Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tukang cendol juga

Persatuan olah raga berkuda seluruh indonesia menjadi tuan rumah lomba berkuda junior di bandung. diikuti 70 atlet dari beberapa negara. prestasi indonesia tidak terlalu buruk. (or)

20 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK pertama kali Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) menjadi tuan rumah Lomba Berkuda Internasional Junior (12-14 Maret) di Parompong, Lembang, Bandung.Perlombaan yang diikuti 70 atlet dari Australia, Hongkong, Malaysia, Singapura, Muangthai, Filipina, Korea, Jepang dan Indonesia itu diselenggarakan di kompleks Pusat Kavaleri Berkuda, 10 km sebelah barat Bandung. Sebuah lapangan bola di situ disulap menjadi arena lomba Tunggang Serasi dan Lompat Berkuda. Sedangkan nomor Daya Tahan dilarikan di bukit-bukit terjal sebelah selatan kompleks, melintasi hutan cemara dan kebun teh, menempuh jarak 9 km. Jalan menuju Parompong itu terpercik mujur juga Untuk menyambut para peserta dan penonton, jalan sepanjang 10 km yang dulu benjol-benjol, sudah dapat aspal yang licin. Kandang kuda di kompleks Puskavkud juga dibenahi. Rumput di lapangan bola di situ yang selama ini ditumbuhi semak-semak, dipangkas. Di pinggir lapangan ini malahan dibangun pula sebuah wc untuk para penunggang kuda. Hotel Jayagiri di Lembang juga dapat untung. Selama seminggu hotel itu dicarter panitia untuk menginap para atlet berikut pelatih. Ketua Panitia Pelaksana, Brigjen Herman Sarens Sudiro kelihatannya mau membuat perlombaan 3 hari itu berlangsung dengan memuaskan. Kuda-kuda pilihan sebanyak 43 ekor dari jenis pony dan tboroughbred (harganya sekitar Rp 6 juta seekor) disediakan untuk para peserta. Delapan ekor dari Satria Kinayungan Stable milik Herman Sarens, 11 dari Pamulang Riding Scnool punya Nyonya Suhardjono, 15 milik Puskavkud dan 9 ekor lainnya milik perorangan. Uang yang dikeluarkan untuk perlombaan internasional itu mencapai Rp 500 juta. "Semua biaya penyelenggaraan adalah uang pribadi, pinjaman bank dan dari beberapa teman dekat," kata jenderal yang gemar memakai jeans, sepatu lars dan topi koboi itu. Hujan Anaknya sendiri, Yanti Sudiro (16 tahun turut dalam perlombaan. Tapi cita-cita yang disandang Herman bukan hanya terselenggaranya pertandingan yang katanya juga jadi incaran banyak negara Asia--juga untuk menghidupkan pariwisata di daerah Bandung itu. "Dan dengan lomba ini saya ingin menghilanghn mage, olahraga berkuda itu milik golongan elite. Saya ingin agar olahraga berkuda ini juga bisa dinikmati tukang cendol, tukang kacang dan masyarakat kecil yang lain," katanya kepada TEMPO. Herman rupanya tahu, di sekitar lapangan juga terdapat tukang cendol dan tukang kacang yang memang sengaja datang mengadu untung ke situ. Kalau sedang tak ada pembeli mereka kelihatan melongokkan kepala menyaksikan perlombaan. Para peserta nampaknya cukup puas dengan persiapan panitia. Kekurangan panitia, menurut mereka, adalah tidak memperhitungkan cuaca. "Hujan yang turun setiap hari membuat medan yang sulit itu menjadi licin. Sebaiknya kejuaraan semacam ini diselenggarakan di musim kemarau," kata Amelia Mokhtar (17 tahun) penunggang kuda dari Malaysia. Cuaca itu juga yang menghalangi penonton menikmati perlombaan yang gratis itu. Hari terakhir perlombaan disaksikan sekitar 15.000 penonton. Prestasi Indonesia tidak terlalu buruk. Oki Satiagraha yang menunggang kuda hitam legam bernama Gagak Ngampar dari stable Suka Bahagia Cianjur menduduki nomor 2 untuk perorangan. Pada hari pertama dan kedua untuk nomor Tunggang Serasi dan Lintas Alam, siswa SMP 56 Kebayoran Baru, Jakarta, itu sudah unggul. Tapi pada nomor Lompat di hari terakhir, saingan ketatnya Scott Keach dari Australia berhasil melompati i4 rintangan dengan mulus, hingga dia melonjak ke tempat teratas. Nomor 3 diraih Catharina Mantinala (Filipina). Australia mendominasi trilomba berkuda itu dengan memenangkan pula nomor beregu. Regu Indonesia A kedua dan regu Indonesia B nomor 3. Singapura, Hongkong, Korea Selatan, Malaysia dan Jepang tidak mujur. Tak satu medali pun yang berhasil mereka rebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus