Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanda-tanda penanganan pidana manipulasi pajak Asian Agri bakal berhenti pada Suwir Laut muncul Kamis tiga pekan lalu. Pengirimnya orang nomor satu di jajaran Jaksa Pidana Umum, Basuni Masyarief. Setelah meresmikan Sentra Penegakan Hukum Terpadu penanganan perkara pemilihan umum di kantor Badan Pengawas Pemilu, Basuni, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, menyatakan telah menghentikan penanganan perkara pidana penggelapan pajak yang menyeret delapan petinggi Asian Agri Group. Alasannya, vonis terhadap Suwir Laut sudah mewakili kejahatan pajak Asian Agri. "Tujuh yang lain itu sudah terabsorpsi oleh Suwir Laut," katanya kepada Tempo.
Suwir adalah Manajer Pajak Asian Agri yang sudah dijatuhi hukuman pada Desember 2012. Mahkamah Agung memutus Suwir bersalah—terbukti memanipulasi laporan pajak dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,25 triliun. Mahkamah juga mendenda Asian Agri dua kali pajak yang tak dibayarkan atau senilai Rp 2,5 triliun.
Dalam kasus ini, sebenarnya Penyidik Direktorat Jenderal Pajak sudah menetapkan delapan rekan Suwir sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Cabang Asian Agri Jakarta Eddy Lukas; Manajer Operasi Linda Rahardja; Direktur Djoko Soesanto Oetomo; direktur dua anak perusahaan Asian Agri, PT Tunggal Yunus Estate dan PT Mitra Unggul Pusaka, Andrian; Manajer Penanaman Willihar Tamba; Laksamana Adhyaksa; Manajer Perencanaan Tio Bio Kok; serta Direktur Utama PT Indosawit Subur, Semion Tarigan.
Secara teoretis, Basuni mengatakan, penghentian kasus delapan orang itu berdasarkan nebis in idem. Asas ini menjelaskan, sebuah perkara dengan obyek, para pihak, dan materi pokok perkara yang sama yang diputus pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap tak bisa diperiksa untuk kedua kali. Soal ini, kata dia, juga tercantum dalam Pasal 18 ayat 5 Undang-Undang Hak Asasi Manusia.
Selain itu, denda Rp 2,5 triliun yang dikenakan pada PT Asian Agri Group dianggap sudah mewakili korporasi untuk seluruh penggelapan pajak yang dilakukan. "Secara administrasi, denda sudah dikenakan pada perusahaan. Secara pidana, Suwir Laut sudah mewakili korporasi," ujarnya.
Pernyataan Basuni mendadak sontak memancing kritik berbagai pihak. Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, menilai Kejaksaan tak bisa menghentikan penyidikan delapan tersangka lain dengan alasan nebis in idem. Sebab, kata dia, yang dimaksud prinsip itu adalah jika orang yang sama dituntut dalam kasus yang sama lebih dari satu kali. "Ini kan yang disangka orang lain, bukan Suwir Laut lagi."
Chudry juga mengatakan asas ini bisa digunakan jika dalam dakwaan terhadap Suwir Laut tak disebutkan kejahatan itu dilakukan sendiri atau tak bersama-sama dengan delapan tersangka lain. Faktanya, enam dari delapan tersangka ini disebut-sebut dalam dakwaan Suwir Laut dan dalam pertimbangan hakim Mahkamah Agung. Sejumlah bukti kuat yang mengarah ke perbuatan pidana delapan orang ini pun tertulis dalam berkas Suwir.
Anggota Koalisi Anti Mafia Pajak, Prastowo, berpendapat sama dengan Chudry. Menurut dia, alasan para tersangka lain telah terabsorpsi oleh Suwir tak benar. Soalnya, dilihat dari Ketentuan Umum Perpajakan, Suwir bukan penanggung jawab masalah tersebut. Dengan diteruskannya penanganan kasus ini, Prastowo berharap penerima manfaat di balik megaskandal pajak tersebut bisa terungkap. "Direktorat Jenderal Pajak perlu mengajukan praperadilan jika betul penyidikan delapan tersangka itu dihentikan," ujarnya.
Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, juga berpendapat sama. Menurut dia, Kejaksaan Agung seharusnya mendorong pengembangan kasus ini ke arah tindak pidana pencucian uang. Emerson mengatakan adanya aliran dana Asian Agri dari rekening Eddy Lukas ke rekening Goalead Ltd di Bank Banca Intesa, Hong Kong, merupakan bukti sahih Sukanto Tanoto—pemilik Asian Agri—adalah penerima manfaat dari kejahatan ini.
Dia menunjuk alasannya: Goalead Ltd milik taipan itu. Dalam persidangan Suwir, mantan Financial Controller Asian Agri Group menyatakan bahwa aliran dana itu memang mengalir ke rekening Goaled Ltd. "Jadi arahnya semestinya bukan menghentikan," ujar Emerson, yang juga anggota Koalisi Anti Mafia Pajak.
Menurut dia, jika penanganan kasus ini dihentikan akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum pidana pajak di Indonesia. Emerson menyebutkan nanti para pengusaha akan dengan mudah mengorbankan manajer pajaknya jika ketahuan melakukan pidana pajak.
Mendapat "serangan" bertubi-tubi semacam ini, Kejaksaan Agung kelabakan. Berita ini menjadi bahasan panas dalam rapat di Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, yang digelar sehari setelah ucapan Basuni itu. Sumber Tempo menyebutkan, dalam rapat itu, Jaksa Agung Basrief Arief menjamin belum ada penghentian penanganan kasus ini. "Tapi bahasanya 'belum', bukan tidak akan dihentikan," kata sumber yang hadir dalam rapat tersebut.
Senada dengan Basrief, Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto membantah adanya penghentian penanganan kasus ini. Bahkan dia menunjuk berkas perkaranya masih di Direktorat Jenderal Pajak. "Berkasnya masih di penyidik pajak."
DRAMA bantah-membantah petinggi Kejaksaan Agung ini bisa dikatakan menunjukkan ketidakjelasan komitmen Kejaksaan dalam penuntasan kasus tersebut. Sebelumnya, pada akhir Januari lalu, Basrief mengirimkan sinyal pesimisme bahwa anak buahnya mampu menuntaskan perkara ini.
Kala itu, kepada para wartawan di Kejaksaan Agung, Basrief menyatakan sulit menyeret delapan tersangka lain ke meja hijau. Alasannya pun persis sama dengan ucapan Basuni Masyarief. "Ini kalau kami ajukan, saya prediksi hakimnya mempertimbangkan nebis in idem," ujar Basrief.
Indikasi ketidakjelasan komitmen Kejaksaan Agung juga muncul dalam dua kali gelar perkara yang dilakukan akhir tahun lalu. Sumber Tempo bercerita, dalam gelar perkara pertama di Direktorat Jenderal Pajak pada November 2013, rombongan Kejaksaan yang dipimpin Direktur Tindak Pidana Umum Lainnya Zainuri berpendapat denda terhadap Asian Agri yang tercantum dalam putusan Mahkamah terhadap Suwir telah menghapus unsur kerugian negara dalam perkara ini.
Dalam gelar perkara kedua di Kejaksaan Agung sebulan sesudahnya, isu soal akumulasi pidana seperti yang diungkap Basuni dan Basrief juga muncul. Namun tim penyidik Direktorat Jenderal Pajak saat itu mampu berkelit. Dalam argumentasinya, tim yang dipimpin Direktur Intelijen dan Penyidikan Yuli Kristianto itu menyatakan putusan kasus ini nebis in idem atau tidak berada di tangan hakim. "Penyidik tidak bisa menyatakan seperti itu," ujar sumber Tempo yang hadir dalam pertemuan itu.
Mentok dalam gelar perkara, jaksa pun mengirimkan petunjuk P19 kepada penyidik pajak pada awal Februari lalu. Dalam petunjuk itu, jaksa memerintahkan penyidik pajak meminta keterangan ahli pidana soal apakah penanganan kasus ini bisa dilanjutkan atau tidak. Lucunya, dalam petunjuk itu jaksa "memesan" ahli tersebut haruslah Romli Atmasasmita dan Andi Hamzah, dua pakar pidana yang suaranya selama ini dikenal kerap membela Asian Agri.
Penyidik pajak tak menolak. Hanya, sebagai "jalan tengah", kata sumber Tempo, penyidik pajak lantas menyiapkan nama dua pakar pidana lain untuk dimasukkan ke berkas. Namun hingga saat ini penyidik belum meminta pendapat para ahli pidana itu. "Mereka mau menyeimbangkan suara ahli, biar nanti di persidangan hakim yang memutuskan pendapat siapa yang sahih," ujarnya.
Awal Maret lalu, sebuah surat yang ditandatangani Zainuri dikirim ke kantor Direktorat Jenderal Pajak. Isinya, menurut sumber Tempo, kajian yang dilakukan Kejaksaan terhadap kasus ini. "Isinya, ya, soal nebis in idem itu. Arahnya Kejaksaan meminta penyidik mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara," ucapnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Untung Ari Muladi mengaku belum mengetahui informasi soal ini. Saat ditemui Tempo, Rabu pekan lalu, dia berjanji akan mencarinya. Namun, ketika dihubungi esok harinya, dia menyatakan belum juga mendapatkan konfirmasi soal ini. "Yang jelas, pengembalian berkas oleh jaksa karena tidak memenuhi unsur formil dan materiilnya," ujarnya.
Kamis pekan lalu, Tempo menemui Direktur Jenderal Pajak Fuad Rachmany untuk meminta konfirmasi adanya surat itu. Tapi Fuad menutup mulutnya rapat-rapat. "Saya no comment soal Asian Agri," katanya.
Febriyan, Tri Artining Putri
Mereka Segera Melenggang
Lima dari delapan tersangka kasus pidana pajak Asian Agri disebut memiliki peran penting: dari ikut merancang rencana pengecilan pajak sampai menyediakan dokumen perdagangan fiktif. Kendati bukti kuat, dengan putusan Suwir Laut itu, mereka bisa jadi kelak akan bebas.
1. Eddy Lukas
Kepala Cabang Asian Agri Jakarta
Peran:
Ikut merancang manipulasi pajak Asian Agri Group yang dilakukan dalam empat rapat yang menurut jaksa untuk merancang manipulasi pajak yang digelar di Jakarta dan Medan.
Bersama Haryanto Wisastra dan Djoko Soesanto Oetomo membuka empat rekening di Bank Permata dan Bank Bumiputera dengan kode HAREL dan ELDO untuk menampung transfer atas biaya fiktif yang menjadi beban perusahaan sehingga mengurangi keuntungan. Dalam berkas perkara Suwir Laut, terdapat 48 barang bukti mengenai transfer fiktif ke empat rekening ini, dari nota pembukaan rekening sampai rekening koran.
2. Semion Tarigan
Direktur Utama PT Indosawit Subur (satu dari 14 anak perusahaan Asian Agri Group yang memanipulasi surat pemberitahuan pajaknya)
Peran:
Menandatangani surat pemberitahuan pajak Asian Agri Group 2002-2005 yang telah dimanipulasi nilainya. Dalam persidangan Suwir Laut, Semion mengakui tanda tangan itu miliknya.
3. Linda Rahardja
Manajer Operasi Asian Agri Group
Peran:
Juga hadir dalam empat kali rapat manipulasi pajak yang digelar di Jakarta dan Medan.
Membuat dokumen fiktif transaksi hedging. Transaksi ini digunakan untuk menciptakan kerugian dengan cara menjual minyak kelapa sawit mentah ke perusahaan di Hong Kong, yang penyerahan barangnya dilakukan beberapa waktu kemudian, tepi sebelum jatuh tempo penyerahan barang dilakukan pembelian kembali oleh perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Asian Agri dengan harga yang lebih tinggi. Jaksa sudah mengantongi bukti surat elektronik Linda yang berisi dokumen-dokumen ini.
4. Djoko Soesanto Oetomo
Direktur Asian Agri Group
Peran:
Ikut hadir dalam empat kali rapat di Jakarta dan Medan.
Bersama Eddy Lukas membuka dua rekening di Bank Bumiputera dengan kode ELDO untuk menampung transfer biaya fiktif. Dalam berkas Suwir Laut, terdapat puluhan bukti transfer biaya fiktif ke rekening ini, dari nota pembukaan rekening sampai rekening koran. Juga ditemukan rincian perancangan biaya fiktif ini dalam surat elektronik Djoko.
5. Andrian
Direktur PT Tunggal Yunus dan PT Mitra
Peran:
Ikut menyediakan dokumen palsu untuk transfer biaya fiktif. Dalam berkas perkara Suwir Laut, sejumlah print-out e-mail dari Andrian kepada Suwir muncul.
Naskah: Febriyan Sumber: Wawancara, Riset
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo