Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERJALAN di lorong tahanan Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, Budi Susanto terlihat baru bangun tidur. Mengenakan celana pendek dan kaus olahraga putih Nike, Selasa pekan lalu, penampilan pemilik PT Citra Mandiri Metalindo Abadi itu sangat kontras dibanding ketika datang ke kantor Tempo pada 17 April lalu. Ketika itu Budi necis: mengenakan kemeja, celana hitam, dan sepatu kulit mengkilap.
"Seperti inilah saya sekarang," katanya. Ia menjulurkan tangan, menyalami Setri Yasra dari Tempo. Menyandang status tersangka perkara korupsi pengadaan simulator kemudi Korps Lalu Lintas versi Markas Besar Polri, ia menghuni tahanan di lantai satu gedung Badan Reserse Kriminal itu sejak awal Agustus lalu. Ia juga tersangka perkara yang sama di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Citra Mandiri Metalindo Abadi adalah pemenang tender proyek simulator kemudi roda dua dan empat tahun anggaran 2011 senilai Rp 196,8 miliar. Sukotjo S. Bambang, Direktur Utama PT Inti Teknologi Indonesia, kongsi bisnis Budi Susanto dalam proyek simulator, menuduh tender itu sejak awal direkayasa agar Citra Mandiri yang menang. Budi disebutkan menyuap sejumlah pejabat kepolisian untuk mendapatkan proyek itu.
Dalam wawancara di salah satu ruang tamu tahanan, Budi memberi penjelasan tentang kisruh pengadaan simulator kemudi di Korps Lalu Lintas Polri itu. Pernyataan versi Sukotjo telah dimuat dalam beberapa tulisan majalah Tempo.
Bagaimana Anda menangani proyek simulator kemudi di Korps Lalu Lintas?
Pada 2009, saya diminta Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo mencari informasi produsen simulator kemudi di dalam negeri. Permintaan itu disampaikan karena alat buatan India yang dipakai Korps Lalu Lintas memiliki banyak masalah. Bersama sejumlah pejabat Korlantas, saya datang ke Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serpong, Banten. Di sana saya mendapat informasi ada produsen simulator kemudi bernama PT Cipta Mega Nusantara, milik Andre Tedjapranata. Di sana saya bertemu dengan Sukotjo S. Bambang, yang mengaku karyawan Andre.
Lalu Andre datang ke Korps Lalu Lintas hingga akhirnya ia mendapat proyek simulator pada 2010. Belakangan proyek itu bermasalah karena Andre kabur. Saya yang diminta membantu menyelesaikan. Saat itu saya mulai berhubungan dengan Sukotjo.
Ceritakan hubungan bisnis Anda dengan Sukotjo?
Pada 2010, Sukotjo dan istrinya datang ke kantor saya, menawarkan kerja sama. Saat itu Sukotjo bilang bisa membuat driving simulator roda dua dan empat tapi tidak punya modal. Dia mengaku sanggup mengerjakan proyek simulator kemudi itu jika saya menyediakan uang muka pembelian suku cadang. Dengan berbagai cara, dia berusaha meyakinkan saya. Akhirnya saya setuju mengikat perjanjian kerja sama. Sukotjo kemudian mendirikan PT Inovasi Teknologi Indonesia.
Anda menyetor modal?
Karena dia mengaku tidak punya modal, sepanjang 25 Agustus hingga 30 Desember 2010, saya sepuluh kali melakukan transfer senilai Rp 27,9 miliar. Baru pada Januari 2011, saya memesan 700 unit simulator kemudi roda dua seharga Rp 42,8 juta per unit. Saya memesan ke PT Inovasi Teknologi karena perusahaan saya dipilih sebagai pemenang dalam tender Korps Lalu Lintas Polri.
Belakangan Anda juga mendapat proyek pengadaan simulator kemudi untuk roda empat?
Benar, 556 simulator kemudi mobil senilai Rp 142,415 miliar. Dalam pengadaan ini, saya memesan ke Sukotjo. Saya yang membiayai semua kegiatan produksinya. Saya juga memutuskan meminjam dana Rp 100 miliar ke BNI, untuk membantu pendanaan PT Inovasi Teknologi Indonesia. Sebanyak Rp 35 miliar dana BNI itu kemudian masuk ke Sukotjo.
Artinya, Anda mensubkontrakkan proyek ini?
Bukan begitu. Kerja sama Citra Mandiri dengan Korps Lalu Lintas itu bentuknya perjanjian jual-beli. Artinya, saya diperkenankan membeli barang itu dari pihak lain asalkan sesuai dengan standar yang telah disepakati. Ini sama dengan proyek pengadaan mobil dan motor di instansi pemerintah lainnya. Pemenang tender pasti membeli ke pabrikan, bukan membuat sendiri.
Mengapa pecah kongsi dengan Sukotjo?
Dia menipu saya. Komitmen untuk menyelesaikan pengerjaan simulator kemudi roda dan empat tidak kunjung dipenuhi. Dia selalu berdalih, ada kesulitan dalam pengadaan suku cadang. Saya jelas pusing, karena saya juga terus dikejar oleh Korps Lalu Lintas. Sukotjo memang sejak awal tidak punya iktikad baik. Saya punya rekaman pembicaraan rencana membuat peti kosong untuk mengelabui tim pemeriksa Polri. Karena dia terus tidak menepati janji, saya melaporkannya ke polisi.
Apa dasar laporan itu?
Sukotjo tidak memenuhi kontrak yang telah disepakati. Dia menipu dan menggelapkan uang saya. Total kerugian Citra Mandiri mencapai Rp 64,58 miliar. Nilai ini berasal dari kekurangan penyelesaian pekerjaan roda dua Rp 24,7 miliar, kelebihan pembayaran uang muka roda empat Rp 11,9 miliar, dan uang muka roda empat Rp 27,8 miliar.
Anda disebut ikut mengatur tender proyek simulator?
Dia berbohong. Saya mengikuti proses tender dari awal sesuai dengan prosedur. Apa kuasa saya mengatur tender di instansi sebesar itu? Sangat tidak masuk akal.
Sukotjo mengaku Anda memerintahkan menyerahkan uang ke Primer Koperasi Kepolisian Korps Lalu Lintas dan pejabat Polri?
Setoran uang ke Primkoppol Rp 15 miliar memang saya yang memerintahkan. Itu untuk pembelian kembali material pelat nomor yang tidak dipakai untuk dilebur kembali di pabrik aluminium saya. Kalau uang-uang ke pejabat saya tidak tahu.
Anda menyebut Sukotjo memfitnah.
Pada 19 September 2011, dia mengirim surat ancaman kepada saya agar membatalkan laporan saya ke polisi. Kalau tidak, dia akan buka ke KPK, Kapolri, Komisi Kepolisian Nasional, dan media massa. Saya tidak menggubrisnya karena ancaman itu hanya mengada-ada. Kalau saya memang salah, pasti saya kabulkan permintaan dia.
Bukankah KPK menyebut terjadi markup hingga Rp 100 miliar dalam proyek ini?
Saya tidak tahu dari mana perhitungan itu. Silakan cek saja harga produk sejenis. Simulator kemudi produksi Korea harga per unitnya Rp 140 juta untuk roda dua dan Rp 314 juta untuk roda empat. Mesti diingat juga harga yang saya terima dari Korps Lalu Lintas itu termasuk pengiriman barang hingga ke semua kabupaten/kota di Indonesia, pemasangan, pelatihan instruktur, dan garansi selama satu tahun.
Anda juga mendapat proyek material tanda nomor kendaraan bermotor?
Yang menang Primkoppol. Proses tender juga dilakukan terbuka. Kami hanya memasok material. Citra Mandiri Metalindo Abadi dipilih Primkoppol karena memberi sejumlah kemudahan, yaitu pembayaran bisa dilakukan belakangan. Saya masuk ketika terjadi kelangkaan material aluminium, karena para pemasok lain selalu meminta pembayaran di muka.
Perusahaan Anda menjalin kontrak dengan Primkoppol untuk 15 tahun?
Mereka yang minta, untuk memastikan jaminan ketersediaan pasokan bahan baku. Sebab, sebelumnya Primkoppol punya pengalaman buruk dengan para pemasok lain. Namun bukan berarti saya dapat kontrak memasok selama 15 tahun. Tender itu digelar setiap tahun.
Anda sangat dekat dengan Irjen Djoko Susilo?
Biasa saja. Hubungan saya dengan Pak Djoko hanya sebagai mitra. Saya berhubungan hanya untuk mengurus pekerjaan yang saya dapat di Korps Lalu Lintas.
Anda kenal dengan Utjin Sudiana, mantan Direktur Lalu Lintas Polri dan besan Irjen Djoko Susilo?
Ya, saya kenal beliau. Karena saya mulai berbisnis saat beliau masih aktif.
Anak Utjin menjadi komisaris di PT Mitra Alumindo Selaras, perusahaan Anda?
Iya, dia memiliki sedikit saham sehingga diangkat jadi komisaris.
Bukankah faktor ini yang membuat Anda mendapat keistimewaan di Korps Lalu Lintas?
Tidak ada hubungan sama sekali. Semua tender pengadaan yang saya ikuti sesuai dengan prosedur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo