Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Riuh rendah di senayan

Persib Bandung dan PSM Ujungpandang maju ke semifinal pada kompetisi divisi Utama di Senayan, Jakarta. Pemain-pemain baru sulit dicari karenanya regenerasi terhambat. Mutu kejuaraan memprihatinkan.

10 Maret 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

STADION Utama Senayan, Jakarta, kembali bergemuruh. Sejak Ahad lalu sampai Ahad depan, stadion yang dibangun sebelum Asian Games diadakan di Jakarta pada 1962 itu didatangi puluhan ribu pencandu bola. Bukan cuma dari Jakarta, tapi juga orang- orang gila bola dari daerah. Rasa-rasanya, tak ada kegiatan lain yang menandingi jumlah penonton Kompetisi Divisi Utama Perserikatan di Senayan -- kecuali kampanye Golkar menjelang pemilu. Daya tarik kompetisi perserikatan tak melulu karena permainan bolanya. Perserikatan boleh saja menampilkan mantan-mantan bintang -- karena regenerasi yang tersendat, misalnya -- tapi toh pengunjung berjubel. Inilah pesta bola yang menggelitik rasa kedaerahan, setidak-tidaknya mengingatkan orang-orang di rantau akan kampung halaman. Harus diakui, Kompetisi Galatama tak punya magnet seperti itu. Ahad lalu, Persija Jakarta Pusat yang difavoritkan juara tahun ini, ditahan seri 0-0 oleh "kuda binal" PSM Ujungpandang. Yang tragis, juara bertahan Persebaya Surabaya ditonjok Persib Bandung dengan 0-2 di pertandingan kedua. Kontan saja "arek-arek Suroboyo" itu lemas. "Yah, nasib saja yang lagi kurang baik, kalau permainan sih hampir sama. Dan saya kira penonton menyaksikan pertandingan yang bermutu," ujar pelatih Persebaya Zulkifli Yasin. Penasihat manajer tim M. Barmen menilai penjaga gawang I Gusti Putu Yasa melakukan "blunder" ketika gol kedua di menit ke-29 babak kedua terjadi. Ketika itu, Putu Yasa membuang bola dengan tangannya ke arah bek kiri Muharom Rosdiana. Ketika itulah Ajat Sudrajat menyerobot bola dari kaki Muharom dan mengirim umpan tarik ke sayap kanan. Pemain baru Persib, Sutiono, yang menerima umpan itu, melewati dua pemain belakang Persebaya dan dari sudut sempit menceploskan si kulit bundar ke gawang Putu Yasa. "Gol inilah yang membuat anak-anak anjlok. Kalau cuma satu gol ketinggalan, mungkin mereka bisa bangkit," ujar Barmen menyesali gol kedua itu. Toh Barmen menjamin gol "aneh" itu bersih. Masalah nonteknis seperti suap, misalnya, dijamin Barmen tak menghinggapi tubuh timnya. Ia pun melihat, sistem pertandingan yang diterapkan PSSI kali ini -- membagi enam kesebelasan dalam dua grup dan bertanding segitiga -- tak memungkinkan adanya "sepak bola gajah" atau "main sabun". Kekalahan dari Persib bukan cerita baru. "Dalam sejarah perjumpaan Surabaya melawan Bandung memang masih banyak dimenangkan Bandung," ujar Zulkifli Yasin. Pada kompetisi dua tahun lalu, dengan sistem setengah kompetisi, Surabaya dan Bandung membagi angka 3-3. Surabaya akhirnya keluar sebagai juara setelah mengalahkan Jakarta di pertandingan akhir dengan 3-2. Nasib Persebaya sampai Senin malam kemarin memang di ujung tanduk. Malam itu, Persib membagi angka sama, 0-0, ketika menghadapi PSMS Medan. Itu berarti, Persebaya harus mengalahkan PSMS Medan, Selasa malam ini. Jika seri, Medan mendampingi Bandung ke semifinal. Persib sendiri sudah lolos ke semifinal. "Saya puas, kemenangan atas Surabaya adalah hadiah ulang tahun saya," ujar pelatih Persib, Ade Dana, 59 tahun. Di grup lain, yang meliputi Persiba Balikpapan, Persija, dan PSM Ujungpandang, suasana hampir sama. Senin malam lalu, PSM memastikan diri maju ke semifinal setelah mengalahkan Persiba dengan 1-0. Artinya, Persija butuh seri dalam pertandingan Selasa ini melawan Persiba. Sebaliknya, Persiba harus menang kalau mau lolos ke semifinal. Pertandingan belum berakhir. Pertarungan tampaknya masih seru. Semua hal bisa terjadi. Toh di balik hura-hura itu, ada saja suara prihatin soal mutu kejuaraan yang tak kunjung meningkat. Maklum, regenerasi agaknya terhambat, kompetisi di daerah juga tersendat. Dalam kondisi begitu, memang sulit berharap lahir Iswadi Idris, Ronny Patti, Risdianto, atau bintang-bintang masa kini secemerlang angkatan 1970-an itu. "Dibandingkan kompetisi yang lalu, jangan berharap kompetisi yang sekarang akan lebih baik. Ya, masih begitu-begitu sajalah, toh materi pemainnya masih yang itu-itu juga," kata pelatih Persib, Ade Dana. "Hingga detik ini masih sulit mencari wajah-wajah baru yang lebih baik teknik dan taktiknya dibanding pemain tua," ujar bekas pelatih klub Galatama Sari Bumi Raya ini. Itulah kondisi Perserikatan yang sebagian pemainnya akan mewakili PSSI ke Asian Games Beijing pada September 1990 mendatang. Dengan mutu Galatama yang juga belum menggembirakan, wajarlah kalau Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi KONI Pusat Wik Djatmika menilai PSSI tak pantas dikirim ke Beijing. "Ibarat sekolah, kalau nilai empat terus, masa harus memaksakan diri naik kelas," ujar Wik. Ia menyarankan PSSI mengikuti langkah induk organisasi bola voli PBVSI yang menarik diri karena tak akan sanggup meraih medali di Beijing. Pendapat Wik membuat Sekum PSSI Nugraha Besoes bingung. "Kita ikut aturan main KONI. Bahkan, PSSI termasuk yang pertama membuat proposal persiapan tim nasional ke Beijing. Kita kan sudah dimasukkan prioritas ketiga, jadi mengapa sekarang ada komentar macam-macam," ujar Nugraha. Ia mengingatkan, di AG Seoul 1986, PSSI mampu ke semifinal dan berada di urutan keempat. Cuma ada catatan. Di semifinal, PSSI dibantai Arab Saudi dengan lima gol tanpa balas. Dan di perebutan medali perunggu, juga dibabat Kuwait lima gol. Walhasil, sepak bola Indonesia memang selalu riuh rendah. Riuh penontonnya, atau perkelahiannya. Rendah, mutunya. Apa mau dikata, kalau itu adalah kenyataan. Atau takdir? Toriq Hadad, Bachtiar Abdullah, Moebanoe Moera (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus