Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar peringatan 103 tahun Perguruan Tinggi Teknik Indonesia atau PPTI di Aula Barat ITB, Senin 3 Juli 2023. Rektor ITB Reini Djuhraeni Wirahadikusumah mengangkat topik soal Science Technology Park atau STP. “STP ini bukan lembaga yang untuk mengambil keuntungan,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Reini, STP merupakan bagian atau penghubung dari suatu tempat yang memfasilitasi pertemuan, interaksi, dan pertukaran di antara beragam pihak yang berkepentingan dengan perkembangan dan pemanfaatan teknologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pengoperasian STP yang melibatkan banyak pihak, bisa bergerak di bidang yang spesifik dan multi bidang dengan lingkup lokal hingga global. “STP bukan hanya nama gedung, etalase produk, atau inkubasi bisnis,” kata dia.
Reini mengatakan, ITB telah merintis STP sejak 1970-an yang kini telah dilengkapi oleh beberapa lembaga pendukung untuk mengembangkan inovasi teknologi dengan melibatkan lembaga pemerintah dan swasta.
Tujuan STP bagi ITB yaitu memperluas dan memperkuat jaringan terkait dengan tri dharma perguruan tinggi. Harapan Reini dari STP muncul banyak start up berbasis sains untuk mendorong manufaktur.
Sementara sekarang ini, menurut Reini, masih didominasi oleh start up pembuat aplikasi marketplace. Dari berbagai unit bisnis melalui STP diharapkan terjadi kegiatan komersial yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan menjawab permasalahan sosial.
“STP sendiri adalah not for profit tapi menghasilkan elemen-elemen yang profitable,” ujarnya.
Sementara itu orasi ilmiah yang disampaikan Thomas Djamaluddin bertema tentang seabad Observatorium Bosscha dan masa depan astronomi. Dalam paparannya, mantan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional itu menyampaikan sejarah pembangunan dan penggunaan Observatorium Bosscha di Lembang yang kini berusia 100 tahun hingga pendirian observatorium baru di Gunung Timau, Nusa Tenggara Timur.
Jarak lokasinya sekitar 80-100 kilometer dari Kupang. “Sekarang jalan sudah mulus hanya waktu 3 jam bisa ditempuh ke sana,” kata Thomas.
Teleskop Timau dengan diameter 3,8 meter, menurutnya, akan menjadi yang terbesar saat ini di kalangan observatorium Asia Tenggara, melampaui teleskop di Thailand yang bergaris tengah dua meter.
Rencana peruntukan observatorium nasional di Timau yaitu untuk mengamati eksoplanet atau planet-planet di luar tata surya dan obyek langit lainnya yang redup seperti planet, asteroid, satelit atau komet dengan kualitas yang lebih baik.