MENGHUBUNGKAN antara pengangguran dan pemuda berandalan di satu
ujung dengan kelestarian alam dan lingkungan di ujung yang lain,
rasanya memang terlalu mengada-ada. Namun, adalah seorang Hubert
H. Humphrey (pernah kenal, almarhum Senator yang pernah Wapres
AS ini?) yang dalam tahun 1959 mengingatkan orang-orang bahwa
hubungan itu pernah ada, dan terbukti sangat besar manfaatnya
bagi semua pihak yang terlibat.
Waktunya, konon, adalah bulan Maret 1933, menjelang akhir dari
suatu era yang oleh orang Batak disebut jaman maleset (Malaise,
Depression), dan masih dalam "100 hari pertama gerakan New Deal
dari Presiden Roosevelt" yang sangat termashur itu.
Logikanya juga sederhana sekali.
Pada satu pihak, adalah para penganggur muda yang berdesakan ke
kota, dan mengalami kesukaran sendiri, lantas mulai menimbulkan
kesukaran bagi orang lain juga. Mereka menyia-nyiakan hidup
mereka sendiri, baiklah. Tapi sambil lalu mereka juga
menimbulkan kerugian yang tak terhingga besarnya, moral dan
material, bagi pemerintah dan para anggota masyarakat.
C.C.C.
Pada pihak lain, adalah kelestarian alam yang terus-menerus
terancam dan terganggu. Gunung-gunung jadi gundul. Sungai-sungai
menghanyutkan lapisan tanah tersubur ke danau-danau dan
muara-muara. Danau dan muara jadi dangkal. Hutan-hutan tak
terpelihara. Kebakaran hutan menjadi lumrah.
Dimunculkanlah ide mendirikan kamp-kamp kelestarian alam untuk
dihuni para pemuda penganggur yang hampir berandalan ini seIama
satu tahun. Ide ini dijual pada masyarakat (istilah sekarangnya:
dimasyarakatkan) dengan semboyan-semboyan dan atribut-atribut
yang menarik. Dalam waktu singkat terbentuklah Korps Konservasi
Sipil (C.C.C, Civilian Conservation Corps), dan beberapa minggu
kemudian diguntinglah pita pada kamp yang pertama, Camp
Roosevelt, kira-kira dua jam berkendaraan ke barat dari
Washington DC.
Duaratus penganggur tersalurkan! Tapi siapa yang harus mengawasi
serta memimpin mereka? Orang-orang sipil rasanya tidak akan
mampu. Militer mungkin sekali akan terlalu kaku. Ada akal:
militer yang sudah jadi sipil, alias pensiunan. Yang punya
konduite baik selama tugas militernya, segera dipanggil kembali,
dan dikontrak pertahun, setelah mengalami masa training.
Ternyata hasilnya luar biasa. Baru beberapa bulan saja berjalan,
permintaan kamp baru sudah sedemikian meningkatnya, sehingga
segera dibuka puluhan kamp lagi. Pada tahun berikutnya,
penganggur yang melamar sudah meroket menjadi 300.000 orang
cukup untuk 1.500 kamp baru a' 200 orang. Ketika pada tahun 1942
program ini dibubarkan karena para pemuda dan penganggur
terpanggil untuk melayani Perang Dunia II, lebih dari 3 juta
pemuda telah berpartisipasi masing-masing selama setahun di
hampir 2.600 buah kamp.
Hasilnya?
Ini perhitungan laba-ruginya.
Selama 9 tahun itu pemerintah memang mengeluarkan uang yang
sangat banyak untuk uang saku, ongkos-ongkos, peralatan dan
sebagainya. Terhitung semua sebesar hampir 3 milliard dollar!
Tapi ini yang dihasilkan: mereka menanam lebih dari 3 milliard
pepohonan membuat 250.000 kilometer jalan tikus dan jalan
penyekat kebakaran hutan memasang 136.000 Km kawat telepon,
mendirikan 4.000 menara pengawas kebakaran hutan 45.000
jembatan dan puluhan ribu bangunan lainnya membuat berjuta-juta
chek-dams kecil-kecilan untuk melawan erosi melestarikan 1,6
juta hektar hutan dengan melakukan penebangan-penebangan
penjarangan dan banyak lagi.
Seandainya di Amerika waktu itu ada suku-suku terasing, tentu
jalan ke lokasi mereka dibuatkan. Seandainya ada transmigrasi,
tentu lokasi untuk mereka matangkan lebih dahulu, bahkan mungkin
mereka akan tegak berbaris menyambut para transmigran tiba di
tempat itu. Seandainya ada pencurian-pencurian kayu, tentu dapat
dihalangi. Seandainya para pemegang HPH tidak bekerja menurut
kontrak, tentu segera ketahuan. Seandainya ada danau yang
menyempit, mendangkal serta dipenuhi eceng-gondok, tentu mereka
akan menanggulanginya.
Ada keuntungan besar lainnya. Lebih dari 3 juta pemuda yang
sudah berdiri antri di ambang pintu kebejatan dan maksiat,
setelah satu tahun bergumul dengan tangan dan pacul di hutan,
ternyata keluar dari sana sebagai orang yang percaya diri
sendiri, mencintai alam dan sesama manusia, serta memiliki
sekelumit ketrampilan sebagai bekal hidup dan bekal untuk lebih
memperbaiki hidup mereka sendiri. Bahkan pada tahun 1959, ketika
Senator Humphrey menyampaikan kabar ini, sudah ada "alumni" CCC
ini yang jadi Senator!
Dan para "alumni" ini bangga akan "sekolah" mereka itu. Setiap
tahun sampai saat ini, selalu ada "reuni", mengunjungi kembali
kamp-kamp mereka yang tua dan penuh nostalgia itu, mengenang
kembali masa-masa mereka berjuang untuk melestarikan negeri
mereka, dan sekalian diri mereka sendiri.
Amerika Serikat tahun 1933 memang sangat jauh berbeda dengan
Indonesia tahun 1979. Boleh dikatakan tidak ada persamaannya
sama sekali. Negerinya lain. Bangsanya lain. Bahasanya lain.
Jamannya pun sudah lain. Kalau dulu mereka pakai sekop dan
pacul, sekarang kita sudah punya traktor dan bahkan Palapa.
Tapi, apakah cerita kecil ini, yang saya pungutkan dari tulisan
Hubert H. Humphrey, A Plan to Save Trees, Land, and Boys yang
muncul di majalah Harper bulan Januari 1959, tidak mengetuk
sesuatu di sanubari kita?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini