"PENGIRIMAN tim tinju Indonesia ke Turnamen King's Cup di
Bangkok pekan lalu, hendaknya jangan dinilai dari medali yang
mereka bawa pulang." Permintaan itu disampaikan oleh Kenla Umum
Pertina, Saleh Basarah, dalam jumpa pers dengan wartawan
olahraga di Pusat Pers (Press (entre) Senayan, Jakarta minggu
kemarin, sehubungan dengan 'kegagalan' petinju-petinju terpilih:
Herry Maitimu, Syamsuddin Fias, Rachman Boga, Charles
Yerisetouw, Koko Pangaribuan, Rosidi, dan Seppy Karubaba.
"Mereka diherangkatkan adalah untuk menguji sejauh mana
keterampilan mereka sebagai calon pengganti petinju-petinju
utama kita," lanjut Basarah.
Turnamen Piala Raja yang diikuti 15 negara itu ternyata
betul-betul tempat ujian yang tidak ringan, bagi petinju
Indonesia. Dari 7 nama yang herangkat, hanya Koko Pangaribuan
yang lolos ke babak perempat final dan membawa pulang medali
perunggu. Sisanya tersisih di babak penyisihan. "Kekurangan
mereka hanya dalam soal stamina dan kecepatan," kata Pelatih
Teddy van Room yang mendampingi Tim Indonesia. "Dalam segi lain
kita tidak ketinggalan dibandingkan lawan."
Tidak Murah
Kenyataan pahit yang dihadapi itu tampak sudah diperkirakan
Pertina sejak semula. Hal itu tercermin dari ucapan Saleh
Basarah selepas menerima laporan Arie Pariella, manajer tim.
"Pengalaman itu harganya tidak murah," tuturnya. "Kalau mau
mengejar prestasi, sudah barang tentu kita harus berani membayar
mahal."
Dan kemahalan itu jelas bukan dari segi ongkos pengiriman tim
yang 5 juta rupiah semata. Juga mahalnya kekalahan yang
disandang. Kan tidak jarang ada atlit yang menjadi kecil
nyalinya setelah berhasil diplonco.
Bagaimana pun, pengalaman bertanding mutlak perlu. Saleh Basarah
juga mengungkapkan bahwa untuk melahirkan seorang Syamsul Anwar
dengan prestasi seperti sekarang, Pertina memerlukan waktu 7
tahun. Syamsul adalah pemegang gelar juara kelas welter Asia
1977. "Jadi, kalau tidak dimulai sejak sekarang, kapan lagi."
Tambahan lagi, yang dirintis tim tinju Indonesia ke Turnamen
Piala Raja bukan hanya pengalaman bertanding. Menurut Saleh
Basarah, tim ini sekaligus merupakan "misi diplomat" untuk
menarik kembali simpati masyarakat Muangthai selepas insiden
sepakhola di Kuala Lumpur. Anda tahu, dalam semi final sepakbola
di SEA Games IX Nopember lalu, pertandingan antara kesebelasan
Indonesia dan Muangthai berakhir dengan kericuhan. "Setelah
King's Cup luka-luka di Kuala Lumpur itu sembuh sudah," kata
Dubes Indonesia untuk Muangthai, Charis Suhud, seperti
dituturkan kembali oleh Saleh Basarah. Syukur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini