Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mereka Melayang Dari Bukit

Gantolle, klub olahraga layang gantung yang dirintis oleh ir Herudi Kartodisastro, mengadakan perlombaan nasional layang gantung I di Riung Gunung. Layangannya buatan mahasiswa ITB dan dapat disewa. (or)

4 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU hari, 8 bulan lalu, sang remaja mendapat selembar selebaran dari temannya. Pamflet itu, yang dikeluarkan oleh klub olahraga layang gantung Gantolle, mengundang peminat baru. Iseng-iseng ia melamar. Dan itu pun mengisi formulir pendaftaran yang terakhir. Ternyata kemudian dialah, Ellysa Mannekke, 18 tahun, juara umum. Ia meraih angka tertinggi -- 1.100 untuk nomor pengendalian dan 274 buat ketepatan mendarat -- dalam Perlombaan Nasional Layang Gantung I di Riung Gunung, Jawa Barat, 2 pekan lalu. "Sungguh ini di luar dugaan," katanya seusai perlombaan. Ellysa (laki-laki asli, lho) gagal dalam perlombaan hari pertama untuk mendarat di lokasi yang ditetapkan. "Heran juga, dalam latihan kok saya sering bis mencapai sasaran," pengakuannya. Mengapa? Undian menentukan dirinya: untuk memakai layangan pilihan panitia. Keesokan harinya, 22 Juli, ia tambah. Lebih beruntung. Ia mendapatkan layangan gacoannya. "Tidak terlalu bagus. Tapi saya sudah kenal betul adatnya," kata Ellysa. Ia berhasil melakukan manuver (terbang membentuk huruf S) serta melakukan ketepatan mendarat dengan terpuji. Nilai 274 bagi ketepatan mendarat diraihnya dari lomba hari kedua ini. Ayahnya, Samuel Mannekke, semula tak mengizinkannya untuk melayang gantung. Hingga ia terpaksa memecahkan celengannya untuk membayar uang pangkal Rp 25.000. Restu ayahnya kemudian diperolehnya juga. Siswa penerbang layang gantung dilatih dalam 3 tahap. Tingkat pertama, ia menyelesaian 20 kali terbang dari ketinggian 10 meter. Setelah itu tinggi loncatan dinaikkan 60 meter, kemudian dan terakhir 350 meter. "Kalau sudah menyelesaikan tingkat itu, baru bisa disebut pilot layang gantung," kata Ellysa dari angkatan Condor. Kegemaran akan olahraga ini baru menjalari kelompok pemuda di dua kota saja. Tercatat 80 orang dari Bandung dan 25 lagi dari Jakarta. Semuanya bernaung di bawah klub Gantolle. satu-satunya perkumpulan layang gantung Indonesia. Ervan Ibrahim, Ketua klub Gantolle berharap daerah lain juga mengembangkan olahraga ini. "Kita bersedia membantu mereka," katanya. Sebegitu jauh, baru Ujungpandang dan, Manado yang berminat. Olahraga mahal? Ellysa cuma dibebani iuran sebesar Rp 2.000 per bulan. Peralatan latihan disediakan oleh Gantolle. Hanya hernes (tali tempat duduk), helm, dan sarung tangan -- "peralatan tambahan itu semuanya saya beli di pasar loak," lanjutnya. Layangannya sendiri 100% buatan anak-anak ITB. "Hasil contekan pesawat milik pak Herudi," kata Achmad Kalla, mahasiswa Fisika Teknik ITB yang mempelopori pendirian Gantolle. Kini mereka memiliki 15 layangan -- nilai per buahnya sekitar Rp 250.000. Semua pesawat itu dibuat atas kerjasama dengan PT Indo Extrusion, Cimahi dan PT Federal Motor, Jakarta. Layangan pertama mereka diberi nama Herudi -- di angkat dari nama ir. Herudi Kartodisastro, direktur Lembaga Instrumentasi Nasional (LIN) yang pertama memperkenalkan olahraga layang gantung Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus