Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MICHAEL Phelps menunduk lesu di stadion renang Ile Sainte-Helena, Montreal, Kanada. Sesaat setelah menyentuh garis finis, perenang Amerika Serikat itu hanya terpaku memegang tali pembatas. Perenang 23 tahun itu seolah tak percaya saat menatap papan penunjuk. Mukanya jadi murung. Di sebelahnya, Ian Crocker, justru berwajah sumringah. Dia mengacungkan kepalan tangan ke arah penonton.
Pada Sabtu dua pekan lalu, Phelps merasakan bagaimana menjadi orang kedua. Di kejuaraan dunia renang Federasi Renang Dunia (FINA) XI, 17-31 Juli, di Montreal, Kanada, ia hanya merebut perak untuk nomor 100 meter gaya kupu-kupu. Phelps tertinggal 1,25 detik di belakang rekan senegaranya, Crocker.
Bagi Crocker, yang seumur dengan Phelps, kemenangan itu sungguh berarti. Dia telah melunaskan dendam terhadap Phelps yang mengalahkannya pada nomor yang sama di final Olimpiade Athena tahun lalu. Kekalahan itu terasa menyakitkan karena jaraknya hanya selisih setengah jari.
Sejak awal, perenang dengan tinggi 195 sentimeter dan berat 84 kilogram itu sudah melaju lebih cepat. Ia bahkan sudah meninggalkan Phelps setengah badan pada 50 meter kedua. Catatan waktu Crocker 50,40 detik, sekaligus mempertajam 0,36 detik dari rekor yang ia buat dalam uji coba tim Olimpiade Amerika di Long Beach, 13 Juli tahun lalu. ”Jika Anda berlomba dengan Phelps, Anda harus berpikir memecahkan rekor dunia untuk menang,” ujarnya.
Dua tahun terakhir, Crocker dan Phelps selalu bersaing di nomor 100 meter gaya kupu-kupu. Lahir di Maine, Oregon, 31 Agustus 1982, Crocker mulai dilirik tim renang Amerika sejak masih kuliah di University of Texas. Kini dia berlatih di bawah asuhan Eddie Reese di klub Longhorn Aquatic.
Kendati berhasil menaklukkan rekannya, Crocker tentu belum puas benar lantaran absennya nama-nama besar di kolam renang. Mereka adalah Ian Thorpe, pemegang tiga rekor dunia asal Australia, ”The flying Dutchman” Pieter van den Hoogenband dari Belanda yang memegang rekor 100 meter gaya bebas, serta raja 50 meter gaya bebas asal Rusia, Alexander Popov, yang sudah pensiun.
Prestasi Phelps sendiri di kejuaraan dunia kali ini sebenarnya tak jelek-jelek amat. Empat emas dan satu perak disabet perenang kelahiran Baltimore, Amerika, ini. Namun, dengan target semula delapan emas, jelas bahwa ia merasa gagal. Kekecewaan Phelps sudah terjadi sejak hari pertama saat ia gagal masuk ke final 400 gaya bebas. Sementara di 100 meter gaya bebas ia hanya finis di posisi ketujuh.
Dia bukan lagi perenang yang memecahkan lima rekor dunia di kejuaraan dunia Barcelona 2003. Kemampuannya juga menurun drastis dibandingkan saat meraih delapan medali—enam di antaranya emas—pada Olimpiade Athena. ”Saya harus kembali dan berlatih keras,” katanya.
Crocker bukan satu-satunya perenang yang membuat Phelps patah arang. Nama lainnya adalah Grant Hackett dari Australia. Tak tanggung-tanggung, Hackett menyabet tiga medali emas, satu perak dan satu perunggu. Dia juga memecahkan rekor dunia baru. Inilah yang membuat dia dinobatkan sebagai perenang terbaik di kejuaraan dunia kali ini.
Di hari terakhir—Sabtu dua pekan lalu—Hackett, yang turun di nomor spesialisasinya, 1.500 meter gaya bebas, menghentikan penunjuk waktu di angka 14 menit 42,58 detik sebagai yang ketiga tercepat sepanjang sejarah pada nomor 1.500 meter.
Sejak 1997, nama Hackett tak pernah tergeser dari urutan pertama nomor 1.500 meter. Bahkan kali ini ia menjadi perenang pertama yang meraih emas di nomor yang sama pada empat kejuaraan dunia berturut-turut. Sebelumnya, ia meraih emas di Perth (1998), Fukuoka (2001), dan Barcelona (2003). ”Sungguh mengesankan bisa meraih hasil seperti ini: menjadi yang pertama,” kata perenang kelahiran Gold Coast, 9 Mei 1980, itu.
Dominasi Hackett membuat tim Amerika Serikat menawarkan hadiah US$ 1 juta (sekitar Rp 9,8 miliar) bagi perenang mereka yang mampu mengalahkannya di nomor 1.500 meter gaya bebas dan mencetak rekor dunia baru. Rahasia Hackett adalah kekuatannya mengayunkan lengan. Setiap 50 meter ia melesat di bawah 30 detik. Dia cukup mengayuh 32 kali dalam setiap putaran, tak kurang dan tak lebih.
Jika kemenangan pada nomor 1.500 meter sudah merupakan tradisi, rekor dunia baru yang dia ukir pada nomor 800 meter merupakan kejutan. Inilah yang membuat Hackett menjadi yang terbaik. Dengan catatan waktu 7 menit 38,65 detik ia memecahkan rekor dunia milik rekan senegaranya, Ian Thorpe. Pemecahan rekor ini sangat istimewa karena sejak Olimpiade Sydney 2000 tak pernah ada yang memecahkan rekor Thorpe selain Thorpe sendiri. ”Menyenangkan bisa memecahkan rekor dunia; tapi memecahkan rekor Thorpe semakin istimewa,” katanya.
Satu emas lainnya dia sabet di 400 meter gaya bebas. Kapten tim Australia ini juga merebut perak di 200 meter gaya bebas dan perunggu di estafet 4 x 200 gaya bebas. Tambahan lima medali ini semakin mengukuhkan Hackett sebagai raja gaya bebas jarak jauh.
Di luar dominasi Amerika Serikat dan Australia, barangkali hanya nama Roland Schoeman yang pantas mendapat sorotan. Perenang asal Afrika Selatan ini mengejutkan publik Montreal karena dua kali memecahkan rekor dunia dalam rentang waktu 24 jam.
Berlaga di nomor 50 meter gaya kupu-kupu, Schoeman memecahkan rekor pertama kali di babak semifinal. Perenang kelahiran Pretoria, 3 Juli 1980, ini menyentuh garis finis dalam waktu 23,01 detik atau lebih cepat 0,29 detik ketimbang rekor lama milik Ian Crocker yang meraih perak.
Di partai final, Schoeman yang tingginya 191 sentimeter, dengan berat 83 kilogram, kembali memecahkan rekor sekaligus merebut emas. Catatan waktu terbarunya 22,96 detik. ”Saya benar-benar tak menyangka. Mencapai waktu di bawah 23 detik dan menjadi orang pertama yang melakukan itu benar-benar sesuatu yang fenomenal,” kata perenang yang berlatih di University of Arizona ini.
Prestasi ini menjadikan Schoeman orang Afrika Selatan pertama yang meraih medali emas di kejuaraan dunia renang. Ia mulai berlatih renang secara serius sejak usia 16 tahun. Namanya mencuat di Olimpiade Athena tahun lalu dengan menyabet emas bagi Afrika Selatan di nomor estafet 4 x 100 meter gaya bebas sekaligus mengukir rekor dunia.
Kejutan yang dibuat perenang yang dijuluki The Rocket ini belum selesai. Tiga hari kemudian, ia merebut perak di nomor 100 meter gaya bebas. Terpaut 0,16 detik dengan Magnini Filipo dari Italia yang mencatat waktu 48,12 detik.
Schoeman kemudian juga berhasil merebut medali emas pada nomor 50 meter gaya bebas. Ia melesat 21,89 detik, yang merupakan catatan kedua tercepat sepanjang sejarah nomor ini. Catatan ini hanya terpaut lima perseratus detik dari rekor dunia milik Alexander Popov yang bertahan sejak 16 Juni 2000. ”Saya takkan bisa mencapai 21,6 detik (rekor Popov),” kata altet terbaik Afrika Selatan 2004 ini, merendah. ”Malam ini saya merasa mati kelelahan.”
Raju Febrian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo