Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LONDON – September tahun lalu, Derby County disingkirkan Manchester United di babak ketiga Piala Liga. Mereka kalah adu penalti, 8-7.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perlawanan hebat ditampilkan pasukan Frank Lampard, 41 tahun. Mereka sempat unggul 2-1. Gol Marouane Fellaini pada akhir pertandingan memaksa laga itu harus diakhiri dengan tos-tosan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seusai laga, Manajer United, Jose Mourinho, 56 tahun, mendatangi ruang ganti tim tamu. Dia menyalami Lampard dan pemain lainnya.
"Hanya manajer yang berpotensi besar bisa mengelola timnya bermain seperti tadi," kata Mourinho. "Saya tahu kamu putus asa untuk mengalahkan kami. Tapi kamu telah melakukannya."
Mourinho adalah teman yang baik. Dia selalu ada untuk memacu semangat Lampard sejak pertama kali mereka bertemu.
Pada 2004, Mourinho dikontrak Chelsea oleh pemilik barunya, Roman Abramovich. Bersama John Terry dan Frank Lampard, pelatih asal Portugis itu menginginkannya menjadi pilar The Blues.
Dalam Totally Frank, buku yang terbit pada 2006, Lampard bercerita tentang bagaimana pelatih baru yang menggantikan Claudio Ranieri itu memotivasi dia.
Saat itu, mereka melakukan tur pramusim. Di ruang ganti di kampus UCLA, California, tempat mereka latihan, Mourinho berbicara dengan Lampard.
Mourinho mengawalinya dengan menyebut beberapa nama gelandang hebat kala itu. Zinedine Zidane, Patrick Vieira, dan Deco-pemainnya di Porto.
"Kamu sebagus mereka. Yang perlu kamu lakukan adalah menang dan meraih gelar juara. Paham?" kata Mourinho. Lampard menjawab, "Oke, Bos."
Kata-kata itu, menurut Lampard, teramat mengena. Lampard, yang saat itu berusia 25 tahun, mengaku sangat berkesan dengan ucapan Mourinho.
"Dia tahu bagaimana memasukkannya ke kepala orang. Jose berhasil melakukan itu sejak dia datang," katanya.
Manjur. Lampard menjadi motor penggerak permainan Chelsea. Bersama Mourinho, Chelsea memenangi gelar pertama sejak 50 tahun terakhir.
Namun, yang terjadi berikutnya, Mourinho pergi dari Stamford Bridge. Meski begitu, keduanya tetap saling berhubungan dengan baik.
Termasuk saat Patricia, ibu Lampard, wafat pada 2008. Mourinho, yang baru saja mendapatkan pekerjaan di Inter Milan, menelepon dan menyampaikan rasa duka.
"Saya sangat menghargai teleponnya itu. Dia melakukan hal istimewa saat saya kehilangan ibu. Siapa pun tak akan melupakan itu," katanya.
Lampard dan Jose Mourinho tetap berteman baik, meski terpisah oleh jarak. Mereka pun tetap menuai gelar juara. Hingga akhirnya Mourinho datang lagi ke Stamford Bridge.
Para pemain lama Chelsea tentu gembira. Namun, pada 2013, keadaannya tak lagi sama.
"Situasinya berbeda. Ketika Anda tak muda lagi, jam bermain pun tentu berkurang," Mark Schwarzer, kiper kedua Chelsea saat itu, bercerita kepada The Athletic.
Mourinho membeli Cesc Fabregas dari Barcelona. Lampard bukan lagi yang utama. Bahkan ia kemudian dijual ke New York City, klub yang main di Liga Sepak Bola Amerika Serikat.
Satu kesalahan yang tidak pernah diantisipasi Chelsea ketika itu. Manchester City kemudian meminjamnya dari klub yang juga dipunyai pemilik yang sama. Pada musim 2014/2015, dia tetap berada di Liga Primer.
Lampard yang terbuang membuat sebuah pembalasan manis. Dia membuat gol yang menggagalkan kemenangan Chelsea di Etihad. Gol yang menampar Mourinho.
Siapa pun pencinta Chelsea menunjuk hidung Mourinho sebagai penyebab perginya Lampard, yang masih tajam dan tentu masih mereka cintai.
"Saat itu saya tidak bisa bicara apa-apa. Sangat emosional," kata Lampard tentang golnya tersebut.
Berada dalam situasi yang tak terbayangkan sebelumnya, pertemanan Mourinho dan Lampard menjadi unik. Sebagai komentator, Mourinho menyampaikan semua pendapatnya secara obyektif meski ada yang terluka.
Ketika Lampard memulai kiprah sebagai Manajer Chelsea dan laga pembuka di Liga Primer dimulai dengan kekalahan besar oleh Manchester United, Mourinho menyebutkan tim asuhannya itu bermain amat lembek.
Lampard terkejut oleh ucapan bekas mentornya itu. "Dia bilang begitu? Wow," katanya kepada reporter yang menyampaikan komentar Mourinho tersebut.
Lampard tersinggung. Kabarnya, Mourinho meminta maaf. Mereka bertukar kata di aplikasi WhatsApp.
Mourinho tak berhenti berkicau. Saat Chelsea kalah oleh Liverpool, 2-1, September lalu, penonton di Stamford Bridge memberikan standing ovation kepada sang manajer.
Lagi-lagi dia berkomentar nyelekit. "Mereka enggak pantas melakukan itu. Hasil akhir segalanya," katanya di Sky Sports.
Sang junior kembali terluka. Semestinya Lampard memahami bahwa sebagai komentator, Mourinho memang harus berkata lebih menjual dan provokatif.
Luka itu akan dibawa ke Stadion Tottenham Hotspur, besok malam, saat mereka bertanding pada pekan ke-18 Liga Primer. Lampard perlu menang setelah dua kali berturut-turut kehilangan tiga poin.
Kali ini Lampard harus menutup kuping rapat-rapat terhadap semua yang diucapkan Mourinho, termasuk saat menjelang laga. Kata-katanya bukan lagi mantra seperti di masa lalu. BBC | SKYSPORTS | DAILYMAIL | IRFAN BUDIMAN
Saatnya Melupakan Kata-kata Mourinho
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo