Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color=#CC3300>Putra Mahkota</font><br />Taktik Perang Putra Mahkota

Puan Maharani dan Edhie Baskoro bersaing ketat di daerah pemilihannya. Mendapat dukungan penuh dari partai.

6 April 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI dalam mobil Alphard hitam itu Puan Maharani, 36 tahun, termenung. Sebentar kemudian putri tunggal Megawati Soekarnoputri ini menoleh ke samping seraya berkata pelan kepada lawan bicaranya, ”Saya ingin tahu kesenian asli masyarakat Solo.” Sang lawan bicara, Bambang Wuryanto, terkesiap. Ia tak menyangka putri mahkota Partai Demokrasi Indonesia Perjuang­an itu tiba-tiba ingin tahu kesenian Solo. Masalahnya, hari telah larut malam. Tak mungkin menyiapkan pergelaran, seperti tari gambyong, dalam sekejap.

Sejenak berpikir, terlintas ide liar di benaknya. Bambang meminta mobil dibelokkan ke Stasiun Balapan. Di sana, Bambang menemui sekumpulan pe­ngamen jalanan yang memainkan lagu sesukanya. Bagi Bambang, itulah kesenian asli masyarakat Solo. Menurut dia, Puan harus mengetahui kondisi masyarakat di lapisan bawah. Jadilah Puan menikmati seni jalanan itu, akhir Maret lalu.

Bambang adalah Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Jawa Tengah. Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat ini sedang mendampingi Puan, calon anggota Dewan di daerah pemilihan V Jawa Tengah. Bambang mengatakan Puan biasanya berkeliling ke daerah pemilihannya selama 3-4 hari dalam seminggu. Ia menyambangi pelosok Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali, Klaten, dan Sukoharjo.

Puan, yang tinggal di Jakarta, memang harus ekstrakeras memperkenalkan diri ke masyarakat. Bambang mengatakan tim pemenangan Puan telah memasang baliho di 18 titik di seluruh daerah pemilihan. Baliho berukuran rata-rata 2,5 x 6 meter itu menampilkan gambar Puan bersama Soekarno dan Megawati. Di bawahnya tertulis: ”Putri tunggal Megawati Soekarnoputri”. Poster kecil dengan gambar Puan juga memenuhi hampir setiap sudut Kota Solo.

Bambang mengatakan Puan memang disiapkan menjadi ikon PDI Perjuangan pasca-Megawati Soekarnoputri. Menurut dia, ditempatkan di daerah pemilihan mana pun, Puan hampir pasti terpilih. ”Struktur (partai) jelas mendukungnya,” katanya.

Bambang adalah calon anggota legislatif di daerah pemilihan IV (Kabupa­ten Wonogiri, Karanganyar, dan Sragen). Tak menggarap daerahnya, Bambang malah menjadi ketua posko Puan Maharani di Jalan Bhayangkara, Surakarta. Ia mendapat surat tugas yang ditandatangani Ketua PDI Perjuangan Jawa Tengah Murdoko. Surat itu menunjuk Bambang sebagai ketua tim pemenang­an pemilu daerah pemilihan V Jawa Tengah. Karena tugasnya itu, Bambang sama sekali belum mengunjungi Wonogiri—salah satu daerah pemilihannya. ”Saya ikhlas meninggalkan daerah pemilihan IV untuk melayani Puan,” kata Bambang. ”Ini tugas partai.”

Bagi Puan, kehadirannya di daerah pemilihan ini merupakan tugas partai. Ia mengatakan ingin belajar mengenal masyarakat bawah. Puan mengatakan posisinya bukan untuk dimenangkan, melainkan harus menang. ”Jika saya sudah menunjukkan tekad untuk meraih kemenangan, kebangetan jika mesin partai tidak mendukung,” katanya Jumat dua pekan lalu.

Persaingan di daerah pemilihan Puan terbilang ketat. Di sini ada Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid, yang menjadi calon nomor urut satu Partai Keadilan Sejahtera. Partai Golkar menjagokan Ketua Kosgoro Jawa Tengah Eko Sarjono Putro. Pesaing lain adalah calon dari Partai Kebangkitan Bangsa, yakni Wakil Bupati Sukoharjo Mohamad Toha. Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi juga bersaing di daerah pemilihan ini.

Puan mengatakan setiap calon harus berjuang sendiri untuk menggalang suara karena persaingan sangat ketat. Ia mengatakan partainya setidaknya bisa mempertahankan tiga dari delapan kursi di daerah pemilihan ini. Pada Pemilihan Umum 2004, partai banteng moncong putih mendapat 34 persen suara—terbanyak di daerah ini. ”Jadi mereka harus berkampanye untuk diri mereka sendiri,” kata Puan.

Calon PDI Perjuangan nomor urut tiga, Aria Bima, mengatakan tak ada instruksi dari partai untuk mengalah. Menurut dia, setiap calon mendapat ”lahan garapan”-nya sendiri. Puan menggarap Solo, Sukoharjo, dan Kla­ten. Puan juga membina struktur partai dari cabang hingga ranting. Sedangkan Aria di Boyolali membangun jaringan di luar struktur, seperti guru, petani, dan pedagang pasar. ”Yang jelas, saya siap bersaing dengan Puan,” kata Aria.

Persaingan sengit juga terjadi di daerah pemilihan VII Jawa Timur, yang meliputi­ Trenggalek, Ngawi, Ponorogo,­ Magetan, dan Pacitan. Di sini, Edhie Baskoro Yudhoyono menjadi calon Partai Demokrat dengan nomor urut tiga. Putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu berada di bawah Ramadhan Pohan dan Rusminiati, yang menempati nomor urut satu dan dua dari Partai Demokrat. Di daerah pemilihan ini, ia bersaing dengan politikus PDI Perjuangan, Heri Akhmadi dan Hasto Kristiyanto.

Meski ada di urutan ketiga, Ibas—panggilan Edhie—terlihat paling mencolok di daerah pemilihannya. Dalam pantauan Tempo, jalan utama di Ponorogo dipadati poster dan baliho Ibas. Hampir semua poster dan baliho itu tak mencantumkan nomor urut seperti layaknya atribut calon lain. Poster atau baliho calon lain dari Partai Demokrat juga nyaris tak kelihatan.

Calon nomor satu Partai Demokrat, Ramadhan Pohan, mengatakan setiap calon telah membagi lahan kampanyenya. Ia memilih lahan di daerah pinggiran lima kabupaten itu. Pohan mengatakan telah berkunjung ke 365 titik yang belum tersentuh Ibas dan calon dari partai lain. ”Pusat kota sudah diga­rap Mas Ibas. Masak, saya mau menggarami air laut,” kata Ramadhan.

Pada Pemilu 2004, di daerah ini Demokrat menempati urutan keempat, dengan 10,67 persen suara, dan hanya meloloskan satu calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Pada pemilu ini, daerah pemilihan VII Jawa Timur mendapat jatah delapan kursi. Pohan mengatakan Demokrat sekarang menargetkan bisa meloloskan tiga wakilnya ke Senayan. ”Karena itulah pembagian wilayah kampanye antarcalon diatur supaya tak bertabrakan,” kata Pemimpin Redaksi Jurnal Nasional itu.

Hasto Kristiyanto mengatakan membanjirnya pos­ter­ dan baliho itu cukup mendongkrak popularitas Ibas di masyarakat. Hasto menjadi wakil PDI Perjuangan dengan nomor urut dua di daerah­ pemilihan yang sama dengan Ibas. Tapi, menurut dia, gaya kampanye­ itu tak menjamin perolehan suara. ”Meski­ wajahnya tersebar di seluruh pelosok kampung, keberadaannya secara langsung tak tampak sama sekali,” kata Hasto.

Dalam beberapa minggu ini, Ibas memang lebih banyak menemani ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono, berkampanye di berbagai daerah, seperti Bali, Makassar, Medan, dan Aceh. Jumat pekan lalu, Ibas juga naik panggung di Stadion 10 November, Surabaya. Sayang, Ibas belum bisa dimintai komentar. Permohonan wawancara tertulis Tempo tak dijawabnya.

Meski Ibas berkeliling di berbagai ­dae­rah, mesin kampanyenya di Ja­wa Ti­mur tetap berjalan. Markas tim pe­me­nang­an Ibas berada di Jalan Sultan­ Agung, Ponorogo. Sekretaris Dewan Pim­pinan Daerah Partai Demokrat Ja­wa­ Timur Sutoyo mengatakan Ibas telah­ mem­bentuk tim sukses yang mengorga­nisasi dan mendukung kerja kampanye­nya. Tim itu adalah Fox, Berlian, dan Charta.

Tim Fox bertugas melakukan bran­ding terhadap profil Ibas. Mereka membuat dan memasang baliho pencalonan Ibas di seluruh daerah pemilihan VII Jawa Timur. Tim ini bertanggung jawab terhadap pencitraan untuk mendukung pencalonan Ibas.

Sedangkan tim Berlian lebih bersifat personal. Mereka bertugas door to door mensosialisasi Ibas. Sejumlah perso­nel tim turun menemui masyarakat dan mengkampanyekan Ibas. ”Meminta res­tu secara langsung,” kata Sutoyo.

Hasil kerja kedua tim itu selanjutnya dievaluasi oleh tim Charta. Sutoyo mengatakan tim ini juga bertugas melakukan survei tingkat keterpilihan putra bungsu Yudhoyono tersebut. Menurut dia, ketiga tim selalu berkoordinasi dengan dewan pimpinan partai daerah setempat.

Sutoyo mengatakan tak ada perintah khusus untuk mengawal pencalonan Edhie Baskoro dalam pemilihan anggota legislatif, baik dari Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat maupun dari Susilo Bambang Yudhoyono. ”Semuanya berjalan fair, tidak ada intervensi,” katanya.

Yandi M.R. (Jakarta), Ukky Primartantyo (Solo), Hari Tri Wasono (Ponorogo), Anang Zakaria (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus