MALAM sudah larut, sekitar pukul 11 malam. Moerdiono masih bersimbah peluh di lapangan tenis Sekretaiat Negara. Datang petenis suami-istri Tintus Arianto Wibowo dan Suzanna. Dengan mata berkaca-kaca, Suzanna, yang baru merebut medali emas Asian Games Beijing, menanyakan ihwal pengunduran diri Moerdiono dari Persatuan Lawn Tenis Indonesia (Pelti) yang tersiar di korankoran pagi harinya. "Waktu mereka bertanya, 'Oom Moer, apa benar berita itu', saya mengangguk. Sedih sekali," ujar Mensesneg Moerdiono. Sikap tegas Moerdiono ini terus dibawanya ke Musyawarah Nasional (Munas) Pelti yang berakhir Sabtu pekan lalu di Samarinda. Alasan Moerdiono adalah kesibukannya mendampingi Presiden Soeharto terus bertambah dan tak ada lagi waktu tersisa untuk menangani Pelti secara penuh. Meski begitu, dukungan terus mengalir. Makin keras Moerdiono menolak, makin seru suara mendukung. Moerdiono tak mempan dibujuk. Akhirnya, permintaan Munas yang bisa dipenuhinya cuma kesediaan menjadi formatur tunggal. Artinya, Munas menyerahkan sepenuhnya penunjukan ketua umum baru pada Moerdiono dalam jangka waktu 30 hari setelah Munas usai. Kasak-kusuk pencalonan ketua umum baru hampir tak terdengar dalam Munas gara-gara perhatian tumpah untuk membujuk Moerdiono. Sebagai formatur tunggal Munas hanya menitipkan saran untuk Moerdiono, sebaiknya pengganti Pak Moer dipilih orang dalam -- maksudnya pengurus lama. "Memang ada permintaan begitu," ujar Menpan Sarwono Kusumaatmadja, salah satu ketua Pelti. Namun, buru-buru Sarwono menegaskan ia tak bersedia menggantikan Moerdiono. Sebelum berangkat menyertai Presiden ke Jepang-Cina-Vietnam, pertengahan November, Moerdiono menyebut nama Cosmas Batubara sebagai calon penggantinya. "Pak Cosmas punya ide segar. Dia punya sense of organization. Dia juga gemar tenis," ujar Moerdiono. Menpora Akbar Tandjung yang membuka Munas juga menjagokan Cosmas Batubara. Ketika ditemui Andy Reza dari TEMPO Senin pekan ini, Cosmas cuma berkata, "Saya tak mau mendahului formatur. Saya cuma mencintai tenis, ingin tenis Indonesia maju." Tapi ia melihat bahwa titik berat pembinaan tenis seharusnya dimulai dari daerah tingkat satu. Di Samarinda, nama Cosmas tidak disebut-sebut. Tadinya, peserta Munas menyangka Cosmas akan mampir di Samarinda pada hari penutupan Munas. Ketika itu, Cosmas berada di Balikpapan untuk menyaksikan penyerahan Astek dan kesepakatan kerja bersama di beberapa perusahaan. Ternyata, Cosmas langsung pulang ke Jakarta. Saran agar dicari "orang dalam" tampaknya juga ditimbang-timbang Moerdiono. Nama Pontjo Nugro Susilo Sutowo dan Probosutedjo pun disebut-sebut sebagai calon Ketua Umum Pelti yang baru. Probosutedjo adalah pendukung Moerdiono ketika berlangsung Munas Pelti di Hotel New Garden Surabaya, Desember 1986. Ketika itu, Jonosewojo, ketua umum lama yang sudah 23 tahun menjabat, masih berkeinginan kuat atas jabatannya. Di hari terakhir Munas, Probosutedjo membacakan surat Menteri Sekretaris Kabinet Moerdiono (ketika itu) tentang kesediaannya dicalonkan sebagai ketua umum. Langsung, Moerdiono mendapat suara aklamasi. Moerdiono perlu tiga bulan untuk membentuk kepengurusan. Probosutedjo duduk di Ketua I Bidang Pengembangan Daerah, Pontjo Sutowo menjabat Ketua II Bidang Pembinaan, Tanri Abeng adalah Ketua III Bidang Sumberdaya dan Dana, Sarwono Kusumaatmadja sebagai Ketua IV Bidang Organisasi. Tiap-tiap ketua membawahkan komite-komite. Namun, dua tahun masa kepengurusan Moerdiono, ada perombakan. Ketua-ketua tadi tak membawahkan bidang-bidang tertentu, maksudnya agar kerja sama lebih luwes. Dan ketua komite bisa bebas berkonsultasi dengan empat ketua tadi. Namun, kabarnya beberapa sektor masih tak berjalan lancar. Bahkan, konon, salah satu ketua Pelti pernah mengajukan pengunduran diri, namun tak dikabulkan Moerdiono. Walau begitu, kepengurusan Moerdiono berhasil, dengan bukti dua emas dari Asian Games Beijing. Di masa Moerdiono pula regenerasi tenis Indonesia dilakukan. Indonesia tak lagi bergantung pada angkatan Wailan Walalangi dan Tintus Arianto Wibowo. Kini sudah tersedia lapisan penggantinya, yakni Daniel Heryanto -- juara tunggal putra antarmaster di Samarinda pekan lalu -- dan Bonit Wiryawan serta Benny Wijaya. Dan hampir semua pemain inti nasional ini bernaung dalam klub Nugra Santana milik Pontjo Sutowo. Pontjo, 40 tahun, calon serius untuk jabatan Ketua Umum Pelti mendatang lantaran dia "orang dalam". Pengusaha ini pun tak keberatan menggantikan Moerdiono. "Tapi saya tetap memerlukan bantuan dan kerja sama seperti yang telah terjalin selama ini," ujar Pontjo, yang Senin kemarin berada di Bali. Jika ia dipilih, jabatannya di klub Nugra Santana akan diberikan ke orang lain. Pontjo menyebutkan bahwa sebelum Munas Samarinda, Moerdiono mengajaknya bicara. "Beliau bilang bagaimana kalau Pak Cosmas jadi Ketua Umum Pelti. Saya bilang, nggak masalah. Lalu Pak Moer tanya, bagaimana dengan saya. Saya bilang, saya tak keberatan, saya tak masalah mau ditempatkan di mana," kata Pontjo. Satu hal yang makin jelas, dunia tenis Indonesia butuh orang yang mengerti benar tenis, punya waktu, dan punya dedikasi. Tak penting apakah ia pejabat tinggi atau bukan. Toriq Hadad, Linda Djalil, dan Rizal Effendi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini