Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Sekedar Angin Penyegar

Pelatih atletik asal Jerman Barat, bersumser memberikan penilaian tentang situasi dunia olah raga di indonesia. Diperlukan pembina olah raga yang mempunyai kepemimpinan terpuji. (or)

17 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM acara perpisahan di Ruang Pola DKI Jakarta, 2 pekan lampau pelatih atletik asal Jerman Barat, Bert Sumser, 62 tahun tak lupa memberikan petuah mengenai dunia olahraga. "Situasi di Indonesia sekarang, sama dengan kondisi Jerman (Barat) 20 tahun silam", katanya kepada TEMPO. Maksudnya: dana untuk pembinaan ada, tapi disiplin di kalangan atlit dan pembina masih kurang. Kekurangan itu, menurut Sumser merupakan sumber ketidak-berhasilan dari suatu pembinaan untuk mengejar prestasi. Buat mengatasi kelemahan tersebut yang perlu ditumbuhkan lebih dulu adalah sifat kepemimpinan yang baik dari pembina olahraga itu sendiri. Meski ia tidak menyitir istilah Ali Sadikin tentang Pembina Siluman, tapi jantung permasalahan yang diungkapkannya tak terlepas dari itu. Pengalaman menunjukkan bahwa sedikit sekali pembina olahraga yang mempunyai kepemimpinan terpuji yang ditemuinya di sini. Artinya yang bisa diteladani kolega dan atlitnya. Di dunia atletik tokoh yang memenuhi persyaratan itu adalah Ketua PASl, Letjen Sajidiman. Ciri kepemimpinannya ditandai dengan perhatiannya yang begitu besar terhadap atlitnya. Waktu luang yang seharusnya bisa dipergunakannya untuk keluarga, dipakainya buat menjumpai anak asuhannya di Pelatnas. Untuk sepakbola, Sumser mengambil contoh pada Pimpinan Persatuan Sepakbola Jayakarta, Frans Hutasoit dan dokter Suhantoro yang tanpa menghiraukan hujan lebat tetap berada di pinggir lapangan meperhatikan permainan kesebelasannya. Buat yang di belakang meja, tokoh yang memiliki kepemimpinan yang baik itu pilihan jatuh pada Sekretaris Komite Olympiade Indonesia, Suworo. Tokoh ini trampil dalam menyiapkan segala sesuatu yang menjadi urusannya. Sekalipun contoh yang dikemukakan Sumser terbatas pada beberapa nama, bukan berarti pribadi lain tidak ada. Tapi, pada dasarnya "Pembina Siluman" memang lebih banyak daripada "Pembina Nyata". Lepas dari soal kepemimpinan, Sumser beralih pada watak atlit. Ia membagi 4 tabiat olahragawan dalam masalah ini. Pertama, atlit tipe pejuang (fighter). Olahragawan ini memiliki sifat pantang menyerah, dan selalu optimis menghadapi pertandingan. Dan itu merupakan modal pokok untuk memenangkan kejuaraan. Kedua, atlit tipe sensitif. Umumnya mereka kurang percaya pada kemampuan sendiri. Ketiga, atlit tipe tenang dan berimbang. Olahragawan yang memiliki sifat ini, biasanya disiplin dan bekerja keras dalam latihan. Tapi tidak punya kemauan membaja dalam pertandingan. Baginya kalah atau menang tak ada pengaruhnya. Sebab mereka berpedoman: hari esok masih ada kesempatan. Keempat, atlit tipe aktor. Atlit semacam ini lebih mementingkan prestise daripada prestasi. Umumnya mereka lebih sok tahu dari pelatihnya. Tanpa mau menyebut atlit Indonesia tergolong dalam tipe yang mana, Sumser memilih untuk mengatakan: "Marilah kita introspeksi diri kita sendiri". Kendati Bert Sumser merasa sungkan buat menunjuk hidung, tapi inti permasalahan yang disampaikannya sama sekali tidak salah alamat. Sebab prototipe "Pembina Siluman" dan atlit yang memiliki sifat kedua, ketiga, dan keempat banyak sekali di sini. Aneka ragam kepemimpinan dan tipe atlit yang diungkapkan Sumser perlu untuk ditanggapi dengan kelapangan hati. Tanpa itu berapa pun dana dan perhatian yang dicurahkan oleh pemimpin seperti Ali Sadikin tak bakal ada mantaatnya. Dan kita akan selalu terpukul oleh jargon-jargon dan prestasi yang pernah dicapai olahragawan "tua". Bahkan adakalanya mereka pun terlupakan. Padahal, "mereka itu bukan hanya menimbulkan kebanggaan bagi klta, juga pengalamannya pun dapat dimanfaatkan", kata Sumser. Petuah yang disampaikan Sumser ini bukan terlalu asing dan cerita baru buat dunia olahraga Indonesia. Tapi toh perlu untuk mawas diri. Apalagi datangnya dari coach asing yang pernah tiga kali berkunjung ke Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus