Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pajak Buat Yang Asing

Berlakunya peraturan pungutan 20% pbdr bagi orang asing dan pedagang uang dari luar negeri.

8 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MOSES W. Timu, pejabat departemen luar negeri dan valuta asing European Asian Bank di Jalan Imam Bonjol, Jakarta siang itu cukup sibuk melayani para tamunya. "Hanya satu-dua orang saja yang menanyakan harga valuta asing. Lebih banyak yang menanyakan soal 20% pajak atas bunga, dividen dan royalty (PBDR)," katanya pekan lalu. Sekitar 400 nasabahnya kaget mendengar keputusan itu. "Beberapa pedagang uang telah mengalihkan deposito yang jatuh tempo ke Singapura," kata Timu. Peraturan tentang pungutan PBDR sebesar 20% atas bunga deposito berjangka itu bermula dari surat Menteri Keuangan Ali Wardhana 26 November 1979 kepada Gubernur BI. Dan Bank Indonesia baru meneruskannya kepada bank-bank asing dan swasta nasional dengan telex 4 Februari lalu. Kemudian disusul dengan surat edaran BI bertanggal sama tapi baru diterima kalangan perbankan sekitar pertengahan Februari. Di situ pemerintah mengharuskan bank-bank yang menerima deposito berjangka kurang 1 bulan dan dinyatakan dalam valuta asing dipungut 20% PBDR. Ini berlaku bagi bukan penduduk Indonesia. Atau bagi pemilik deposito berjangka dalam valuta asing maupun rupiah yang melakukan kunjungan singkat dan bukan penduduk Indonesia. "Yang membingungkan kami," kata Timu, "peraturan itu berlaku surut mulai 1 Desember 1979." Ketua I Perbanas, I Nyoman Moena mengaku banyak dihubungi bankir mengenai masalah pajak ini. "Menurut hemat saya, ada hal-hal yang bertentangan dengan maksud pemerintah selama ini," ujarnya. Tak Bisa Dimanfaatkan Moena, bekas direktur BI itu, mengatakan "sampai kini pemerintah masih menggalakkan tabungan masyarakat melalui perbankan." Kini, bunga atas depsito berjangka kurang dari 1 bulan dalam valuta asing atau rupiah -- dan tanpa memperhatikan domisili pemiliknya -- juga dipungut PBDR 20%. "Ini kurang logis," katanya. Dia lalu menelepon salah seorang direktur BI. Setelah berbicara sebentar dia menerangkan: "Ada koreksi dari BI." Apa itu? Bagi penduduk Indonesia yang dapat memperlihatkan KTP, dan memiliki deposito berjangka dalam valuta asing atau rupiah dengan jangka di atas 1 bulan dibebaskan dari PBDR. Untuk promes, pinjaman antar bank (call money) disamakan dengan giro. Ini juga bebas PBDR. Tapi bagi bukan penduduk Indonesia dan orang asing yang melakukan kunjungan singkat, tanpa memperhatikan valuta asing atau rupiah dan jangka waktu, tetap dipungut PBDR 20%. Kalangan Perbanas beranggapan pemerintah bermaksud mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah. "Jangan lupa dalam pembayaran bunga deposito berjangka, apalagi dalam valuta asing terdapat subsidi pemerintah. Bagi orang asing, dan pedagang uang dari Iyar negeri yang tak membayar pajak di sini adalah lucu kalau tak dipungut pajak PBDR," kata Nyoman Moena. Menurut dia, "praktis deposito berjangka pendek tak bisa dimanfaatkan untuk pembangunan." Maka logis kalau bukan penduduk Indonesia dipungut pajak," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus