Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DEBAT itu berakhir dini hari. Partai Golkar yang semula ngotot agar mantan narapidana boleh meluncur ke Senayan akhirnya bertekuk lutut. ”Kami mengalah karena semua partai menolak,” kata Priyo Budi Santoso, Ketua Fraksi Partai Golkar.
Suasana di Hotel Santika, Jakarta Barat, Rabu pekan lalu itu, terlihat meriah. Sejumlah anggota Dewan tampak reriungan di Ruang Mawar di lantai dua. Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata pagi itu pulang membawa kemenangan.
Selain sejumlah partai, sejak awal pemerintah juga menolak keras usulan dari Partai Golkar itu. ”Bupati saja tidak boleh mantan narapidana,” kata Andi yang juga menjadi pengurus pusat Golkar itu.
Sumber Tempo di Golkar menuturkan, usulan membawa mantan narapidana ke Senayan itu sesungguhnya sudah lama jadi bahan diskusi di tubuh Beringin. Banyak petinggi Golkar yang setuju dengan usulan itu.
Ada dua alasannya. Pertama soal hak asasi: masuk arena politik adalah hak setiap warga negara dan dijamin undang-undang. Alasan kedua, banyak kader potensial Golkar yang tengah dan pernah menjadi narapidana.
Mereka yang terjerat hukum itu, menurut sumber itu, memiliki pengaruh yang kuat di tingkat massa partai daerah. Walau usulan itu gagal, ”Paling tidak, Golkar memberi pesan bahwa partai tidak melupakan mereka,” kata sumber itu.
Sejumlah kader Beringin memang pernah menjadi narapidana. Bahkan beberapa tokoh penting partai itu kini sedang mendekam di balik jeruji besi. Sebutlah, misalnya, Abdullah Puteh, mantan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam. Dia divonis 10 tahun penjara lantaran terbukti terlibat kasus korupsi pengadaan satu unit helikopter buatan Rusia.
Puteh bukanlah anak bawang di arena politik. Sejak muda sudah berjuang untuk Golkar. Dia pernah menjadi Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia. Pernah pula menjadi Wakil Ketua Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar.
Dia sukses ke pucuk Serambi Mekah lewat Beringin. Para pengikutnya dari kalangan massa Golkar di Aceh juga tidak sedikit. Jadi, walau meringkuk di bui, Puteh masih tidak bisa diabaikan begitu saja.
Tokoh Golkar yang juga dijerat kasus korupsi adalah Nurdin Halid. Seperti Puteh, sejak muda Nurdin juga sudah bergabung dengan Partai Beringin dan terkenal lihai menggerakkan sejumlah organisasi kepemudaan.
Dia terpilih sebagai anggota legislatif periode 2004 hingga 2009. Jika tidak terjerat kasus korupsi minyak goreng, Nurdin kini menjadi salah satu jagoan Beringin di Senayan.
Wakil rakyat dari Beringin yang juga pindah ke bui adalah Adiwarsita Adinegoro. Ia divonis enam tahun penjara karena korupsi uang Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia sebesar Rp 43,45 miliar.
Selain tiga nama di atas, sejumlah tokoh Golkar di daerah juga tengah menghuni kamar penjara karena kasus korupsi, di antaranya mantan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani Hasan Rais dan mantan Bupati Dompu Nusa Tenggara Barat Abubakar Ahmad.
Ada yang sudah masuk penjara, ada pula yang sedang diproses secara hukum. Saleh Djasit, misalnya, kini sedang diproses dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pemadam kebakaran. Mantan Gubernur Riau ini juga menjadi anggota badan legislatif.
Selain itu, sekitar enam bupati dan wali kota dari Partai Golkar tengah di tepi jurang nasibnya. Mereka diduga terlibat dalam kasus korupsi.
Memang, bukan cuma kader Beringin saja yang menghuni kamar bui. Kader partai politik lain juga tak kurang-kurang. Theo Toemion, kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, misalnya, dibui karena korupsi sekitar Rp 32 miliar.
Dari kandang Banteng itu ada pula nama Suwarna Abdul Fatah, mantan Gubernur Kalimantan Timur. Di luar nama itu masih ada tiga kader Banteng lainnya yang dikerangkeng.
Selain dua partai jumbo itu, sejumlah partai lain juga punya aib yang sama: sejumlah kader berurusan dengan hukum karena kasus korupsi. Dan kader-kader seperti ini jumlahnya sangat banyak di seantero negeri.
Mari melihat data tindak pidana korupsi yang dikeluarkan Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia. Sejak tahun 2000 hingga 2007, ada sekitar 265 kasus perkara korupsi yang melibatkan anggota legislatif di daerah. Dari angka itu, 38 perkara sudah divonis, 20 kasus dalam tahap penyelidikan, dan sisanya dalam tahap penyidikan.
Jika semuanya terbukti, maka sekitar 907 anggota Dewan dari berbagai partai bakal segera menghuni kamar penjara. Jumlah itu merupakan delapan persen dari total anggota legislatif di seluruh Indonesia. Mereka menyebar di kabupaten, kota, dan provinsi.
Selain anggota legislatif, banyak pula pejabat eksekutif yang dijerat kasus korupsi. Mari melihat data dari Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia berikut ini. Sejak tahun 2000 terdapat sekitar 46 perkara korupsi di kabupaten, kota, dan provinsi. Jika terbukti, maka sekitar 61 orang pejabat eksekutif dari berbagai partai juga bakal segera pindah ke penjara.
Jumlah yang terbanyak datang dari Partai Golkar, PDI Perjuangan, disusul partai-partai lain. Lalu mengapa cuma Golkar yang berusaha memperhatikan nasib kader seperti ini? ”Ya karena kader-kader Golkar itu masih sangat potensial,” tutur sumber Tempo di Golkar.
Selain menyelamatkan karier politik para kader, ada target lain. Seorang petinggi Golkar menuturkan, partai itu juga hendak menggaet Hutomo Mandala Putra sebagai calon legislator dalam Pemilihan Umum 2009. Jika perjuangan meloloskan mantan narapidana ke Senayan sukses, peluang menggaet Tommy jadi lebih besar.
Sebagaimana luas diketahui, Putra mendiang Soeharto itu memang pernah menghuni jeruji besi. Dia dihukum delapan tahun penjara karena terbukti ikut serta membunuh Hakim Agung Syaifuddin Kartasasmita. Setelah mendapat remisi berkali-kali, ”pangeran Cendana” itu bebas tahun lalu.
Anton Lesiangi membantah kalau perjuangan memasukkan mantan narapidana itu bertujuan memuluskan jalan buat Tommy. Tapi, kata Anton, partainya telah menyediakan tempat untuk Tommy. ”Dia bisa masuk di organisasi Golkar seperti Badan Pemenangan Pemilu,” katanya.
Sebelum menyerah Rabu pekan lalu itu, Golkar sempat menawarkan solusi yang lebih lunak. Para narapidana yang ingin dicalonkan ke kursi wakil rakyat diberi masa jeda. ”Kalau dihukum empat tahun, hukuman sosial empat tahun,” kata Ferry Mursyidan Baldan.
Artinya, empat tahun setelah bebas si mantan narapidana itu boleh ke Senayan. Ferry adalah kader Golkar yang juga menjadi Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum itu. Dia beralasan setiap mantan narapidana juga memiliki hak politik.
Usulan yang lebih lunak itu muncul setelah pengurus Partai Beringin menggelar rapat. Hadir dalam rapat itu, antara lain, Wakil Ketua Umum Golkar Agung Laksono dan beberapa pengurus teras partai. Namun, tawaran jalan lunak itu ditolak mentah-mentah juga oleh sejumlah fraksi lain. Lantaran terus-terusan ditolak, Golkar menyerah. Kata Ferry, ”Ya, sudahlah.”
Wenseslaus Manggut, Wahyu Dhyatmika, Anton Septian, Arti Ekawati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo