlombaan Nasional Layang
Gantung I di Riung Gunung, Jawa Barat, 2 pekan lalu. "Sungguh
ini di luar dugaan," katanya seusai perlombaan.
Ellysa (laki-laki asli, lho) gagal dalam perlombaan hari pertama
untuk mendarat di lokasi yang ditetapkan. "Heran juga, dalam
latihan kok saya sering bis mencapai sasaran," pengakuannya.
Mengapa? Undian menentukan dirinya: untuk memakai layangan
pilihan panitia.
Keesokan harinya, 22 Juli, ia tambah. Lebih beruntung. Ia
mendapatkan layangan gacoannya. "Tidak terlalu bagus. Tapi saya
sudah kenal betul adatnya," kata Ellysa. Ia berhasil melakukan
manuver (terbang membentuk huruf S) serta melakukan ketepatan
mendarat dengan terpuji. Nilai 274 bagi ketepatan mendarat
diraihnya dari lomba hari kedua ini.
Ayahnya, Samuel Mannekke, semula tak mengizinkannya untuk
melayang gantung. Hingga ia terpaksa memecahkan celengannya
untuk membayar uang pangkal Rp 25.000. Restu ayahnya kemudian
diperolehnya juga.
Siswa penerbang layang gantung dilatih dalam 3 tahap. Tingkat
pertama, ia menyelesaian 20 kali terbang dari ketinggian 10
meter. Setelah itu tinggi loncatan dinaikkan 60 meter, kemudian
dan terakhir 350 meter. "Kalau sudah menyelesaikan tingkat itu,
baru bisa disebut pilot layang gantung," kata Ellysa dari
angkatan Condor.
Kegemaran akan olahraga ini baru menjalari kelompok pemuda di
dua kota saja. Tercatat 80 orang dari Bandung dan 25 lagi dari
Jakarta. Semuanya bernaung di bawah klub Gantolle.
satu-satunya perkumpulan layang gantung Indonesia.
Ervan Ibrahim, Ketua klub Gantolle berharap daerah lain juga
mengembangkan olahraga ini. "Kita bersedia membantu mereka,"
katanya. Sebegitu jauh, baru Ujungpandang dan, Manado yang
berminat.
Olahraga mahal? Ellysa cuma dibebani iuran sebesar Rp 2.000
per bulan. Peralatan latihan disediakan oleh Gantolle. Hanya
hernes (tali tempat duduk), helm, dan sarung tangan --
"peralatan tambahan itu semuanya saya beli di pasar loak,"
lanjutnya.
Layangannya sendiri 100% buatan anak-anak ITB. "Hasil contekan
pesawat milik pak Herudi," kata Achmad Kalla, mahasiswa Fisika
Teknik ITB yang mempelopori pendirian Gantolle. Kini mereka
memiliki 15 layangan -- nilai per buahnya sekitar Rp 250.000.
Semua pesawat itu dibuat atas kerjasama dengan PT Indo
Extrusion, Cimahi dan PT Federal Motor, Jakarta. Layangan
pertama mereka diberi nama Herudi -- di angkat dari nama ir.
Herudi Kartodisastro, direktur Lembaga Instrumentasi Nasional
(LIN) yang pertama memperkenalkan olahraga layang gantung
Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini