Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Merendam piala dunia dalam air mendidih

Susunan grup yang bertarung di babak penyisihan piala dunia 1994 diundi di las vegas pekan lalu. maradona meributkannya, padahal yang dipersoalkan sebenarnya sudah jelas.

1 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA membunuh sepak bola," teriak Diego Maradona. Pemain utama tim Argentina ini gusar melihat hasil undian penentuan tim dalam enam grup yang memperebutkan tiket ke final Piala Dunia 1994, mulai Juni nanti. Maradona menganggap undian di Las Vegas, AS, pekan lalu itu hanya dagelan belaka. Itu bukan karena salah satu penarik kartu adalah Pelawak Robin Williams di layar TVRI, ia pernah dikenal sebagai makhluk planet lain yang berkomunikasi "nanu-nanu" sambil memegang daun telinga dalam film seri komedi Mork and Mindy. Cemoohan Maradona itu lantaran Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) dituduhnya telah mengatur komposisi tim dalam grup sebelum undian, agar tim-tim tangguh selama ini, seperti Jerman, Brasil, Argentina, dan Italia, tak bakal satu grup. Akal-akalan ini seolah menjamin tim-tim dunia itu tak tersisih di putaran pertama karena lawan yang dihadapi di tiap grup tergolong setingkat lebih rendah kelasnya. "Sebelum undian berlangsung pun, semua orang sudah bisa tahu siapa bakal melawan siapa di babak penyisihan," kata Maradona. Hal ini juga pernah dilakukan panitia penyelenggara Piala Dunia sebelumnya, di Italia. Waktu itu, ia pun memprotes, tapi tak ada yang menanggapinya. Kejengkelan Maradona ini agak sulit dimengerti. Sebab, dalam undian kali ini, sebenarnya Argentina berada di grup D yang empuk. Tiga lawannya belum apa-apa sudah kalah tua dibandingkan dengan tim negeri tango yang bisa dibilang peserta tetap Piala Dunia itu. Yunani, Bulgaria, dan Nigeria baru pertama kali tampil di arena perebutan supremasi sepak bola itu. Sehingga, di kertas, Argentina dipastikan bakal melaju mulus ke babak selanjutnya. Seteru-seteru abadi Argentina kecuali Belanda, yang kini hanya berposisi unggulan ketiga di bawah Belgia dan Maroko, yang relatif aman dalam grup F bersama Arab Saudi harus bertempur dalam grup-grup panas. Jerman, misalnya. Tim yang dilatih bekas pemain nasional Berti Vogts ini tak bakal lolos dengan mudah dari grup C. Wakil Asia Timur, Korea Selatan, bisa saja menjadi "kuda hitam", sedangkan dua lawan lainnya, Spanyol dan Bolivia, sudah terbukti degil. Bahkan, Bolivia dengan bintang Marco Antonio "El Diablo" (Si Setan) Etcheverry dalam babak kualifikasi Amerika Latin menyikat tim legenda sepak bola Brasil: 2-0. Brasil dan Italia sendiri bak berendam dalam kuali air mendidih. Carlos Alberto Parreira, pelatih tim "Samba", bahkan menyebut grup B sebagai "grup kematian". Maklum, selain ketemu "mesin diesel" Rusia dan Swedia dimotori dua bintang Eropa, Thomas Brolin dan Andres Limpar Brasil harus menghadapi Kamerun, yang pernah menjadi favorit di Piala Dunia 1990. Saat itu, Roger Milla dan kawan-kawan menghadang juara bertahan Argentina 1-0 di pertandingan pembukaan. Italia, yang bermodal Roberto Baggio, pemain terbaik dunia tahun 1993, juga harus siap mengencangkan otot. Grup lainnya, sesuai dengan harapan FIFA, masing-masing hanya diisi oleh dua tim Eropa. Tapi di Grup E, selain ketemu Meksiko, yang menjadi andalan Amerika Tengah, Italia harus bertanding dengan dua regu tangguh Eropa, Irlandia dan Norwegia. Ofisial Italia sendiri belum-belum sudah menunjuk Norwegia, peringkat keempat FIFA, sebagai tim yang sulit ditaklukkan. Ingat saat tim negeri Skandinavia itu mendepak Italia dalam semifinal Piala Eropa 1992 di Oslo? Tak pelak lagi, tim unggulan selain Argentina punya kemungkinan yang lebih besar untuk terseok di babak penyisihan. Dan akibatnya, dilihat dari skema pertandingan, salah satu dari tim unggulan sudah akan bertarung hidup-mati dengan Argentina di babak perdelapan final. Kekhawatiran Maradona yang telah mengikuti Piala Dunia berturut tiga kali ini tidak beralasan. Toh pertandingan "final" sebelum waktunya semacam itu pernah terjadi. Dalam Piala Dunia 1990 di Italia, Argentina berhadapan dengan Brasil justru di putaran kedua. Waktu itu, gol Canniggia meloloskan Argentina dari lubang jarum. FIFA telah merancang sistem pertandingan yang mengarahkan terisinya babak final oleh tim-tim unggulan. Habis, mau apa lagi, acara Piala Dunia adalah bisnis pertunjukan. Siapa yang mau menonton pertandingan final bila tak jelas mutu kesebelasan yang bakal bertarung? Apalagi, kejuaraan digelar di AS, negara yang masyarakatnya lebih kenal bisbol dan bola basket daripada sepak bola. Menjual 3,6 juta tiket untuk mengharapkan pemasukan US$ 200 juta (sekitar Rp 400 miliar) dari penonton stadion, jelas, menjadi persoalan yang tak enteng bagi panitia penyelenggara. Pilihannya: mengundi tanpa berpikir tentang siapa yang bakal mengisi pertandingan final dengan risiko kehilangan minat penonton, atau sebaliknya. Jawabannya, Maradona pun seharusnya paham, tak pernah memuaskan semua orang, sehingga yang diambil adalah jalan tengah. Tim unggulan diperhatikan, tapi undian pun diusahakan berkesan acak (random). "Percayalah kepada saya. Kalau semua ini memang diatur, tak mungkin AS satu grup dengan Kolombia," ujar Presiden Piala Dunia 1994, Alan Rothenberg, seperti dikutip International Herald Tribune. Kolombia adalah angin ribut yang siap memorak-porandakan AS di Pasadena, California. Tanpa penjaga gawang Rene Higuita, yang kini meringkuk di bui akibat menculik anak, tim yang pola permainannya mirip Brasil ini bak siap menelan siapa saja. Selama babak kualifikasi Amerika Latin, tak sekali pun Kolombia keok. Bahkan, tim ini sempat mempermalukan Argentina dengan skor edan: 5-0. Mungkin ini pula yang membuat Maradona merinding dan meracau tak keruan. Apalagi, belakangan timnya sering kedodoran. Bahkan, bila Peru tak bermain sabun 2-2 dengan Paraguay, pemain Argentina, yang dua kali juara, itu dipastikan hanya mengikuti Piala Dunia 1994 lewat televisi di Buenos Aires ribuan kilometer dari stadion Dallas, AS.Ivan Haris

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum