Filipina dan Indonesia saling susul emas. Tudingan tuan rumah "merampok" emas tetap muncul. Perenang Elfira ternyata mampu menumbangkan rekor SEA Games. ANCAMAN untuk menjadi juara umum SEA Games ternyata tetap ada. Biarpun kecil, cukup mendebarkan. Ahad lalu, di hari kedelapan SEA Games, tuan rumah mengungguli Indonesia dalam pengumpulan medali emas. Ia merebut 69 emas, Indonesia 67 emas. Ini prestasi yang luar biasa meski di beberapa cabang, tuan rumah dianggap "merampok" dengan ulah para juri dan pengubahan jadwal pertandingan. Keunggulan Filipina ini mencuat dari cabang wushu -yang tak diikuti Indonesia -dengan mengumpulkan empat emas. Tapi jangan cemas karena cabang ini sudab berakhir. Ancaman baru, yakni penambahan medali buat Filipina kini datang dari cabang tinju. Sepuluh petinju mereka masuk final, sedangkan Indonesia hanya enam petinju. Keuntungan Filipina sebagai tuan rumah tentu ada. Emas dari boling dan snooker bisa saja disabetnya lagi. Selain itu, bisa dipastikan bahwa Filipina akan mengambil dua emas dari basket putra dan putri. Di cabang atletik, ada kemungkinan tuan rumah bakal menyabet emas lagi dari Lydia de Vega yang bakal turun di nomor 200 meter. Lonjakan prestasi Lydia luar biasa meski bekas ratu atletik itu telah melahirkan seorang anak. "Kakiku sudah mengeras sejak tadi pagi. Ini menunjukkan aku ingin menang lagi," kata Lydia. Semangatnya memang besar. "Prestasi ini adalah untuk negaraku, untuk keluargaku, dan untuk semua orang yang percaya bahwa aku bisa kembali," katanya menggebu-gebu. Apa andalan Indonesia di hari-hari akhir ini? Di atas kertas, masih ada beberapa. Misalnya panahan, yang bisa menyabet empat emas. Bola voli putra dan putri juga bisa dapat emas. Angkat besi wanita masih cukup unggul. Di cabang bulu tangkis, setelah keok dengan Malaysia, Indonesia masih bisa menyabet emas di pasangan putra-putri, tunggal putri, dan pasangan campuran. Mereka-reka di atas kertas memang lebih gampang. Soal hasilnya, itu tergantung perjuangan di lapangan. Tapi, dari segi prestasi, pesta ini belum mencuatkan rekor spektakuler. Rekor Asia, misalnya, tak terusik walau rekor SEA Games bertumbangan lewat atletik dan renang. Muka lama "si ikan duyung" Elfira Rosa Nasution ternyata masih mengejutkan. Lima emas ditambangnya dari 200 meter gaya bebas, 200 meter gaya ganti, 400 meter gaya bebas, 400 meter gaya ganti, dan estafet 4 x 100 meter bebas. Bahkan, di nomor 400 meter gaya bebas itu, Elfira praktis hanya bersaing dengan perenang Muangthai, Sridarma. Catatan waktu yang dibuat adalah 4 menit 25,41 detik. Artinya, memperbaiki rekornas atas namanya yang 4 menit 27,76 detik, yang dibuatnya di Los Angeles, Juli 1986. Lebih hebat lagi adalah rekornya pada nomor 200 meter gaya ganti yang 2 menit 22,20 detik -menumbangkan rekor SEA Games atas nama ratu renang Malaysia, Nurul Huda (kali ini absen) yang tercatat 2 menit 22,74 detik. Kolam tanpa Nurul memang kurang afdol. Soalnya, ia pernah menyabet delapan emas. "Salah dia sendiri mengapa tak datang. Dan kalau Nurul ikut pasti dia kewalahan. Sekarang ini banyak yang kuat, yang akan mengeroyoknya ramai-ramai," kata Elfira, yang mengaku menyiapkan diri selama dua tahun. Tampilnya perenang tuan rumah, Akiko Thomson, juga bukan saingan enteng. Maklum, didukung ribuan suporter. Selain itu, jadwal pertandingan sangat menguntungkan tuan rumah. Misalnya, Elfira dibuat harus turun ke kolam tiga kali sehari, sedangkan Akiko diatur cuma sekali sehari. Waktu pemanasan yang kilat -lantaran gangguan penonton membludak -juga tak menguntungkan. Untunglah, Elfira kenyang pengalaman. Pada SEA Games ini, Elfira ditemani adiknya, Maya dan Elsa. Ia memang lahir dari keluarga perenang. Mengenal kolam sejak umur empat tahun, ia latihan pagi-sore dengan menu sesuai dengan kebutuhan. Belakangan ini, adiknya, Kevin Nasution, juga akan menyusul di arena pesta olahraga besar mendatang. Di tangan ayahnya, Raja Nasution, Elfira bersaudara digembleng keras. Di SEA Games XV dulu, Elfira mengalami "paceklik". Lantas muncul kritik. Soalnya, umur 21 tahun dianggap usia senja buat perenang. Tapi, kritikan itu malah jadi cambuk. Ia merasa tertantang. Niat mundur ditangguhkannya. Ia ingin membuktikan bahwa umur bukan halangan. Tak ada yang patut ditakuti. Kekuatan lawan diukur, kemampuan sendiri ditimbang. "Saya yakin bisa mencetak prestasi bagus," katanya. Hal itu dibuktikan Elfira di Manila. Begitu ia menyentuh finis, dan membuatnya juara, sekaligus memecahkan rekor SEA Games, seorang suporter melemparkan bendera Merah Putih. Bendera itu pun dikibar-kibarkan, sembari matanya berlinang. "Saya masih punya kemampuan," katanya pasti. Apakah nanti ia digelari ratu renang SEA Games Manila? Memang belum jelas. Dari segi jumlah emas Elfira teratas, disusul atlet Muangthai, Ratipon Wong (3 emas), dan Akiko Thomson (2 emas). Dan yang pasti pula, Elfira baru akan mundur setelah tahun 1993, seusai PON. Dan seusai SEA Games ini, ia akan kem- bali ke Los Angeles -menyelesaikan kuliahnya di Interior Design di College California State. Di Los Angeles sana, pacar Elfira ternyata sudah menunggu. Itulah bekas perenang nasional, Gerard Item, 31 tahun. Kapan menikah? "Rencana sudah ada, tapi belum tahu kapan," katanya. Keduanya bertemu di kota itu. "Dulu, di sana sama-sama kesepian, dan suka ngobrol, eh, akhirnya jadi juga," kata Elfira tertawa. Selain Elfira, perenang Richard Sam Bera juga layak diacungi jempol. Dari sepuluh emas di cabang renang, Richard menyumbang tiga emas, yaitu dari kwartetnya dengan Albert, Chandra, dan Felix di nomor estafet 4 x 200 meter gaya bebas, nomor 100 meter bebas, dan 200 meter bebas. Malah, pada nomor 200 meter bebas, ia menumbangkan rekor SEA Games (1 menit 55,93 detik) atas nama perenang Singapura, David Lim, dengan waktu 1 menit 54,72 detik. "Tekad saya sudah terpenuhi," kata Richard, 19 tahun. Di cabang balap sepeda, tim Indonesia diawali awan kelabu. Tradisi menyabet emas untuk nomor 100 km Team Time Trial (TTT) gagal. Rute tanjakan Tarlac-Burgos bolak-balik dua kali membuat tim nasional (Ronny Yahya, Robby Yahya, Moh. Handy, dan Suwandra) terseok di bawah Filipina dan Muangthai. "Rute yang kami terima flat, tapi setelah tim tiba di sini rutenya diganti," kata tim manajer balap sepeda, Sumohadi Marsis. Kecurangan lain, tim tuan rumah mengikuti mobil hingga tak ada hambatan angin. Akal-akalan ini makin jelas lantaran mobil lain tak diizinkan masuk jalur pacu. Protes? Tak ada gunanya. Kekesalan di jalanan itu terobati di track. Pembalap putri Nurhayati berhasil mempersembahkan emas pada nomor 1.000 meter Individual Time Trial (ITT). Juga Puspita Mustika Adya pada nomor 4.800 meter Massed Start. Nomor beregu jalan raya juga dapat emas. Pembalap berkesan sangar asal Kalimantan Barat, Kalimanto malah menyabet dua emas pada 200 meter dan 1.600 meter massed start. Pada nomor sprint 200 meter, Kalimanto sempat didiskualifikasi karena protes tim manajer Malaysia, Daud Ibrahim. Ia dianggap keluar lintasan merah hingga membahayakan pembalap Malaysia. Padahal, ia merasa tak melakukan apa-apa. Buntutnya, Kalimanto meradang. "Kau jangan macam-macam. Kubunuh kau," katanya sambil menuding-nuding. Pada babak ulangan, pembalap bertubuh besar dan gempal itu akhirnya meraih emas. Setelah itu, jiwa sportif keduanya menyatu. Daud dan Kalimanto bersalaman, berangkulan mengililingi velodrome. Sikap berangasan Kalimanto itu tak lain karena ia besar di kalangan anak-anak berandalan. "Tapi tak sampai berurusan dengan polisi. Hanya nakal saja," katanya. Ngebut dengan motor hingga membuatnya babak-belur sudah biasa. Pipinyapun hitam bekas luka ngebut. Tapi mengenal sepeda balap agak terlambat, pada umur 17 tahun. Kini ia merasa kenyang pengalaman. Bahu kanan dan kirinya sempat patah karena olahraga ini. "Sebulan saya dirawat," kata bujangan berumur 26 tahun ini. Di cabang atletik, target sepuluh emas belum tampak. Tapi nama Eduardus Nabunome, 24 tahun, menyelamatkan muka Indonesia di hari pertama rebutan emas atletik, di Stadion Rizal Memorial. Pelari asal Nusa Tenggara Timur itu terlalu kukuh untuk dikuntit pelari lain dalam nomor 10 ribu meter, kecuali oleh rekan senegaranya, Osias Kamlase. Catatan waktu Eduardus adalah 30 menit 7,73 detik, sedangkan Osias 30 menit 9,34 detik. Prestasi ini memperbaiki rekor SEA Games atas namanya sendiri (30 menit 16,45 detik) yang sudah berumur 4 tahun. Tapi masih di bawah rekornas atas nama Subeno (29 menit 39,18 detik), yang dibuat di Beijing pada September tahun lalu. "Kalau ada saingan, catatan waktu kami mungkin bisa lebih tajam," katanya, yang menargetkan waktu 29 menit. Sementara itu, si anak Binjai, Mardi Lestari, yang selama ini dianggap sudah melempem, bisa menyabet emas dalam nomor bergengsi 100 meter. Catatan waktunya memang belum mencuat: 10,44 detik. Tapi ia menang atas Visut Watanasin (10,59 detik), yang mempecundanginya di Kejuaraan Atletik Asia, September lalu. "Untung saya menang, kalau gagal mungkin sudah tak dipakai lagi," kata Mardi. Emas lain diperoleh dari lempar lembing putra dan putri. Frans Mahuse melempar sejauh 75,18 meter, sedangkan Tati Ratnaningsih melempar sejauh 50,76 meter. Hingga Minggu sore, target PB PASI yang ingin menyabet sepuluh emas belum kesampaian. Gagal di Kejuaraan Asia, kini kedodoran di SEA Games. Awan kelabu tampaknya masih memayungi PASI. Adakah kejutan di hari-hari akhir? Widi Yarmanto & Liston P. Siregar (Manila)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini