Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Makin menggeliatnya dunia kustom tanah air diikuti dengan beragam aliran yang berkembang. Tak hanya motor berukuran bongsor dan berotot, pecinta motor berukuran mini pun kian tumbuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Motor motor mini lawas yang dirilis pabrikan resmi pun ikut jadi buruan sehingga menjadi barang yang cukup susah dicari. Beberapa pabrikan tak memproduksinya lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kalaupun ada pabrikan yang masih merilisnya, harganya juga tak main-main . Jauh melampui motor reguler yang ada.
Sering meningkatnya pecinta motor mini itu, beberapa pegiat mulai aktif membangun sendiri motor mininya. Biasanya para pecinta motor mengambil dari sasis motor regular, lalu membonsainya hingga motor jadi kerdil.
Lantas apa beda motor mini dan motor kerdil?
“Sami mawon (sama saja) sebenarnya motor mini dan motor kerdil. Hanya beda bahasa atau gaya penyebutannya,” ujar pegiat Motor Mini Jogja, Agung Bentoel kepada Tempo Selasa 8 Oktober 2019.
Agung yang merupakan pentolan komunitas motor mini Jogja itu menuturkan sebutan motor mini merujuk pada motor yang dirancang dan dibuat massal oleh pabrikan tertentu. Sedangkan motor kerdil atau bonsai dibuat builder dari motor besar atau standar pabrikan kemudian dicustom menjadi lebih kecil dari ukuran aslinya.
“Motor kerdil atau bonsai itu dari motor standar yang biasanya memakai roda ring 17 seperti yang ada di pasaran Indonesia lalu diubah menjadi bentuk kecil dengan roda ring antara 8-12,” ujarnya.
Agung menuturkan secara kenyamanan, sebenarnya sama saja antara motor mini keluaran pabrikan dan yang dicustom oleh perorangan.
Tergantung kreativitas sang builder, bagaimana mendapatkan dimeski ukuran yang proporsional sehingga motor kerdil tak sekedar diperkecil ukurannya dan bisa jalan, tapi juga nyaman bagi tubuh pengendaranya.
Secara ongkos, Agung menuturkan memang akan lebih murah membangun motor kerdil daripada membeli motor mini yang dirilis pabrikan.
“Tetapi motor kerdil yang dibangun sendiri juga bisa lebih mahal dari para keluaran pabrik, tergantung pemilihan part yang dipakai,” ujarnya.
Misalnya saja saat orang mau bikin motor kerdil dari motor standar tetapi memilih memakai part impor seperti roda-roda racing. Jadi mahal atau tidaknya motor mini yang dibangun sendiri tetap kembali ke selera konsumen dan disesuaikan kantong masing-masing.
Wisnu Sandi Julianto, pemotor mini dari komunitas Monkey Brothers Bali mengatakan motor mini menjadi kesenangan sendiri saat berkendara dan sebagai klangenan.
Pemakai motor mini Honda CZ 100 rilisan tahun 1974itu mengaku motornya tak rewel saat diajak touring dari Bali ke Yogya saat menghadiri ajang Kustomfest 2019 yang dihelat di Yogya 5-6 Oktober 2019 lalu.
“Tidak ada masalah selama perjalanan, lancar –lancar saja, cuma banyak istirahat paling tidak setelah empat jam perjalanan sambil isi bensin,” ujar Wisnu.
Wisnu pun tak hanya asal pakai dengan motor mininya yang bawannnya hanya mengusung kapasitas mesin 50 cc itu.
“Mesin sudah saya bore up dari 50 cc menjadi 125 cc,” ujarnya.