Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ACARA diskusi, Jumat pekan lalu, itu menjadi ajang senda gurau. Salah seorang anggota Pengurus Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Fuad Bawazier, mengeluh setengah berseloroh. Katanya, ”Kita yang berasal dari partai-partai kecil ini cuma dikerjain partai-partai besar saja.” Ia lalu meledek Bursah Zarnubi, Ketua Fraksi Bintang Reformasi. ”Bursah jangan ketawa-ketawa. Lihat saja nanti, kalau kalah kamu pasti bercucuran air mata,” celetuk Fuad Bawazier.
Yang dituding balik membalas. Sepak terjang Fuad, kata Bursah, kita sudah tahu: lepas dari Golkar loncat ke Partai Amanat Nasional, lalu ke Hanura. ”Kalau nanti Hanura kalah, pindah ke Partai Bintang Reformasi saja. Aku pasang Abang di nomor satu,” kata Bursah.
Seratus peserta diskusi yang memenuhi ruang wartawan gedung Dewan Perwakilan Rakyat itu tertawa. Diskusi itu membahas Rancangan Undang-Undang Politik.
Bursah pantas membusungkan dada, sebab partai yang dipimpinnya sudah dipastikan lolos menuju Pemilihan Umum 2009. Partai Bintang Reformasi itu melenggang bersama delapan partai kecil lain.
Sembilan partai kecil itu dipastikan lolos setelah ketentuan electoral threshold dihapuskan dari Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum 2009. Electoral threshold adalah jumlah minimal yang harus dicapai sebuah partai agar bisa ikut pemilihan umum berikutnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, electoral threshold dipatok tiga persen. Jika angka itu yang dipakai, maka cuma tujuh partai saja yang langsung lolos ke Pemilihan Umum 2009.
Mereka adalah Partai Golkar, Partai PDI perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera. Sembilan partai lain harus ganti nama. Namun, setelah electoral threshold itu dihapus, partai-partai kecil itu langsung mendapat tiket terusan ke 2009.
Beres urusan electoral threshold, para wakil rakyat masih lelet dalam menyepakati perhitungan sisa hasil suara dan penentuan calon yang terpilih. Sejumlah partai besar seperti Golkar dan PDI Perjuangan mendesak agar sisa hasil suara dihitung di tingkat provinsi, sementara partai-partai kecil ngotot agar sisa hasil suara itu dilakukan di daerah pemilihan. ”Mereka takut karena, kalau sisa hasil suara dihitung di provinsi, sisa suara partai kecil itu pasti ditelan partai besar,” kata Yudy Chrisnandy dari Golkar.
Wens M, Anton Septian dan Arti Ekawati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo