Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Pijitannya Khusus

Tan Chin Hoat dan Sutrisno dikenal ahli pijat olahragawan. Para atlet perlu didampingi masseur. tapi perhatian organisasi oleh raga masih kurang. (or)

3 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAN Chin Hoat, ayah bekas pemain PSSI, Tanoto, terkenal juga dulu di stadion. Dalam usianya menjelang 78 tahun, ia memang tidak bermain sepakbola lagi. Tahun 1925, "Saya masih muda waktu itu, jadi korban permainan kasar. Saya menghadap seorang ahli pijat. Sambil berobat, saya perhatikan bagaimana teknik pijat itu," ungkap Chin Hoat. Sejak itu ia dapat panggilan memperdalam pengetahuan ilmu faal tubuh (anatormi). Kemudian ia menjadi tukang pijat di SUB (Persebaya) Surabaya. Sampai sekarang Tan Chin Hoat masih membuka praktek pijat di rumahnya, Jalan Lembang Jakarta. Sebagian pasiennya tidak dikenakan bayaran. Banyak pula orang yang pernah berguru padanya, tapi yang dianggapnya lulus baru 10 orang. Termasuk beberapa lulusan Fakultas Kedokteran. "Pada prinsipnya kami melakukan pijat untuk sosial," kata Rudy Pekerti yang baru lulus jadi dokter. Atlet yang pernah dipijat di rumah Chin Hoat banyak. "Kami tidak ingat namanya. Sebab, kalau mereka datang kemari, yang ditanyakan sakitnya, bukan namanya," kata Chin Hoat. Selain olahragawan, Tan Chin Hoat dan murid-muridnya juga biasa menerima pasien umum. Jenderal (purn.) A.H. Nasution yang keseleo kakinya sewaktu melarikan diri dari sergapan Gestapu tahun 1965 pernah diurut Tan Chin Hoat. Di rumahnya memang terpajang sebuah piagam penghargaan dari Nasution karena jasanya itu. Tapi Tan Chin H oat masih mengeluh. Perhatian organisasi olahraga Indonesia, katanya, masih kurang terhadap masseur atlet. Di sekolah olahraga, pijat tentu termasuk pelajaran yang penting. Pijat memang tidak akan membuat olahragawan lebih kuat, "tapi dapat membuatnya lebih berada dalam kesegaran," kata Drs. Sutrisno, dosen STO Jakarta. Di STO, antara lain mahasiswa diharuskan menguasai ilmu faal tubuh (anatomi), ilmu hayat (fisiologi) dan ortopedi (ilmu tulang). Kemudian pada mereka diajarkan teknik pijat yang disebut grip. Jenis grip bermacam-macam. Ada skin rolling (kulit diplintir dengan jari), eflorase (menekan sambil menggosok pembuluh darah balik -- vena -- ke arah jantung), petrisake (memijat dengan meremas-remas setumpuk otot/daging), friksi (tekan otot sambil diputar seperti mencubit), shaking (tekan otot lalu digoyang-goyang), dan sebagainya. Feeling & Touch Untuk menjadi pemijat yang baik, memang tidak sembarang orang berbakat. "Ia harus mempunyai feeling dan touch yang baik," kata Sutrisno. Ia sendiri pernah menjadi peminat pembalap sepeda di IPSI, kemudian atlet bulutangkis di PBSI. "Tjuntjun, Ivanna, Ruth Damayanti, Taty Sumirah pernah datang ke sini," kata Sutrisno yang mendiami perumahan dosen STO di Senayan. Olahraga di Indonesia memang masih banyak bersifat amatir, sehingga dari pemijat pun dituntut amatirisme. "Mungkin karena itu tidak banyak lulusan STO ingin jadi masseur," kata Sutrisno yang kini juga menjadi pemijat di klub Galatama Arseto. Rekannya, yang sama-sama belajar pijat ala Swedia dari E. Thiells di RS Pusat Cacad Yogya, Idi Hadian menjadi juru pijat klub Warna Agung. Juga menjadi masseur PSSI, Idi Hadian mengatakan, "Atlet olahraga body-contact, seperti sepakbola, basket dan karate, perlu didampingi masseur." Atlet memang bisa memanfaatkan panti pijat tradisional, "tapi segi teknik pijat olahragawan tidak dikuasai semua juru pijat di situ," kata Idi Hadian yang sering diundang menatar kaum tunanetra. Nasihatnya antara lain: bagian yang sakit atau memar, tidak boleh dipijat. Masseur harus mencari pangkal otot. Kalau keseleo di engsel kaki, pangkal otot di bawah lutut yang dipijat. Keseleo di lutut atau memar di paha, pangkal otot di bawah pinggullah yang harus dipijat. "Kalau kita memijat bagian yang memar, kita akan menambah rangsangan nyeri. Apalagi kalau tulang di bagian itu retak, pijatan di situ mungkin semakin menghancurkan tulang," demikian Idi Hadian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus