Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Yayuk basuki memburu ritme

Setelah menjadi nyonya suharyadi, yayuk basuki masih unjuk gigi di lapangan tenis. "sekarang saya bisa ngomong apa saja," katanya.

5 Maret 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA pemeo di kalangan petenis profesional perempuan sehingga membuat mereka keki: menikah berarti prestasi melorot. "Saya ingin menerobos mitos itu, dan bisa," kata Yayuk Basuki. Ia memang membuktikannya. Yayuk, yang pada akhir Januari lalu menikah dengan Suharyadi, ternyata mampu merebut gelar di turnamen tenis Nokia Cina Terbuka. Di final, Minggu dua pekan lalu itu, Yayuk menumbangkan Kyoko Nagatsuka dari Jepang dengan skor 6-4,6-2. Ini gelar kelima bagi Yayuk di gelanggang profesional. Dan semua gelar itu diraihnya pada turnamen kelas 100.000 dolar AS. Yayuk pun menerima hadiah sekitar Rp 36 juta, belum dipotong pajak. Keberhasilan itu, kata Yayuk, diraih tanpa resep khusus. Ia sadar bahwa tenis adalah pekerjaannya. Jadi, motivasinya harus tinggi. "Orang mungkin menilai lain setelah saya menikah. Tapi, bagi saya, nggak ada yang surprise. Hanya saja, saya merasa lebih enjoy," kata Yayuk Basuki kepada Ricardo Indra dari TEMPO. Suharyadi, petenis yang jadi pelatihnya itu, dari dulu diakui Yayuk sebagai pendorong prestasi. Kini, dengan statusnya sebagai suami, nilai tambahnya lebih. "Rasanya, lebih afdal, lebih terbuka. Berbeda dulu, sewaktu pacaran. Sekarang saya nggak ada ganjalan. Saya bisa ngomong apa saja, nggak melulu soal tenis," katanya. Tampil di Cina Terbuka, Yayuk tanpa beban. Tapi, soal persiapan tak pernah kendur. Misalnya, ia hanya absen latihan dua hari untuk urusan pernikahannya di Yogya tempo hari. Setelah itu, menggenjot lagi. Pola latihan tidak berubah. Pagi lari, siang mengayun raket. Sehari berlatih lima jam, sejak Senin hingga Sabtu. Kini, Yayuk bercokol di 30 besar dunia. Dan ia menargetkan masuk 20 besar. Kapan? "Saya nggak bisa menjanjikan apa-apa. Nggak gampang, lo, menaikkan peringkat dari 30 ke-29 itu," kata wanita setinggi 164 cm dengan berat 57 kg yang pernah meraih Rolex Rookie of the Year tahun 1991 itu. Predikat ini disandang karena prestasinya yang melesat cepat di tahun itu. Sukses itu tercipta karena kerja kerasnya. "Salah jika ada petenis yang menggantungkan pada pelatihnya." Maju-tidaknya petenis itu terletak pada atletnya sendiri. Tapi, bukan karena itu ia tak mau memakai pelatih asing. "Kalau saya berusia 17 tahun, mungkin masih mau. Tapi, dengan usia sekarang, buat apa," kata Yayuk yang pada 30 November nanti berusia 24 tahun. Yayuk masih akan mengayuk raket 2-3 tahun lagi. Dan setelah itu, ia mengatakan akan mundur. Ia mau mewujudkan ambisinya mendirikan camp tenis. "Petenis Indonesia nggak boleh mati. Saya ingin lebih berkembang, dan lebih bagus," kata Yayuk, yang tidak ingin mengubah namanya. Sebab, julukan itu sudah dikenal, dan lebih akrab. "Tapi, kalau di rumah, dipanggil tetangga dengan Nyonya Suharyadi, terserah," katanya. Dan Kamis pekan lalu, Yayuk berangkat ke Amerika mengikuti Virginia Slim dan Turnamen Lipton. Ini kedelapan kalinya ia tak ber-Lebaran di Tanah Air. Di kedua turnamen ini ia tak ada target. Tapi Yayuk tak ingin tampil mengecewakan. Ia hanya mengingatkan, "Kondisi bagus atau jelek, itu ada grafiknya. Ada ritmenya."Widi Yarmanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum