PERANG di Tanduk Afrika yang kini berlangsung antara Somalia
dengan Ethiopia, mengambil bentuk lain di perbatasan Somalia
dengan Kenya Di hutan-hutan di situ, dikabarkan pemerintah
Somalia mengirim para pemburu liar. Mereka menembaki apa saja
hewan yang nampak. Tapi, berbeda dengan laimnya pemburu, mereka
tak mengumpulkan kulit atau gading hasil buruan itu. Tujuan
mereka hanya untuk memancing tindakan balasan pemerintah Kenya
sambil juga untuk mengenali wilayah perbatasan itu bila terjadi
perang nanti.
Korban pertama dari serbuan diamdiam ini tentulah gajah. Tapi
tentu bukan cuma itu hewan nyaris punah di sana. Sebab lain
adalah korupsi-- suatu perkara yang tak kalah hangatnya
akhir-akhir ini.
Contohnya kejadian berikut. Menasses Otto Keiller, bekas perwira
Kenya yang memimpin Satuan Anti-Pemburu Liart pada suatu hari
menahan sebuah mobil Mercedes. Di dalamnya ditemukan 30 gading
gajah. Si pengendara ditahan. Tapi tiba-tiba Keiller diberi tahu
oleh "orang atas" agar ia membebaskan tahanannya -- dan ia
sendiri dimarahi.
Dalam kejadian lain, seorang wanita diajukan ke pengadilan
karena ketahuan memiliki 50 gading. Ia, seorang warga suku
Kikuyu yang berkuasa, dibebaskan. Sementara itu seorang anggota
suku Giryama dipenjarakan karena memiliki tiga buntut jerapah.
Dendam Suku Massai
Akibat dari semua itu ialah tidak terkontrolnya perburuan dan
musnahnya pelbagai hewan liar yang dilindungi, terutama gajah
atau badak. Taman Nasional Amboseli, yang luasnya 150 mil
persegi dan merupakan daerah satwa liar yang terbanyak
menghasilkan uang, tiga tahun yang lalu merupakan tempat para
turis melihat-lihat badak. Ada sekitar 70 badak di sana, dan
setiap hari para wisatawan dapat menyaksikan 20 atau 30 ekor
berkeliaran. Kini tak seekor pun yang nampak.
Semula memang yang memburu adalah orang-orang suku Massai.
Mereka dulu penghuni wilayah yang kini telah diadikan taman
itu. Antara lain untuk membalas sakit hati mereka kepada
pemerintah yang menggusur mereka dari sana, mereka pun menombaki
badak-badak yang kini mengambil alih tempat itu. Untung kemudian
pemerintah Kenya sadar, dan membayar kontan uang pesangon dan
kompensasi kepada mereka. Menurut Dr. David Western, ahli
zoologi dari Universitas Nairobi yang menelaah Amboseli dan suku
Massai sikap suku ini belakangan sudah berubah. Mereka kini ikut
melaporkan kalau ada pemburu liar.
Pemburu liar memang tak sedikit. Di bagian utara Kenya, seperti
kata Otto Keiller, ada gerombolan bersenjata yang memakai bedil
yang sangat Inodern. senapan mesin dan truk. "Kami tak
berurusan dengan orang kecil yang rnencoba memberi makan
keluarganya," kata Keiller. "Lebih buruk lagi. Kami menghadapi
gerombolan yang terdiri dari 10 sampai 20 orang bersenjata.
Mereka menembaki hewan apa saja. Mereka dilindungi orang-orang
penting di Nairobi."
Orang penting yang banyak dituduh adalah John Mutinda. Ia kepala
Bagian Pengelolaan dan Konservasi Satwa Liar, satu bagian dari
Kementerian Pariwisata dan Satwa Liar. Ia mengurus taman-taman
nasional, program anti perburuan liar dan program pengawasan
perburuan. Wartawan ilmu Boyce Rensberger pernah menulis dalam
Tbe New York Times Magazine 6 Nopember 1977 "Tak diragukan lagi
bahwa hampir setiap orang yang ta.hu perkara di belakang layar
satwa liar di Kenya yakin bahwa Mutinda terlibat jauh dalam
melindungi para pemburu liar."
Tapi ternyata Mutinda tak sendirian. Bahkan desas-desus
mengatakan bahwa keluarga Presiden Kenya Jomo Kenyatta, terutama
isteri dan puterinya, Margaret Kenyatta, sudah lama berdagang
Gading yang asal-usulnya tak jelas. Gading itu diekspor dalam
jumlah ratusan ton ke Hongkong dan tempat-tempat lain.
Bukti-bukti dokumen tentang ini sudah pernah disiarkan oleh pers
Amerika dan Inggeris.
Pemerintah memang mengakui bahwa keluarga Presidennya berdagang
gading, tapi ditambahkan bahwa usaha itu legal karena
berdasarkan izin -- sebelum izin untllk ekspor gading oleh
swasta dilarang di tahun 1973. Sementara itu akhir-akhir ini
dikabarkan bahwa keluarga Presiden lenyatta sudah meninggalkan
perdagangan gading, dan beralih ke perdagangan kopi, yang lagi
maju. Margaret Kenyatta -- wakil Kenya untuk Program l ingkungan
PBB -- juga agak terdesak untuk meneruskan bisnis gadingnya,
karena kritik dari luar kepadanya.
Di Atas Kritik
Kriik dari pers Kenya sendiri lebih ditujukan kepada Menteri
Pariwisata, Mathews Ogutu. Harian terkemuka The Nation menuduh
sang menteri sebagai tokoh gagal untuk menyelamatkan merosotnya
satwa liar di Kenya. Dalam satu editorial di halaman muka--satu
kejadian yang jarang -- harian itu menuntut mundurnya Ogutu.
Ogutu rupanya terpojok, dan untuk melepaskan diri dari kritik,
ia mengumumkan suatu larangan yang disambut baik oleh para
konservasionis: larangan total untuk berburu hewan. Tindakan ini
menyebabkan Kenya kehilangan sekitar $ 1,4 juta dari
penghasilannya,yang berasal dari lisensi perburuan dan bisnis
yang terjadi sebagai kaitannya.
Kritik tetap ada kepada langkah Ogutu ini. Larangan total itu
menyebabkan beberapa pemilik tanah peternakan ranch), yang
dulunya bisa hidup dari memungut uang perburuan terbatas, kini
kehabisan sumber, sehingga--seperti yang di Galana Ranch di
bagian timur Kenya--mereka tak bisa lagi membiayai regu anti
pemburu liar mereka sendiri yang menjaga tetapnya jumlah
populasi satwa buruan. Sementara itu toko-toko tandamata yang
menjual gading, kulit dan tanduk hewan tidak diapa-apakan ....
Itu tidak berarti pemerintah Kenya tak punya orang-orang yang
menyadari perlunya tindakan yang lebih kokoh untuk menjaga
kelestarian satwa yang dilindungi. Kamora, sekretaris tetap pada
kementerian Satwa Liar, tokoh yang dikenal melawan korupsi di
kalangannya, menegaskan "Hewan-hewan punya hak untuk hidup
sebagai bagian dari basis perekonomian Kenya." Lalu ia
menambahkan: "Saya optimis bahwa satwa liar akan terus di situ
bahkan sampai seratus tahun."
Menurut Kamora, Kenya telah menyediakan anggaran tambahan $19,4
juta untuk dibelanjakan sampai dengan 1981, bersama dengan
pinjaman Bank Dunia sebanyak $17 juta untuk mengembangkan satuan
anti pemburu liar yang lebih kuat dan memperbaiki praktek
pengelolaan satwa liar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini