Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Pertarungan menembus batas umur

Petinju george foreman 42, menantang juara dunia kelas berat evander holyfield. wawancara majalah playboy dengan bekas pendeta tentang karir tinju dan persiapannya.

20 April 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

George Foreman selangkah lagi menjuarai kelas berat dunia. Mampukah pendeta 42 tahun itu meng-KO-kan Evander Holyfield di ronde kedua, 19 April mendatang? Sebuah mission impossible. ADA lelucon ketika George Foreman kembali ke ring tinju pada 1987. "Foreman terlalu gemuk. Kalau ia berbaring di pantai, Greenpeace mungkin akan menyeretnya kembali ke laut," begitu ejek pers Amerika, yang menyamakan Foreman dengan seekor ikan paus. Waktu itu beratnya 133 kg, hampir 25 kg lebih berat dibanding ketika ia merebut gelar juara dunia dari Joe Frazier dengan kemenangan KO ronde kedua di Kingston, Jamaika, 1973. Ternyata, 10 tahun absen dari ring tak mengurangi keganasan "sang paus". Sejak comeback, Big George -- kini berbobot 125 kg dengan tinggi 190 cm -- - sudah menghajar 24 lawan, 23 kali di antaranya KO. Dan, 19 April nanti di Atlantic City Convention Centre, sejarah menunggu: akankah lahir juara dunia baru kelas berat berusia 42 tahun? Agak mustahil, memang. Kecuali, Big George mampu merobohkan Evander Holyfield, juara dunia kelas berat sekarang, yang lebih muda 14 tahun. Sebagai perbandingan, Holyfield sudah "berantam" 25 kali tanpa kalah, 21 kali di antaranya dengan KO. Foreman jauh lebih sering bertanding, 69 kali dan kalah dua kali -- dari Muhammad Ali dengan KO ronde kedelapan di Kinsasha, Zaire (1974) dan dari Jimmy Young dengan angka, di San Juan, Puerto Rico (1977) -- dan sudah 65 kali memukul KO lawannya. Rekor Foreman tampak meyakinkan. Pada masa silam, juara tinju seperti Ken Norton atau Joe Roman dihantam roboh. Namun, 24 lawan terakhirnya adalah petinju yang di AS sana dikenal dengan istilah "tomato cans" alias petinju ayam sayur -- langganan KO untuk "memperbaiki" rekor lawan. Lawan yang agak "berbunyi" namanya mungkin Gerry Cooney, bekas penantang juara dunia, yang dibantai Foreman di ronde kedua tahun lalu. Atau Dwight Muhammad Qawi yang juga dihajar roboh pada Mei 1988. Sejak itu, kadang-kadang dua petinju kelas "pasar malam" dilalapnya dalam jangka waktu hanya sebulan. Ia berlatih sangat keras. Seolah ingin menebus masa sepuluh tahun yang "telantar" lantaran ia jadi pendeta di Houston. Sejak kalah dari Jimmy Young, pemegang medali emas kelas berat Olimpiade Meksiko 1968 itu total berhenti dari ring dan keluar masuk gereja sebagai pendakwah. "Ketika itu saya tak melihat pilihan lain. Saya putus asa, seperti sendiri di laut luas," ujar ayah sembilan anak ini -- yang laki-laki semua bernama George. Rumahnya di Houston dan Beverly Hills dijual. Ranch miliknya di Livermore, California, juga "dilego", juga beberapa mobil mewah. "Pada 1977 itu, saya berhenti nonton TV," ujar Foreman. Semua TV di lima ruangan rumah ia jual. "Sebagai pendeta saya tak punya waktu untuk nonton TV karena saya harus selalu bicara. TV hanya menyumpal mulut saya," kata Foreman lagi. Agaknya, ini cara Foreman untuk membunuh keinginannya bertinju -- dunia keras yang sudah memberinya US$ 12 sampai 15 juta sebelum mundur. Pada 1984, ia mendirikan George Foreman Youth and Community Centre. Ini lembaga nonprofit untuk anak-anak miskin melakukan berbagai kegiatan. Namun, ketika Foreman harus menyubsidi terus lembaga itu, akuntan pribadinya berkata, "Kalau terus begini, Anda akan segera menjadi Joe Louis." Petinju legendaris Joe Louis di masa tua harus menjadi pembuka pintu sebuah hotel di Las Vegas. Maka, Foreman melirik lagi sarung tinju yang sudah digantung, perlengkapan latihan yang sudah berdebu dilap lagi. Rupanya, Foreman memilih "jalan yang benar". Gemerincing dolar mengalir lagi ke koceknya. Partainya melawan Holyfield adalah partai termahal yang pernah digelar di hotel dan kasino milik Donald Trump itu. Dari 21 ribu penonton diharapkan masuk US$ 12 juta. The battle of the age itu akan disaksikan 16 juta manusia lain lewat siaran televisi, oleh TVKO, jaringan televisi baru milik Time Warner Sports. Dan ini mendatangkan US$ 36 juta. Shelly Finkel, penasihat keuangan Holyfield, memperkirakan partai Foreman-Holyfield akan mendatangkan pemasukan kotor sekitar US$ 75 juta. Bayaran untuk Holyfield US$ 20 juta dan US$ 12,5 juta akan diterima Foreman. Pemasukan tertinggi saat ini dicatat partai Mike Tyson melawan Michael Spinks (1988) sebesar US$ 70 juta. Akankah Foreman mengalami nasib yang sama seperti Muhammad Ali atau Sugar Ray Leonard ketika mencoba merampas gelar juara lagi? Ini yang menarik ditunggu. Dialah penantang gelar juara dunia tertua sampai kini. Yang berbeda antara Foreman pada tahun '70-an dan sekarang: ia sekarang banyak bicara. Mengapa ia sebenarnya comeback, apa yang dicari pendeta ini? Majalah Playboy edisi terbaru mewawancarai Foreman di sasananya. Inilah beberapa petikannya. Anda kuat dan besar, tapi Anda sudah tua. Tidakkah Anda merasa terlalu tua untuk gelar juara? Saya pikir Anda harus berkata, "George, kamu besar dan kuat dan tua." Anda harus menghilangkan kata "tapi". Saya akan membuat tiap orang menghilangkan kata "tapi" itu. Mengapa? Bagaimana mungkin Anda akan jadi petinju sehebat ketika menjadi juara di usia 27 tahun? Saya senang di usia 42 tahun. Saya lebih mapan dibanding di usia 20-an. Saya petinju yang lebih baik, salesman yang lebih baik, dan manusia yang lebih baik. Pukulan saya lebih cepat dibanding ketika muda. Saya bisa memukul knock out lawan dengan pukulan yang tak bisa ia lihat. Itu karena lawan Anda adalah petinju ayam sayur.... (Tertawa) Benar begitu? Kalaupun mereka ayam sayur, saya tetap akan memukulnya. Kalau mereka tak sungguh-sungguh mau bertarung, mereka akan pergi dari tinju. Muhammad Ali dijuluki The Greatest karena ia memukul semua lawan dan tak pernah meremehkannya. Saya tak akan berkelahi dengan petinju yang tak memacu saya untuk memukul. Sekarang Anda tahu, mengapa saya akan melawan Holyfield. Kedengarannya Anda seperti tak peduli pada Holyfield? Oh, tidak. Saya suka dia, saya belum pernah mendengar Holyfield memberi kesulitan pada saya. Anda tahu, anak saya bernama George Jr., George III, George IV, dan George V. Kalau saya mendapat satu anak laki-laki lagi, akan saya namai dia Evander. Anda punya strategi khusus melawan Holyfield? Tidak. Kelebihan saya dari semua petinju adalah saya mampu memukul mereka knock out. Kalau saya pukul lawan pada bahu, dagu, telinga, itu akan menjatuhkan. Kalau Holyfield menyembunyikan dagunya, telinganya saya hantam, dia akan jatuh. Dulu, Anda terus-menerus memukul lawan begitu gong berbunyi. Apakah sekarang Anda punya style lain? Tentu. Saya tak berkelahi seperti 15 tahun lalu. Saya punya style yang menekankan pada seni bertahan seperti boxer sejati. Tapi melawan Holyfield saya akan jadi fighter sejati, seperti sebuah tank. Satu-satunya cara mengalahkan saya, siapkan tank lebih besar. Holyfield akan KO di ronde kedua. Penonton sudah membayar mahal, okelah ronde pertama untuk show, tapi di ronde kedua mereka sudah harus pergi dari stadion. Anda sekarang banyak bicara seperti Ali dulu, Anda seorang salesman yang baik agaknya. Pada 1977, saya berhenti dan jadi pendeta di pojok-pojok jalan. Saya potong kumis dan rambut saya, sampai tak seorang pun mengenali saya. Ini membuat saya kesal. Saya pikir saya harus bilang keras-keras, "Hei, saya George Foreman, orang yang menantang Muhammad Ali. Benar saya kalah. Tapi Foreman akan membawamu ke Yesus." Baru mereka menoleh. Ini tak akan terjadi kalau saya mengalahkan Ali di Zaire. Dan keinginan jadi juara ini yang membuat saya kembali ke ring. Kalau Anda mengalahkan Holyfield, Mike Tyson sudah menunggu, dengan US$ 25 juta untuk Anda. Apakah Anda mau bertarung melawan Tyson? Tyson sudah mati. Zaman Tyson sudah lewat. Keinginan membangkitkan Tyson lagi mengingatkan saya pada cerita bagaimana dinosaurus sudah dicari sebelum punah. Tyson tak ada dalam kamus saya. Ketika saya naik ring lagi, kebutuhan saya, selain uang, adalah jadi juara. Itu akan tercapai kalau Holyfield saya kalahkan. Kalau hanya uang, saya sudah berhenti saat dapat sejuta dolar ketika melawan Gerry Cooney. Kalau saya juara, saya berhenti, untuk kembali lagi nanti, mungkin di usia 56 tahun, untuk mencoba lagi. Jangan tertawa, saya serius. Toriq Hadad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus