Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Saya Telah Melakukannya

Thomas Hearns adalah orang pertama yang mampu menjadi juara dunia dalam 4 kelas yang berbeda. Juara dari kelas welter WBA, menengah ringan WBC, ringan berat WBC dan juara kelas menengah versi WBC.

7 November 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SI Tukang Pukul" Thomas Hearns kini boleh menyebut dirinya petinju terbesar. Petinju asal Detroit berusia 29 tahun itu Kamis pekan lalu menciptakan sejarah baru dalam tinju pro. Ia adalah orang pertama yang mampu menjadi juara dunia dalam empat kelas yang berbeda. Gelar terakhir yang direbut Hearns adalah juara kelas menengah versi WBC yang lowong. Ia mengkanvaskan Juan Domingo Roldan, 30 tahun, dari Argentina, pada ronde ke-4 dari rencana 12 ronde. Dari pertarungan itu, Hearns juga mengantungi uang sebesar US$ 1,6 juta. Kelas menengah WBC ini sempat lowong karena ditinggalkan oleh juara sebelumnya, Sugar Ray Leonard. Artis tinju Leonard pensiun dari atas ring setelah merebut gelar juara di kelas ini dari tangan Marvin Hagler, April lalu, dalam pertarungan yang disebut-sebut terbesar dalam tahun 1980-an. "Saya sudah melakukan apa yang tak dapat dilakukan oleh orang lain," kata Hearns, seusai pertandingan. Sebelumnya, ia sudah pernah merebut gelar juara dunia kelas welter versi WBA (1980), menengah ringan WBC (1982), dan ringan berat WBC (Juni 1987). Dengan hasil itu, Hearns merasa arena tinju dengan rentang berat badan mulai dari 66,6 kg (kelas welter) sampai dengan 79,3 kg (kelas ringan berat). Sebelum ini tercatat ada tiga petinju yang juga mengincar juara di empat kelas yang berbeda. Henry Armstrong (AS), Alexis Arguello (Nikaragua), dan Roberto Duran (Panama). Sepanjang kariernya di tinju pro, Hearns memiliki rekor 45 kali menang -- 38 dengan KO -- dari 47 pertarungan. Dia hanya pernah kalah dua kali. Masing-masing dari Sugar Ray Leonard, yang menghentikannya di ronde ke-14 dalam pertarungan Superfight, untuk mempersatukan gelar juara kelas welter WBC dan WBA (1981). Dan Marvin Hagler yang menaklukkannya dalam tiga ronde di kelas menengah (1985). Thomas Hearns dilahirkan di sebuah desa kumuh Grand Junction di Tennessee pada 1958. Ia anak sulung dari tiga bersaudara. Kedua orangtuanya bercerai ketika Tommy -- begitu panggilan akrabnya -- masih balita. Ibunya, Lois Hearns, kemudian hijrah ke Detroit. Di kota ini, Lois, yang miskin dan tanpa pekerjaan, membesarkan anak-anaknya dengan dana kesejahteraan dari pemerintah federal. Sejak berusia 8 tahun, Tommy sering menghabiskan waktunya di depan TV untuk menyaksikan pertandingan tinju. Sang ibu semula sangat menentang keinginan anaknya untuk bertinju. "Tapi, ya, bagaimana lagi? Dia tak pernah tertarik kepada hal-hal lain kecuali bertinju," kata Lois. Saat itu Tommy kecil sudah menjadi petinju jalanan yang gemar berpetualang di sudut-sudut Detroit. Ibunya tak tahan lagi dan menginjak usia 11 tahun Tommy dibawa ke sasana tinju Pusat Rekreasi Kronk di sebelah barat daya Detroit. Salah seorang pelatih di sasana itu, Emanuel Steward, semula tak tertarik pada Tommy yang kurus itu. Tapi ia melihat bahwa bocah itu memiliki sesuatu yang mutlak dimiliki seorang atlet tinju: naluri dan nyali berkelahi serta tak punya rasa takut kepada siapa pun di atas ring. Tommy kemudian dibimbing oleh Steward, yang juga menjadi ayah angkatnya. Dalam waktu singkat, kariernya di kancah tinju amatir meningkat pesat. Ia sempat mencetak prestasi yang cukup menakjubkan. Bertanding 163 kali dan hanya kalah 8 kali -- satu di antaranya ketika kalah angka melawan Syamsul Anwar di Piala Presiden di Jakarta 1976. Dalam seleksi petinju AS ke Olimpiade 1976 di Montreal, Tommy dikalahkan Howard Davis. Kegagalannya itu sempat membuatnya frustrasi. Tapi kekalahan ini juga merupakan berkat terselubung. Ia beralih ke tinju pro, dan Steward bertindak sebagai manajernya. Pekan lalu, si Tukang Pukul mencapai puncak kariernya. AKS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus