Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Pirang, Cepat, dan Menakjubkan!

Pembalap wanita kembali menjajal Formula 1 setelah absen dua dekade. Bagaimana peluangnya?

31 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wanita berambut pirang itu hanya memakai celana pendek dan jaket cokelat saat datang ke garasi tim Williams di Grove, Oxfordshire, Inggris, awal Maret lalu. Ia segera duduk di atas helm dan melonjorkan kedua kakinya. Perhatian Susie Wolff, demikian namanya, segera tersedot pada mobil FW36 yang tengah diutak-atik seorang montir. Sesekali ia mengibaskan tangan. "Saya tidak suka bau bensin," katanya.

Menjadi satu-satunya wanita di garasi tim Williams hari itu, dengan sepatu hak tinggi pula, Susie tampak mencolok. Bukan, dia bukan grid girl—wanita yang biasa mendampingi pembalap di sirkuit sebelum balapan dimulai. Dia, perempuan 31 tahun itu, adalah orang yang akan mengemudikan FW36 di lintasan balap. Ya, dia pembalapnya!

"Selalu ada kesan wanita berambut pirang seperti saya lebih pantas berjalan di atas catwalk ketimbang menjadi pembalap," ujar Susie memaklumi. "Itu wajar, sih, karena memang tidak banyak wanita di sini."

Susie menjadi perhatian dunia ketika tim Williams akhir Februari lalu memasukkan namanya ke daftar test driver Formula 1. Dia akan mengikuti sesi latihan seri ke-9 grand prix di Inggris pada 6 Juli dan seri ke-10 di Jerman pada 20 Juli. Itu berarti dia wanita pertama yang secara resmi tampil di arena Formula 1 dalam 22 tahun terakhir—sejak penampilan Giovanna Amati dari Italia pada 1992.

Banyak yang menduga Williams merekrut Susie karena ia istri petinggi di tim tersebut, Toto Wolff. Tapi tudingan itu mentah saat tim menyodorkan jejak panjang Susie di trek balap.

Susie lahir di Skotlandia pada 6 Desember 1982. Ia sudah akrab dengan dunia otomotif sejak berusia 2 tahun. Maklum, ayahnya adalah pencinta balap, juga pemilik bengkel dan toko sepeda motor.

Pada usia 8 tahun, Susie mulai kebut-kebutan dengan gokar. Ia menekuninya hingga remaja. Sejumlah trofi pun ia raih. Pada usia 19 tahun, ia direkrut tim Formula Renault, lalu loncat ke Formula 3 tiga tahun kemudian. Pada 2006, Susie menjajal DTM—kejuaraan touring terbesar di Jerman. Namanya makin berkilap saat tim Williams mengontraknya sebagai development driver pada April 2012.

Ini bukan tugas mudah. Sebab, selain harus lihai mengendalikan FW35—harganya mencapai 150 juta pound sterling—ia mesti bisa mendeteksi semua kekurangan mesin. Dari saran dan masukannya itulah FW35 kemudian disempurnakan menjadi FW36. Mobil ini bisa dipacu hingga 350 kilometer per jam hanya dalam hitungan detik.

"Susie adalah bagian paling berharga dalam daftar pembalap kami," kata Direktur Teknik Williams, Pat Symonds. Tak hanya terhadap kepekaannya pada mesin, Pat juga memuji kelihaian Susie melalap sirkuit.

Susie menunjukkan buktinya di arena Silverstone tahun lalu. Dia hanya membutuhkan waktu 52,34 detik untuk melahap lintasan. "Luar biasa," ujar pembalap tim McLaren, Lewis Hamilton, saat itu.

Itulah yang membuat tim Williams kepincut mempromosikannya dari development driver menjadi test driver musim ini. "Ini mimpi saya selama bertahun-tahun," kata Susie.

Formula 1 sejatinya memang tidak didesain buat wanita. Sebab, untuk memacu mobil berbobot 600 kilogram yang bisa menyemburkan tenaga hingga 760 tenaga kuda selama dua jam (waktu rata-rata yang dibutuhkan dalam sekali balapan) itu, diperlukan daya tahan, respons, serta konsentrasi ekstra.

Ketika mobil balap melesat di sirkuit, suhu di kokpit bisa mencapai 50 derajat Celsius. Ini membuat seorang pembalap rata-rata kehilangan 2-3 liter cairan tubuh. Efeknya, mereka bisa mengalami dehidrasi dan kehilangan konsentrasi.

Pada saat bersamaan, pembalap juga harus memainkan tuas persneling. Mereka rata-rata melakukan 2.000 kali perpindahan gir di sirkuit biasa. Di sirkuit Monaco, yang sempit dan penuh tikungan, perpindahan gir bahkan mencapai 3.500 kali.

Selain itu, empasan angin yang menerpa wajah ketika jarum speedometer menyentuh angka 300 km/jam bisa membuat leher patah. Entakan angin superdahsyat ini—kecepatan badai Katrina saja hanya 280 km/jam—disebut g-force.

Situs sporting99.com menyebutkan energi yang diperlukan untuk memperlambat laju mobil dari kecepatan 315 km/jam menjadi 100 km/jam dalam hitungan detik bisa membuat seekor gajah melompat hingga 10 meter ke udara. "Dibutuhkan otot-otot yang kuat, terutama di bagian leher dan tubuh bagian atas, untuk mengendalikan mobil Formula 1," ujar dokter tim Toro Rosso dan Lotus, Riccardo Ceccarelli.

Meski berat, menurut Ceccarelli, wanita tetap berpeluang mengendalikan mobil tersebut—asalkan mau berlatih. "Jika wanita bisa menerbangkan jet tempur, mereka pun bisa mengendalikan Formula 1."

Dan itulah yang dilakukan Susie. Wanita berbobot 50 kilogram ini berlatih dua jam sehari—dari melempar-lempar bola seberat 6 kilogram hingga berdiri di ayunan sambil menarik beban berlatih keseimbangan.

Ia juga secara khusus melatih kekuatan lehernya hingga bagian itu tampak lebih besar daripada milik wanita lain. "Saya baru menyadarinya saat mencoba gaun berkerah rendah," kata Susie, tertawa.

Di luar sirkuit, Susie tak berbeda dengan wanita lain. Ia suka mencoba berbagai model pakaian terbaru, dari keluaran Roland Mouret hingga Emilia Wickstead. Majalah Vogue sampai menjulukinya "Fast and Fabulous".

Susie bukan satu-satunya pembalap wanita di arena Formula 1. Ada Simona de Silvestro, yang direkrut tim Sauber pada awal Februari lalu. Namun wanita 25 tahun ini baru akan turun musim depan.

Simona, seperti Susie, punya jejak panjang di dunia balap. Sebelum menjadi bagian tim Sauber, ia malang-melintang di arena balap IndyCar Series. Bahkan ia meraih gelar Rookie of the Year pada 2010.

Kehadiran Susie dan Simona di arena balap Formula 1 ini disambut gembira bos tim Sauber, Monisha Kaltenborn. "Saya berharap bisa melihat lebih banyak wanita tampil di arena ini," ujar Kaltenborn.

Dan, ah, Kaltenborn juga fenomena unik di Formula 1. Wanita berdarah India berpaspor Austria ini perempuan pertama yang memimpin tim Formula 1. Itu terjadi ketika dia memborong 33 persen saham tim tersebut pada April 2010.

Kaltenborn kini juga menjadi duta wanita untuk Fédération Internationale de l'Automobile—badan yang membawahkan kegiatan olahraga balap motor. Tugasnya mendongkrak jumlah wanita di arena balap. Kehadiran kaum Hawa di lintasan Formula 1 memang bisa dihitung dengan jari. Sejak Formula 1 digelar 64 tahun lalu, hanya ada tujuh wanita—termasuk Susie dan Simona—yang pernah terlibat. Bandingkan dengan pembalap pria, yang mencapai 822 orang.

Kaltenborn yakin wanita memiliki potensi yang sama. "Satu-satunya yang mereka butuhkan hanya peluang," katanya. Toh, dia tahu diri bahwa para perempuan belum akan mampu menyaingi dominasi pria. "Masih terlalu jauh," ujarnya. Tapi mengalahkan pria, setidaknya saat ini, memang bukan tujuan utama. Mari simak pengakuan Susie. "Ketika saya masuk ke kokpit, yang saya pikirkan hanya melaju secepatnya, menikmati lonjakan adrenalin di tubuh. Saya tidak peduli apakah di depan saya pembalap pria atau wanita!"

Hmmm, rasanya tekad semacam itulah yang akan membuat para perempuan ini tak akan menyerah. Susie hanya ingin memahami satu hal: saat di sirkuit, yang terpenting adalah siapa yang paling cepat. Dan bukan apa jenis kelaminnya. "Sebab, di balik helm, semuanya sama!" katanya.

Tos!

Dwi Riyanto Agustiar (Formula1, Telegraph, Huffingtonpost, Sky Sports)


5 Srikandi Formula 1

1. Maria Teresa de Filipis
Tim: Maserati, Porsche
Musim: 1958-1959
Penampilan: 5 kali
Posisi terbaik: Peringkat 10

2. Maria Grazia "Lella" Lombardi
Tim: March, RAM, Williams
Musim: 1974-1976
Penampilan: 17 kali
Posisi terbaik: Peringkat 6

3. Divina Mary Galica
Tim: Surtees, Hesketh
Musim: 1976-1978
Penampilan: 3 kali
Posisi terbaik: -

4. Desiré Randall Wilson
Tim: Williams
Musim: 1979
Penampilan: 1 kali
Posisi terbaik: -

5. Giovanna Amati
Tim: Brabham
Musim: 1992
Penampilan: 3 kali
Posisi terbaik: -

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus