SUDAH empat bulan para atlet berkumpul di Pelatnas Senayan. Tapi prestasi yang dihasilkan, baru ribut-ribut sesama pengurus. Kali ini pangkal soalnya adalah: duit. "Kita diberi target juara umum, tapi duitnya mana? Itu butuh uang," kata Wakil Sekjen KONI Pusat, Timbul Thomas Lubis. Ali Said, wakil ketua umum organisasi olah raga itu, pekan lalu, memperkuat pula keluhan itu. "Wajar saja, 'kan, tanpa dana tidak mungkin kita berbuat macam-macam," katanya. Menurut Ketua Umum PTMSI (tenis meja) itu, untuk menyelanggarakan SEA Games ke-14, di Jakarta, September yang akan datang, serta menyiapkan atlet Indonesia, dibutuhkan dana Rp 9 milyar. Padahal, dana yang sudah turun baru Rp 2 milyar. Yaitu Rp 1,5 milyar sumbangan Porkas dan sisanya dari uang kas KONI. Jawaban datang dari Kantor Menpora, selaku lembaga pemerintah yang menyalurkan dana untuk menghadapi SEA Games ke-14 ini. Asisten Menpora, M.F. Siregar, berkata, "Sepuluh milyar juga kurang kalau diturutin." Tapi dalam kondisi keuangan paceklik seperti sekarang, pemerintah mengharapkan kerja sama dan pengertian dari pembina dan para atlet. "Kalau tak ada uang, mau apa? Memangnya kita harus teriak-teriak?" kata Siregar. Perselisihan dimulai ketika KONI membuat anggaran untuk menyiapkan kontingen SEA Games yang terdiri dari 632 atlet dan 108 ofisial. Kontingen sebesar ini akan mengikuti 27 (semua) cabang olah raga, dengan target: merebut kembali gelar juara umum yang lepas ke tangan Muangthai dalam pesta olah raga Asia Tenggara itu di Bangkok, dua tahun yang lalu. Usulan anggaran itu berjumlah Rp 6,7 milyar, lebih dari dua kali lipat dibanding persiapan menghadapi SEA Games Bangkok 1985 yang cuma Rp 3 milyar (dengan anggota kontingen 390). Uang yang Rp 3 milyar itu sudah meliputi ongkos hotel dan menerbangkan kontingen dari Jakarta ke Bangkok. Di kantor Menpora, usulan anggaran itu diobrak-abrik, sehingga tinggal Rp 5,5 milyar. Pos mana saja yang disunat, Siregar tak mau memperjelas. "Yang menurut kami tidak terlalu penting, kami coret," katanya. Ternyata, Departemen Sosial yang turut menyumbang kegiatan olah raga itu hanya menyediakan uang Rp 4,5 milyar. Seluruhnya dari Porkas. "Merupakan suatu tantangan untuk berjuang dalam keadaan sulit seperti ini," ujar Siregar, yang juga Ketua PRSI (induk organisasi olah raga renang). Celakanya, menurut Sekjen KONI, Mohamad Sarengat, penyaluran dana yang sudah ada pun dari kantor Menpora ke KONI tersendat-sendat. Menpora meminta lebih dulu pertanggungjawaban uang yang telah dipakai KONI, baru permintaan dana baru dicairkan. Padahal, ini masih menurut Sarengat, urusan bukti pembayaran dengan atlet bukan soal gampang. Untuk contoh, ada atlet yang tak mengembalikan tiket pesawat terbang dengan alasan sudah hilang, "Tapi apa dengan begitu dana kita disetop di tengah jalan," kata bekas pelari tercepat Asia itu garang. Akibatnya, berbagai cabang olah raga telantar. Peralatan untuk cabang layar dan dayung yang mesti diimpor sampai kini belum terlaksana, sehingga para atlet berlatih cuma dengan sebuah perahu layar bekas di Ancol. Untuk menghadapi kejuaraan layar Asia di Jakarta, Agustus mendatang, yang akan dijadikan ajang uji kemampuan sebelum terjun ke SEA Games, para atlet diinstruksikan KONI mempersiapkan diri dengan peralatan layar milik pribadi. Pertina juga tak mengirimkan petinjunya ke turnamen Piala Raja di Bangkok yang berakhir pekan lalu, karena tak punya duit. Padahal, event yang diikuti petinju tangguh dari Uni Soviet, Kor-Sel, Afrika, dan Muangthai, sungguh arena yang cocok untuk menguji petinju SEA Games Indonesia itu. Berbagai cerita suram lainnya terdengar dari Pelatnas Senayan. Misalnya, banyak pelatih tak siap dengan program, sehingga latihan pun berlangsung seadanya, ada atlet yang meninggalkan Pelatnas karena melihat suasana latihan centang-perenang. Sampai pekan ini, baru 90% dari jumlah atlet yang berada di Pelatnas. Padahal, waktu tinggal lima bulan, belum terhitung latihan yang terganggu selama bulan Puasa. Surono, Ketua Umum KONI Pusat mengatakan bahwa Pelatnas belum ditangani dengan konsentrasi penuh, karena kesibukan menghadapi pemilu. "Setelah pemilu baru seluruh perhatian bisa dicurahkan untuk membenahi olah raga menghadapi SEA Games," katanya dalam rapat pengurus KONI, Sabtu yang lalu, untuk menanggapi memorandum yang dikeluarkan wartawan olah raga dari kelompok Siwo-PWI Jakarta. Pekan lalu, grup wartawan itu mengecam kemandekan Pelatnas itu, dan sempat ditanggapi dengan nada emosional oleh Sekjen KONI, M. Sarengat. Tapi Presiden Soeharto sudah lebih dulu memberi perhatian pada Pelatnas. Sejak pertangahan bulan lalu, keluar Inpres nomor 2 tahun 1987, yang menginstruksikan beberapa menteri -- di antaranya Menpora, Menteri Sosial, dan Mendagri untuk merumuskan berbagai langkah guna menyukseskan SEA Games. Sebagai penanggung jawab ditunjuk Menpora. Inpres itu juga mengatur pembagian tugas: KONI untuk menyiapkan kontingen, sedangkan sebagai panitia pelaksana (OC) SEA Games ditunjuk Gubernur DKI. Ini berbeda dengan SEA Games Jakarta, 1979, ketika semua kegiatannya, baik OC maupun kontingen, ditangani KONI. Untuk menghadapi pesta kali ini pun, sebetulnya, tahun lalu, KONI sudah mengeluarkan 2 buah SK: no. 70 dan 70 A. Isinya, memberikan peranan kepada KONI, sebagaimana yang terjadi tahun 1979, dengan Surono sebagai Ketua Umum OC. Beda kedua SK cuma, masuknya Gubernur DKI Soeprapto, sebagai anggota OC. Ini pertama kali sebuah Inpres mengatur SEA Games. Menurut M.F. Siregar, Inpres itu akan menimbulkan semangat kebersamaan. "Sulit bagi KONI bekerja sendirian dalam keadaan sulit seperti ini," katanya. Untuk pelaksanaan SEA Games, Pemda DKI akan mengedrop biaya dari APBD tahun ini Rp 5 milyar. Sehingga, pengurus KONI bisa lebih berkonsentrasi menyiapkan atletnya, daripada sibuk mengurus katering dan hotel para tamu. Amran Nasution, Laporan Toriq Hadad & Sayadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini