Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gagal jadi anggota Dewan dalam Pemilihan Umum 2004 tak membuat Syafi’i kapok. Pemilik rumah makan di Mangkang, Semarang, itu tetap ngebet bertarung merebut kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang pada pemilu kali ini. Sebagai Ketua Partai Bulan Bintang Kota Semarang, namanya bertengger di urutan pertama di daerah pemilihan Kecamatan Mijen, Ngaliyan, dan Tugu.
Kali ini, Syafi’i all-out. Sejak musim kampanye dibuka sembilan bulan lalu, ia telah menggelontorkan sedikitnya Rp 500 juta. Berbagai atribut, alat peraga, dan suvenir dibagikan ke seluruh penjuru daerah.
Syafi’i juga tak sungkan merogoh kantong untuk menjamu calon pemilih. Ia membuka klinik pengobatan gratis yang beroperasi 24 jam untuk warga sekitar. Ia juga membangun masjid dan pesantren serta memperbaiki jalan di 31 kelurahan di daerah pemilihan.
Agar nama partainya moncer, Syafi’i mengundang Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban. Bos partainya itu melakukan kampanye terbuka di dekat rumahnya. Ribuan orang hadir. Sedikitnya Rp 50 juta dikeluarkan Syafi’i untuk membiayai hajatan itu. Meski belakangan pusing juga dengan besarnya ongkos yang digelontorkan, Syafi’i optimistis bakal masuk gedung legislatif. ”Masak, ketua partai dua kali gagal menjadi legislator?” kata Syafi’i.
Pemilu tahun ini membuat kantong para calon legislator koyak. Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengesahkan calon terpilih dari suara terbanyak membuat mereka merogoh saku ekstradalam.
Tengok pengalaman Saut Marisi Siahaan, 57 tahun. Calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur asal Partai Demokrat ini mengaku habis-habisan. Tabungan Rp 200 juta sebagai modal awal tak cukup menopang ongkos operasional. Ia rajin bertemu dengan calon pemilih. Sekali bertemu, kata Marisi, setidaknya ia harus menyisihkan Rp 1,3 juta. Segala segmen warga disatroni—dari kelompok petani, klub olahraga, karang taruna, forum pengajian, hingga arisan ibu-ibu.
Pensiunan karyawan PT Pupuk Sriwijaya ini juga harus menyiapkan ongkos pulsa dan bensin untuk 1.500 orang anggota tim suksesnya yang tersebar di tiga kabupaten. Mereka akan menjadi pemasok informasi perolehan suara Marisi di tiap tempat pemungutan suara. Untuk itu semua, Marisi terpaksa melego lima sapi dan satu dari dua rumahnya serta mengagunkan sertifikat rumah yang ia tempati. Meski habis-habisan begitu, Marisi tetap pede bakal lolos dalam pemilu ini. ”Kalau sudah jadi anggota Dewan, utang bisa dicicil,” ujarnya.
Lain Marisi, lain pula Suharbadi, calon nomor tujuh Partai Persatuan Pembangunan dari daerah pemilihan Jawa Tengah III untuk kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah. Tak hanya menghabiskan tabungannya, pemuda asal Rembang yang belum punya pekerjaan tetap ini meminta duit kampanye dari orang tuanya. Ia juga meminjam dua sapi kakaknya untuk ongkos kampanye.
Menurut calon legislator Partai Bintang Reformasi dari Jawa Barat, Adamsyah Wahab, calon tingkat pusat menghabiskan minimal Rp 200 juta untuk ongkos kampanye. ”Ongkos kampanye saya Rp 300 juta. Modal sendiri Rp 30 juta, sisanya bantuan dari sana-sini,” katanya.
Boleh jadi, karena harus abis-abisan, Binny Buchori, calon anggota Dewan dari Partai Golkar untuk Yogyakarta, berkelakar dengan menyebut dirinya kini di bawah garis kemiskinan. ”Kalau ada survei sosial nasional, saya pasti masuk kategori penduduk miskin, karena sudah minus,” kata Binny.
Widiarsi Agustina (Bandung), Sohirin (Semarang), Bernada Rurit (Yogya), Ika Ningtyas (Banyuwangi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo