DINDA Rachmani memberi hormat kepada segelintir penonton yang duduk di tribun kolam renang Senayan, Jakarta. Pengeras suara mengalunkan musik klasik Fifth of Beethoven. Bersamaan dengan itu, kaki dan tangannya serentak membuat gerakan balet. Dan, jreng... ia meluncur ke kolam. Sementara musik berganti dengan Another Day in Paradise-nya Phil Collins, tubuh gadis itu pun mengapung. Perlahan-lahan kedua kakinya membentuk sudut 90 derajat. Lalu, dengan suatu entakan yang manis, tubuhnya meliuk seiring dengan irama musik. Penonton bertepuk dan bersuit. Gerakan-gerakan yang diperagakan Dinda, pelajar sebuah SMA di Jakarta, Ahad pekan lalu itu, mengantarkannya sebagai peraih emas di Kejuaraan Renang Indah Nasional 1990. Renang indah (synchronized swimming) belum populer di sini, dan untuk pertama kalinya diperlombakan di tingkat nasional. Kendati sepi penonton, kejuaraan yang berlangsung sehari penuh dan dibuka oleh Ketua Umum Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI) Ginandjar Kartasamita ini berlangsung ketat. Diikuti 21 atlet yang datang dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan, masing-masing tampak berusaha keras untuk menampilkan yang terbaik. Seperti yang sudah diduga, DKI Jakarta terlalu kuat untuk dikalahkan. Empat emas yang diperebutkan dalam kejuaraan ini, tiga disapu DKI. Yakni untuk kategori solo pemula, solo lanjutan, dan duet lanjutan. Satu emas direbut duet pemula dari Jawa Barat. Selama ini renang indah seperti anak tiri. Ia seolah-olah muncul hanya sebagai pelengkap. Padahal, kehadiran olahraga yang memadukan renang, senam, dan seni ini di Indonesia sudah dikenal sejak tiga dasawarsa silam. Tepatnya, ketika sekelompok perenang Mesir memperagakan balet air dalam pesta olahraga Ganefo, 1963. Tiga tahun kemudian, cabang olahraga yang berasal dari Amerika Serikat ini mulai dirintis oleh sejumlah pengasuh di klub-klub renang Jakarta. Dan pada 1968, untuk yang pertama kalinya, olahraga senam air -- begitu namanya ketika itu -- disajikan di depan publik dalam Kejuaraan Renang Seluruh Indonesia di Jakarta. Sambutan yang diperoleh cukup hangat. Namun, setelah itu tak terdengar lagi kabar beritanya. Di lain pihak, renang indah sudah mulai dipertandingkan di Olimpiade Los Angeles 1984. Belakangan, renang indah mulai dipopulerkan lagi. Setiap ada kejuaraan renang, olahraga tersebut tak lupa ditampilkan, kendati hanya ekshibisi. "Sekitar 1985, saya pergi ke daerah-daerah untuk memperkenalkan renang indah," kata Nyonya Ning Poernomohadi, ketua pelaksana kejuaraan, yang juga salah satu perintis renang indah di Indonesia. Hambatan utama dalam pengembangan renang indah, selain animo masyarakat sangat kurang, "banyak yang menganggap renang indah sebagai hiburan, bukan olahraga. Padahal, ini olahraga yang mengandalkan power dan intelektual," tambah bekas atlet renang ini. Maka, untuk merangsang minat pada renang indah, PRSI sengaja mengundang seorang wasit dan dua pelatih dari Jepang. Ketika menyaksikan peragaan atlet-atlet Indonesia, Saeko Zushi, wasit kategori A FINA (Federation Internationale de Natation Amateur -- Federasi Renang Internasional) segera mengomentari. "Power mereka bagus, tapi skill-nya masih jauh sekali. Satu-satunya jalan untuk meningkatkan skill adalah berlatih," kata Zushi, peraih emas dalam kejuaraan internasional di Calgary, Kanada, tahun 1981. Ketua Umum PRSI, Ginandjar, tampak berambisi mempopulerkan renang indah ini. "Saya akan memberikan perhatian lebih besar untuk renang indah," katanya berjanji. Yusroni Hendridewanto dan Liston P. Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini