PARA pemain bola basket Tomang Sakti, Jakarta, tampak kecewa.
Bukan karena mereka kalah bertanding, tapi karena Suparno
lenyap. Manusia raksasa calon pemain Tomang Sakti ini tengah
malam 3 Maret, tiba-tiba menghilang bersama orang tuanya.
Suparno bin Harun, 24 tahun, memang antik kata Soesamto,
pimpinan Tomang Sakti, "dan susah dicari gantinya," seperti
tinggi badannya 230 cm, lebih tinggi dibanding Nasrul (210 cm)
dari Padang atau Mustaman (213 cm) dari Jombang, Ja-Tim. Parno
lahir dari orang tua yang normal. Begitu pun kakaknya, adiknya,
dan juga anak-anaknya --semua normal. Tubuh Parno menjadi besar
secara luar biasa setelah berumur 12 tahun, sesudah dikhitankan.
Melihat tubuhnya yang luar biasa tinggi itulah pimpinan Tomang
Sakti berhasrat menjadikan dia pemain bola basket dan memboyong
dia dari Pekalongan ke Jakarta.
Pada usia 16 tahun, ia menikah dan sekarang dikurniai 4 putra.
Gairah seksnya lumrah saja, juga makannya. Sehari tiga piring
nasi dengan lauk tempe, tahu dan sayur. "Siang hari kalau tak
ada uang saya tak makan," kata Parno menceritakan keadaan
hidupnya ketika masih berada di Pekalongan. Katanya, dia tak
tega makan di warung sendirian sementara di rumah anak-anaknya
belum tentu makan.
Maklum, Parno bukan dari keluarga mampu. Rumahnya di Desa
Paweran, Buaran (Pekalongan) berdinding bambu berlantai tanah.
Ia hanya bersekolah sampai kelas 3 SD. Ayahnya, Harun (55
tahun), tukang becak, tak mampu menyekolahkan lebih tinggi.
Dengan modal pendidikan itu ia bekerja di pabrik tekstil
Sapugarut, Pekalongan. Gajinya sekitar Rp 5.000/minggu, meski
sudah 10 tahun kerja. Ia baru sekali memakai sandal selama
hidup. Dan ketika sandal itu rusak, tak ada uang untuk membeli
baru. Sehingga jarak 5 km ke tempat kerja terpaksa dijalani
dengan telanjang kaki.
Sejak pertengahan Februari 1982 Suparno yang kurang lancar
berbahasa Indonesia itu tinggal di asrama Tomang Sakti di Jalan
Daan Mogot, Jakarta Barat. Ayahnya yang turut serta, bekerja dan
tinggal di asrama sebuah pabrik biskuit di Tangerang.
Di asrama Tomang Sakti Parno tak mau ditempatkan di kamar
ber-AC, bersama pemain-pemain lainnya. Karena itu kemudian dia
ditempatkan di asrama tempat ayahnya tinggal.
Parno pun mulai latihan lari-lari di lapangan rumput di asrama
itu. Sore harinya pergi ke lapangan Tomang Sakti di Daan Mogot.
Pelatih Herry Anggoro kemudian memberinya latihan ringan. "Saya
tak berani menggenjot denan latihan keras, karena belum ada
hasil pemeriksaan dokter," katanya.
Parno tak pernah sakit gawat. Pilek hanya sekali-sekali. Tapi
sakit tumor Hypophysiskah dia--seperti yang diderita Nasrul dan
orang-orang bertubuh luar biasa tinggi lainnya? Hypophysis
adalah kelenjar sebesar biji kacang tanah yang menggantung dari
otak, terbaring tak jauh dari biji mata, di sebelah dalam tulang
pelipis. Kelenjar ini menghasilkan hormon pertumbuhan secara
berlebihan dan masuk ke dalam darah.
Dokter Lie Djoe Eng dari RS Sumber Waras memang mengakui sedang
memeriksa kesehatan Suparno. Ia tak bersedia mengungkapkan
hasilnya. Yang jelas, pemeriksaan masih belum selesai, karena
Suparno masih harus memeriksakan matanya ke RS Cipto
Mangunkusumo -tapi keburu pulang kampung.
Hampir tiga minggu ia menjalani latihan setiap sore selama
sejam. Hasilnya ternyata cukup baik. Misalnya, dia dapat
membalikkan tubuhnya secara cepat setelah menerima bola. Padahal
sebelumnya ia tak pernah memegang bola. "Dia sudah tahu pantulan
di papan," kata Herry, si pelatih. Bola dengan mulus ia masukkan
ke keranjang setelah dipantulkan lewat papan.
Kelincahannya pun bisa diandalkan. Bola yang menggelinding masuk
di antara besi penyangga balok, dia ambil dengan menyusup.
Padahal berat badannya 1 8 kg, panjang telapak kakinya 32 cm
dan lingkar pinggangnya 117 cm. Jari tangannya yang besar dengan
cekatan mencomot bola yang datang. "Ini luar biasa bagi seorang
pemain basket," puji salah seorang pengurus Tomang Sakti, Ali
Sanjaya.
Risiko
"Dalam setahun berlatih, saya yakin dia akan jadi," kata Herry.
Ia yakin pembinaan pada Parno belum terlambat. Sebab, Muk Thaik
Tjuk, pemain utama RRC (tinggi badan 225 cm) yang pernah
memperkuat RRC dalam kejuaraan dunia tahun 1978, baru digarap
setelah berumur 27 tahun.
Apakah kelincahan Muk memang bisa diandalkan? "Kurang bisa
lari," kata Harsuki, Ketua Bidang Luar Negeri Perbasi (Persatuan
Bola Basket Seluruh Indonesia) yang pernah menyaksikan permainan
orang RRC itu. Begitu pula lambat bereaksi membalik. Mungkin
karena itu juara Asia untuk bola basket masih dipegang Korea.
Akan Parno, yang daya loncatnya baru 5 cm di atas lantai,
menurut Herry bukan jadi halangan buat maju. Malah pimpinan
Tomang Sakti sudah begitu yakin, Parno bisa dibawa try out ke
Filipina Juni nanti.
Latihan dan fasilitas yang diberikan kepada Parno dan ayahnya,
ternyata tak membuat orang jangkung itu betah. Misalnya tiga
bungkus rokok kretek tiap hari, sepatu dan sandal khusus.
"Saya tidak betah, karena di Tomang Sakti disiplin terlalu
keras--apalagi pekerjaan yang dijanjikan untuk saya belum juga
dipenuhi," ungkap Suparno kepada TEMPO di Pekalongan. Ia merasa
tak melarikan diri dari Jakarta, "sebab sebelumnya saya sudah
minta izin, meskipun tidak diizinkan." Satu-satunya yang
menjadi ganjelannya sekarang adalah uang Rp 110.000 yang telah
diterima ayahnya dari Tomang Sakti untuk membayar utang. "Tapi
saya tetap mau main basket, asal jaminannya jelas," tambah
Suparno.
Menurut pimpinan Tomang Sakti, Soesamto, lebih dari Rp 500 ribu
uang telah habis untuk menggarap Parno. Tapi Soesamto tak
menghitung untung ruginya. "Itu sudah risiko. Kami hanya melihat
dari segi kepentingan nasional," kata Soesamto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini