Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Operan gaya dari brazil

Kesebelasan Kuwait dengan pelatihnya Antonio Lopez juara Asia 1980, mengadakan pertandingan uji coba di Jakarta, pemanasan untuk mempertahankan gelarnya di Singapura. (or)

1 Desember 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KESEBELASAN terkuat di Asia itu datang dengan 23 pemain terbaiknya. Di antaranya 12 pemain yang pernah memperkuat negaranya ke Kejuaraan Dunia 1982 di Spanyol. Didampingi 7 official dan 2 pelatih asal Brazil, kesebelasan Kuwait yang pada 1980 merebut gelar Juara Asia itu, Selasa pekan lalu, mampir untuk pertandingan uji coba di Jakarta. Ini kunjungan pertama mereka ke Indonesia. Tapi, entah mengapa, sambutan terhadap tim tangguh itu, yang mulai 1 Desember ini akan mempertahankan gelarnya di Singapura, tampak agak dingin. Tuan rumah, pengurus PSSI, sendiri tak begitu bergairah menyiapkan lawan setimpal buat mereka. Itulah sebabnya, dalam dua kali pertandingan di Stadion Utama Senayan, tak banyak penonton yang datang menyaksikan tim tamu dari negeri kaya minyak ini. Baik waktu mengalahkan Makassar Utama, klub liga peringkat kedua, dengan 3-0, Jumat malam pekan lalu, maupun ketika bermain seri 1-1 melawan PSSI Perserikatan, Senin malam pekan ini. Padahal, "Kami datang dengan tim terkuat di antara tiga tim nasional kami," kata Jousef Shamlan, 38, manajer tim. Di samping tim yang datang sekarang, dua tim nasional Kuwait lainnya adalah tim nasional di bawah 20 tahun dan di bawah 17 tahun. Dia, yang agak heran karena melihat sepinya minat penonton, mengaku, sebenarnya punya rencana menurunkan tim terbaiknya "untuk menyempurnakan uji coba" mereka. Namun, ini urung dilaksanakan, karena kemudian tahu mereka hanya dihadapkan dengan kesebelasan Nomor 2 di sini. Toh, mereka cukup puas dengan kesempatan main di Senayan itu. "Kami dapat pengalaman bertanding melawan kesebelasan yang teknik tak terlalu tinggi, tapi semangat bertanding mereka besar sekali," kata Antonio Lopez, pelatih utama Kuwait. Dia sudah sekitar 19 bulan melatih tim Kuwait, menggantikan pelatih sebelumnya Carlos Alberto Parreira. Muncul dengan kostum serba biru, tim asuhan pelatih Brazil ini, tak pelak lagi, memang tampak menjiwai pola permainan Brazil. Kerja sama lewat operan-operan pendek. Gaya Brazil, agaknya, sudah lekat betul pada pemain-pemain itu. Maklum, sejak 1972, Kuwait, berpenduduk 1,5 juta jiwa dan sebenarnya baru punya federasi bola (semacam PSSI di sini) pada 1952, dilatih dengan gaya Brazil tadi. "Langkah itu dimulai, setelah dilakukan studi khusus," kata Jousef Shamlan sang manajer tim tadi. Sebelum itu, menurut Jousef, yang juga menjadi direktur urusan olah raga Universitas Kuwait, mereka sudah mencoba pola permainan Eropa, seperti Inggris atau Cekoslovakia. Namun, semua pula itu belum pernah memuaskan. Baru setelah diadalan studi yang secara detail memperhitungkan fisik dan kebiasaan orang Kuwait, diputuskan menggunakan gaya Brazil. Langkah pertama dimulai dengan kampanye dan kemudian disusul dengan mengimpor pelatih Brazil. Yang pertama, 1972, diundang ke Kuwait, pelatih ternama Mario Zagalo. Pelatih yang 1958 pernah membuat Brazil jadi juara dunia inilah yang menanamkan dasar permainan bola ala Brazil di Kuwait. Usahanya diteruskan oleh Carlos Alberto Parreira, bekas tangan kanannya. Di tangan pelatih ini, yang waktu itu disebut-sebut dibayar dengan gaji sekitar Rp 20 juta sebulan, Kuwait memetik buah. Pada 1976, misalnya, mereka keluar sebagai Juara Piala Persia, sebuah kejuaraan yang diikuti beberapa negara Teluk. Lalu, 1980, Kuwait muncul sebagai Juara Asia setelah mengalahkan tim kuat Korea Selatan 3-0. Dan pada tahun yang sama mereka juga lolos ke Olimpiade Moskow. Hasil yang juga menggegerkan dibuat negeri berpendapatan kotor tertinggi di dunia ini sekitar US$ 22.000, pada 1983 - ketika mereka bersama Selandia Baru mewakili Asia Pasifik ke Kejuaraan Dunia 1982 di Spanyol. "Dengan hasil itu, kami puas dan tambah yakin, pola Brazil cocok buat kami," tutur Shamlan lagi. Itu pula alasannya mengapa ketika kontrak Carlos selesai 1983, mereka cepat mencari gantinya: Antonio Lopez, bekas pelatih klub Vasco da Gama, juara antarklub di Rio de Janeiro, 1982. Kini di negeri itu, yang besarnya cuma separuh Jawa Tengah, sedikitnya tercatat 2.000 pemain yang terus digodok dengan pola permainan dari negeri leluhur Pele itu. Dan perhatian pemerintah cukup besar. Khusus untuk bola saja setiap tahun pemerintah mendrop dana Rp 250 juta. "Dan tetap ada kemungkinan bantuan lain, jika memang diperlukan," kata Shamlan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus