Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Marsinah telanjur tewas

Semula ingin memberi "pelajaran" karena marsinah dianggap terlalu vokal mendukung pemogokan, kini beberapa terdakwa menjadi korban "skenario" yang salah. dan yudi susanto tetap dianggap berperan.

5 Maret 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MARSINAH masih dibicarakan orang. Kematiannya yang mengenaskan sulit dihapuskan. Terlebih setelah diungkapkan bahwa otak pembunuhannya adalah Yudi Susanto, pemilik pabrik PT Catur Putra Surya (CPS) Porong, Jawa Timur. Marsinah, katanya, dihabisi karena terlalu vokal membela pemogokan buruh di perusahaan tersebut. Ternyata, di persidangan, para terdakwa dan saksi berbalik 180 derajat. Mereka ramai-ramai mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) polisi, yang telah ditandatangani. Mereka mengaku tak tahu-menahu atas kematian Marsinah, yang mayatnya ditemukan di Nganjuk, 9 Mei 1993. Terdakwa Yudi Susanto, 46 tahun, misalnya, yang Senin pekan lalu mulai diadili di Pengadilan Negeri Surabaya, menangkis habis seluruh isi BAP. Yudi membenarkan polisi yang membuat BAP, padahal ia ditahan di Den Intel Kodam V Brawijaya. "Kami dalam keadaan takut," katanya sambil menahan tangis. Sarijanto, ketua majelis hakim, mengingatkan agar terdakwa lebih sopan. Tapi tetap saja Yudi emosional. "Jangankan mengaku membunuh satu orang Marsinah, harus mengaku membunuh seratus orang Marsinah pun, apa boleh buat, saya mau. Siapa yang tahan disiksa terus-menerus seperti itu," kata pria kelahiran Banyuwangi ini. Yudi mengaku baru tahu dari karyawannya pada 11 Mei 1993 bahwa Marsinah tewas. Ia minta ada wakil perusahaan melayat dan menyantuninya. Pemogokan di PT CPS Porong, yang dilanjutkan dengan adanya surat bernada ancaman dari Marsinah, juga diketahuinya dari Yudi Astono, pemimpin PT CPS Porong. Dalam BAP, Marsinah disebut diculik pada 5 Mei, lalu ia dibawa ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya, dan disekap di kamar pembantu (lihat Menunggu Kunci Bicara). Trimoelja, pengacara Yudi Susanto, juga seru menangkis dakwaan jaksa. Ia mengutip buku Samir Al-Khalil berjudul Republic of Fear. Buku itu menceritakan kehidupan di bawah suatu rezim yang ditopang (utama) dinas intelijen, yang merasuk dan menyeruak ke segala aspek kehidupan masyarakat. "Orang tanpa proses bisa diciduk, disiksa, dianiaya, serta dibunuh, atau hilang misterius," ujar Tri. Itulah yang terjadi pada kasus Marsinah. Para tersangka, menurut Tri, diciduk oleh Detasemen Intel Kodam V Brawijaya, lalu disiksa, dianiaya, dan dipaksa mengaku, serta harus menandatangani BAP. Peran Kodim Sidoarjo yang ikut memecat rekan-rekan Marsinah juga dituding sebagai sumber malapetaka. Atas pembelaan Trimoelja ini, Jaksa Wisnusubroto menanggapinya dari sisi harkat kemanusiaan korban. "Jadi, perlu dipersoalkan, hak asasi terdakwa yang kini masih segar bugar, atau hak asasi dan harkat kemanusiaan Marsinah yang telah dibunuh secara kejam," kata Wisnu. Lalu, Wisnu minta agar kisah tragis Marsinah, buruh kecil yang menuntut perbaikan nasib, yang akhirnya terkapar meregang nyawa, direnungkan. Dan betapa naifnya jika kasus yang panjang ini, yang melibatkan banyak bukti dan saksi, dianggap hasil rekayasa. "Pembelotan para terdakwa itu alasan yang dibuat- buat," katanya. Sidang masih panjang. Namun, di balik perkara yang simpang- siur ini, muncul versi baru. Lewat penyelidikan larut yang hampir mendekati rampung ini, sumber TEMPO mengungkapkan, Kapten Kusaeri, Komandan Koramil Porong, tidak terlibat pembunuhan Marsinah. "Munculnya skenario seperti sekarang ini berasal dari model penanganan yang kacau dari awalnya," ujar sumber tadi. Akibatnya, orang yang tak tahu-menahu dilibatkan dan dipaksa agar bisa cocok. Sebaliknya, yang terlibat berlindung dan bersikap seolah-olah tak terlibat. Bahkan, menurut sumber ini, tanpa diketahui banyak orang -- dan ini mengejutkan -- ada dua orang yang lolos. Bagaimana "skenario" yang diajukan ke persidangan kini bisa muncul? Tak lain dari Kusaeri. Ia diciduk pertama kali. Dibuatlah cerita seolah oknum tentara ini terlibat. Dan disusul kemudian satu per satu yang "disebut" terlibat diciduk. Wajar Kusaeri diseret karena selama ini ia pernah menerima bantuan materi, terutama, dari PT CPS. Belakangan, Kusaeri menyangkal. Mengapa? Ternyata, ia diperiksa di bawah ancaman siksaan. Pengakuan terbaru Kusaeri: "Kematian Marsinah bukan sebuah pembunuhan yang direncanakan." Marsinah hanya akan diberi pelajaran karena ngotot memainkan peran di balik pemogokan di PT CPS. "Selagi buruh yang keras kepala itu diberi pelajaran, sialnya ia telanjur tewas," kata sumber ini. Tentang rapat merencanakan membunuh Marsinah pada 5 Mei seperti disebutkan dalam BAP, itu omong kosong. Jadi, tidak benar Yudi Susanto memimpin rapat itu. Tapi tak berarti ia tidak terlibat. "Ia tahu persis karena Yudilah yang punya ide memberi pelajaran itu," katanya. Sumber ini menuturkan, beberapa terdakwa, termasuk Mutiari, tak tahu-menahu soal "pelajaran" buat Marsinah. "Kasihan, mereka tersangkut akibat skenario yang kacau tadi," tutur sumber ini lagi. Dan berdasarkan temuan baru ini, sumber yang berkompeten menangani kasus ini mengaku masih mengumpulkan informasi lengkap, termasuk, misalnya, adakah oknum di Kodim Sidoarjo yang terlibat. "Kami ingin mengklirkan masalahnya. Kalau benar ada oknum yang terlibat, kami tegas akan menindaknya," katanya. Selain itu, agar sejarah tidak mencatat: "Sebuah peradilan yang sesat telah terjadi di Sidoarjo dan Surabaya."Widi Yarmanto, Jalil Hakim, dan Widjajanto (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum