LAMPU kuning sudah menyala lama di arena balap mobil dan motor
Indonesia. Sejak 1975, peserta kejuaraan melorot terus. "Kini
sulit mendapatkan sponsor," kata pembalap nasional Dadang Taruma
yang akhir-akhir ini sering absen berlomba. Ia, misalnya,
menjelang Jackie Steuart Race di Sirkuit Ancol, dua pekan lalu,
terlihat pontangpanbng menghubungi sponsor untuk mendapatkan ban
bagi mobil balapnya. Toh tetap gagal.
Apa pasal? "Promosi di arena balap Indonesia belum
menguntungkan," kata Direktur NV Mass, Dolly Indra Nasution,
yang memegang keagenan Mercedes Benz. Dolly yang juga pembalap,
melihat perhatian media massa di sini, terutama dalam menuliskan
nama sponsor,belum seperti di Eropa dan Amerika Serikat. Di
Indonesia, menurut Dolly, kalau ada Coca Cola Rally, misalnya,
yang ditulis pers cuma suatu rally sedang berlangsung, tanpa
menyinggung perusahaan sponsor.
Pendapat itu ditopang oleh Manajer Promosi Good Year, Taufik
Mampuk. "Hanya sekitar 8% yang membeli ban Good Year karena
terpengaruh publikasi lewat balap atau rally," kata Taufik. Di
gelanggang balap dan rally, Good Year Indonesia cuma
mengeluarkan dana sponsor Rp 25 juta pertahun--15% dari anggaran
promosi yang disediakan. Bandingkan: di sirkuit Indianapolis,
Amerika Serikat, pabrik ban multi nasional itu berani memakai
dana promosi sarnpai jutaan dollar--untuk spanduk maupun
mensponsori pembalap. Sebab pers meliput lomba tersebut secara
luas dan tak lupa menyebut sponsor.
Toyota Astra Motor (TAM), di tahun 1976, pernah menurunkan tim
dalam Enduro Race di Ancol. Mereka berhasil menyabet lima tempat
terhormat urutan kedua sampai enam. "Omset penjualan naik
sedikit," kata Direktur Pemasaran TAM, Ir. Sutomo, tanpa
menyebut angka. Biaya yang dikeluarkan, di luar penyediaan
mobil, Rp 200.000 tiap pembalap. Berbeda ketika Mini Coper sedan
buatan Inggris, menjuarai lomba ketahanan mobil Le Mans di
Monaco, 1960-an, hampir semua orang tergila-gila dengan mobil
kecil itu. Angka penjualannya naik luar biasa.
Seusai Enduro Race 1976, TAM tak pernah mensponsori pembalap
lagi. Sutomo menolak membeberkan alasan. Di duga tanpa tampil
di sirkuit, kendaraan merk Toyota tetap laris di Indonesia.
Nyatanya tahun 1980 TAM memproduksi sekitar 10.000 unit
sedan--tertinggi di antara merk lainnya.
Banyak pihak beranggapan, sistem pasar di sin nampaknya memang
tidak memberi peluang tumbuhnya duniabalap. Tanpa turun di arena
balap merk mobil tertentu bisa dapat jatah untuk memenuhi
kebutuhan mobil untuk pemilu misalnya.
Kini yang tetap aktif di dunia balap dan rally tinggal PT
National Motor, agen Mazda, dan PT Imora Motor, agen Honda.
"Kami mensponsori balap karena kami pencinta olahraga itu," kata
Idat lubis dari PT National Motor. Ia mengakui promosi yang
didapatkannya dari sirkuit balap atau rally sangat kecil.
Menurut Jackie Stewart, bekas juara dunia balap mobil, yang dua
minggu lalu berkunjung ke Indonesia, arena balap sebetulnya
merupakan tempat yang bagus untuk mempromosikan suatu produk.
Tidak hanya mobil, juga produksi lain seperti alat kosmetik
maupun rokok. Contoh sirkuit balap Monaco, menurut Stewart,
merupakan arena promosi internasional paling kesohor. Tidak
heran untuk mendapat tempat pemasangan spanduk maupun billboard
di lokasi paling strategis, banyak perusahaan berani membayar
mahal.
Hiburan
Di Monaco yang menonton balap mobil tercatat sekitar 400.000
orang-empat kali lipat penonton pertandingan final Pra-Olimpiade
1976 di stadion utama Senayan. Belum terhitung media massa yang
meliputnya. Stasiun televisi American Broad casring Company
(ABC), misalnya, menyiarkan acara balap mobli di Monaco selama
tiga jam. Sepanjang siaran berbagai merk barang terpampang di
layar televisi itu dan dilihat oleh jutaan pirsawan.
Di Indonesia, walau televisi telah mengharamkan iklan, menurut
Stewart, olahraga mobil dan motor bukan tak bisa maju. "Negeri
ini punya penduduk 150 juta," katanya. Ia menambahkan rute rally
di sini umumnya pun melalui daerah padat penduduk. "Itu pasti
menguntungkan sponsor." Belum termasuk pecandu balap di sirkuit
Ancol yang jumlahnya sudah puluhan ribu.
Balap mobil dan motor sebetulnya sydah pernah menjadi tambang
uang. Di tahun 1975, misalnya, dari tiket pengunjung saja,
Panitia Penyelenggara Grand Prix (GP) memperoleh pemasukan
sebesar Rp 60 juta. Belum terhitung dari sponsor. Sedang biaya
yang dikeluarkan cuma separuhnya. Pembalap yang bertarung,
antara lain, dari Jepang, Australia, Malaysia, Hongkong, dan
lainnya.
Mulai tahun 1979 grafik pemasukan melorot terus. Waktu itu
penitia GP rugi Rp 7 juta. "Sampai kami punya utang di
mana-mana," kata tokoh balap, Mochtar Latif, "bahkan hadiah
untuk pembalap tak bisa kami bayar sampai sekarang." GP 1981,
menurut Mochtar, juga rugi. Angkanya tak disebutkan.
Mengapa merosot? "Pengelolaan dunia balap dan rally kita makin
tidak profesional. Bagaimana sponsor mau percaya?" kata Idat
Lubis. Ia betul. Lihat saja: penyelenggara GP 1981 tidak
mengungkapkan pendapatan maupun pengeluaran mereka. Yang
dilaporkan cuma rugi--juga tanpa angka.
Faktor penyebab lain, menurut Idat panitia penyelenggara balap
belakangan Ini sering menjual nama pembalap asing berlomba di
Indonesia tanpa mendatangkannya. Juga kalender acara makin tidak
teratur. GP 1980, misalnya, tidak diselenggarakan. Padahal kalau
baap dan rally di Indonesia teratur, para pembalap asing tidak
mustahil memasukkan acara di sini dalam kalender kegiatan mereka
seperti dulu lagi.
Akan Ikatan Mobil Indonesia (IMI), dulu maupun sekarang, tetap
tak banyak bereaksi menghadapi masalah yang merongrong dunia
balap di sini. "IMI sudah impoten," kata seorang tokoh balap
yang tak mau ditulis nama.
Olahraga mobil ini nampaknya sudah bergeser ke arah hiburan.
Hampir setengah bulan sekali ada lomba-lomba ketangkasan. Pabrik
Cat Warna Agung yang klub Galatamanya turun pamor dalam musim
kompetisi 1980-1981, ikut-ikutan menyelenggarakan slalom test di
Parkir Timur Senayan 14 Maret. Hampir 200 peserta ambil bagian.
Kegiatan ini cukup menguntungkan. Selain peserta harus membayar
uang pendaftaran Rp 20.000, uang juga masuk dari sticker yang
dipasang di mobil peserta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini