Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pengusaha dengan segepok tuduhan

Hartono tirtosusilo santosa,34, pengusaha kayu di kal-tim, dituduh sbg penadah kayu curian,melakukan penganiayaan, penipuan, penggelapan dan penebangan tanpa izin. ia mencoba kabur saat akan ditahan.

7 Desember 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bos pabrik kayu lapis terbesar di Kalimantan Timur dirundung perkara kiri kanan. Sekonyong ia menubruk kaca jendela. HARTONO Tirtosusilo Santosa, 34 tahun, ketika akan digiring ke ruang tahanan polisi, Kamis sore pekan lalu, sekonyong menubruk jendela kaca. Tangannya robek. Ia memerlukan 24 jahitan. Kini, pengusaha kayu di Kalimantan Timur itu terbaring di RS Tentara Balikpapan. Berita tentang upaya bunuh diri Hartono itu disampaikan oleh adiknya kepada Amir Syamsuddin, penasihat hukum Hartono di Jakarta. "Ia kecewa karena dipaksa menandatangani surat penahanan," kata Amir kepada Reza Rohadian dari TEMPO. Sejak Senin pekan lalu, Polda Kalimantan Timur memeriksa Hartono secara maraton, mulai pukul 09.00 pagi hingga pukul 02.00 dini hari. "Kami diinstruksikan Kapolda agar efektif dan cepat merampungkan pemeriksaan terhadap Hartono," kata Letnan Kolonel Heroejono A.S., Sesdit Serse Polda Kalimantan Timur. Hartono kini sedang dirongrong banyak perkara, baik perdata maupun pidana. Namun, yang membawanya kali ini berurusan dengan polisi adalah tuduhan sebagai tukang tadah kayu curian. Begini ceritanya. Ada 1.008 potong kayu log yang disita polisi di Kutai karena dianggap merupakan hasil penebangan tanpa izin. Nilainya sekitar Rp 806 juta. Dari jumlah itu hilang 124 gelondong atau sekitar 500 m3. Pelaku pencuriannya diduga Haeruddin. Ia menjualnya pada Suriansyah. Dan Suriansyah menjualnya lagi kepada Fongkie, yang memang dikenal sebagai broker kayu HPH. Fongkie menjualnya pada PT Hartaty Jaya Plywood (HJP) Samarinda, salah satu perusahaan milik Hartono. Fongkie, yang kini buron, menurut Hartono, dikenalnya sejak 1984 di Samarinda. Baru dua tahun lalu ia mengaku membeli log dari Fongkie. "Tiap saya membeli kayu dari dia selalu dilengkapi dokumen laporan asal kayu bulat itu," kata Hartono kepada penyidik Mabes Polri. Hartono menyatakan tidak mengenal Haeruddin dan Suriansyah. Kayu yang disita tadi adalah tebangan PT Wrekudara Perkasa (WP) Jakarta. Perusahaan ini kontraktor HPH PT Haryati Timber & Industrial (HTI). Kayu tersebut disita polisi, selain ditebang tanpa izin, juga karena itu dilakukan sebelum rencana karya tahunan (RKT). Jadi, tidak didukung dokumen. "Urusan izin dan dokumen sepenuhnya tanggung jawab HTI," ujar Augustinus Temarubun, kuasa hukum PT WP Jakarta. Polda Kalimantan Timur kemudian memburu Hartono. Tapi, lelaki perlente berperawakan kecil kelahiran Samarinda ini berkelit. Ketika polisi menjemput di pabriknya, di Desa Loa Bakung -7 km luar kota Samarinda -Hartono sudah terbang ke Jakarta. Keponakan Yos Sutomo ini minta pengacaranya, Amir Syamsuddin, mengajukan permohonan tersebut agar ia diperiksa saja di Mabes Polri. "Saya takut akan keselamatan saya," Hartono memberi alasan. Selain itu, ia tak ingin karyawannya menjadi resah. Setelah dua hari Hartono diperiksa di Mabes Polri, perkaranya dilimpahkan ke Polda Kalimantan Timur karena tempat kejadian perkara dan saksi-saksi ada di sana. Menurut Kapolda Kalimantan Timur, Kolonel Toni Sugiarto, ada empat perkara dituduhkan kepada Hartono, yakni penganiayaan, penipuan, penggelapan, dan penebangan tanpa lzin. Namun, polisi mengalami kesulitan memanggil Hartono hingga Kapolda mengeluarkan perintah penangkapan terhadap dirinya. Tindakan ini sekaligus membantah isu yang terserak, seolah Hartono punya beking. "Tidak benar klien saya membangkang. Tapi karena penyakit livernya kambuh, ia perlu berobat ke Jakarta," kata Theresia Widayati, pengacara Hartono. Hartono, menurut Kolonel Toni, telah melakukan penganiayaan terhadap mitra bisnisnya di Samarinda, tapi tidak disebut siapa mitra bisnis itu dan sebab pemukulannya. "Dalam pemeriksaan, bisa jadi akan berkembang lagi," kata Toni pada Rizal Effendi dari TEMPO. Selain menghadapi perkara pidana, Hartono juga dihadang beberapa perkara lainnya. Misalnya, Pemda Kalimantan Timur dan Departemen Kehutanan telah menjatuhkan hukuman denda dan ganti rugi pada PT HJP, yang ternyata belum dibayar sampai sekarang. PT WP Jakarta kini menggugat Hartono di Pengadilan Negeri Samarinda. Sidangnya sudah dimulai sejak dua pekan lalu. PT WP Jakarta menggugat Hartono karena belum menerima Rp 350 juta sebagai upah kerja untuk penebangan kayu tadi. Hartono duduk selaku direktur di PT HTI ketika penandatanganan kontrak dengan PT WP. "Ia hanya komisaris utama di PT HTI," kata Amir Syamsuddin. Mana yang betul, tidak jelas. Namun, akibat penyitaan itu, PT HTI lalu menghentikan penebangan dan semua alat berat ditarik. Tuntutan ganti rugi Pemda Kalimantan Timur sampai sekarang juga belum dibayar oleh Hartono. Kasusnya terjadi pada 1988, akibat kapal ponton milik PT HJP menabrak tiang pengaman jembatan Sungai Mahakam. Keteledoran serupa terulang pada tahun ini hingga Pemda di sana menuntut ganti rugi Rp 648 juta. Gubernur Kalimantan Timur H.M. Ardans telah mengeluarkan ultimatum. Bila sampai Desember ini PT HJP tidak memenuhi kewajibannya, pihak Pemda akan mengambil tindakan yang lebih berat. Perusahaan yang memproduksi plywood polyster decorative ini agaknya keberatan dengan denda sebesar itu. Alasannya, seperti diungkapkan Amir Syamsuddin, kerusakan tiang pengaman jembatan buka hanya diakibatkan oleh ponton PT HJP, tapi juga lantaran disenggol ponton milik perusahaan lain. "Hartono bersedia memperbaiki asal sesuai dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh ponton miliknya," kata Amir. Ia lalu mengungkapkan bahwa pihak Bina Marga sudah menyetujui kliennya membayar hanya Rp 100 juta. "Pihak pemda tak keberatan angka itu dimusyawarahkan lagi. Tapi tiap kali diajak berunding Hartono menghindar," sambut Badarani Abbas, Asisten II Sekwilda Kalimantan Timur. Sodokan dari Departemen Kehutanan menyangkut serangkaian pelanggaran pula. Tiga perusahaan HPH pemasok bahan baku HJP, yakni PT HTI, PT Harapan Baru Bakti (HBB), dan PT Dwi Warna Timber (DWT), telah melakukan penebangan di luar blok tebangannya dan melakukan penebangan sebelum rencana karya tahunan. Pelanggaran ini berlangsung sejak 1990. PT HTI, September 1990, menebang 6.000 m3 di areal HPH milik perusahaan lain. Untuk itu didenda Rp 2,3 milyar. PT HTI dan DWT, 1990/1991, menebang 9.500 m3 kayu sebelum rencana karya tahunan. Untuk jenis pelanggaran ini, kedua perusahaan itu didenda hampir Rp 1,4 milyar. Demikian pula PT HBB didenda Rp 670 juta karena menebang 4.700 m3 di luar blok dan melakukan penebangan ulang. Jadi, total denda yang harus ditanggung PT HJP Rp 4,4 milyar. "Kalau denda ini tak dibayar, tak tertutup kemungkinan di-PUPN-kan," kata Herman Sastrawinata Kakanwil Departemen Kehutanan Kalimantan Timur. PT HJP, yang secara resmi berdiri 1989, tergolong perusahaan kayu lapis yang cukup besar di Kalimantan Timur. Lokasinya agak ke hulu Sungai Mahakam. Saat ini pekerjanya 2.200 orang. Kapasitas produksinya 12.000 m3 kayu lapis per tahun. Ruang kerja Hartono terletak pada ketinggian mirip menara yang ditata mewah dan dikelilingi kaca, menghadap ke Sungai Mahakam. Untuk menuju ruang kerjanya itu orang melewati sebuah kamar yang bersuasana tapekong. "Saya minta semua orang tidak memvonis Hartono lebih dahulu," ujar Theresia Widayati, S.H., pengacaranya di Samarinda. Akan halnya keadaan pabrik, sejak bosnya yang menurut berbagai sumber "tak suka bergaul" itu ditahan polisi, saat ini tetap berjalan lancar di bawah kendali adiknya. Syahril Chili

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus