SAMPAI awal 1970-an, Simalungun satu kabupaten di Sumatera
Utara, mencatat produksi gabah rata-rata 150 ribu ton setahun.
Sejak 1976 merosot. Tahun itu dihasilkan 80 ribu, tahun
berikutnya malah 50 ribu ton saja. Maka, jika dulu Bupati BF
Silalahi SH sering dengan lantang mengatakan Simalungun surplus
beras, sekarang sebaliknya. Tak jarang ia minta bantuan beras ke
mana-mana.
Silalahi sadar apa yang terjadi. Ada satu sebab yang harus
ditanggulangi. "Irigasi-irigasi sudah tua. Umumnya tidak
berfungsi lagi," begitu kata Silalahi. Irigasi yang ada
rata-rata peninggalan aman Belanda, buatan 19081916. Perbaikan
memang pernah dilakukan. Tapi hanya tambal sulam saja. Lagi-lagi
karena biaya. Hasilnya, "beberapa bulan kemudian yah, sekarat
lagi."
Perbaikan tambal sulam itu akhirnya distop sama sekali. Jadinya
60.000 hektar persawahan rakyat kehausan. "Untuk memperoleh satu
ton padi dalam satu hektar saja sudah payah," keluh petani.
Lebih-lebih ketika hama wereng menyerang sengit lewat setahun
lalu. Belakangan petani jadi putus asa. Tak mau menanam padi
lagi. Hanya setelah petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
datang membujuk petani bisa diselamatkan dari ancaman tidak
memproduksi padi sama sekali. Mereka dipancing dengan manisnya
kredit Bimas.
Oknum Pejabat
Mula-mula kredit itu terasa enak. Setahun berikutnya, karena air
tetap tekor, panen tetap gagal. Yang tadi terasa enak,
belakangan membuat hutang semakin membengkak. Terakhir tunggakan
petani dalam hal kredit Bimas meliputi Rp 381 juta lebih.
Secara kebetulan di tahun 1976 Menteri. PUTL (ketika itu) Sutami
singgah di Sana. Sebagai lazimnya, Sutami memberi janji dan
harapan. Janji itu tak meleset. seluruh irigasi yang ada
diteliti. Tapi karena biayanya bakal bermilyar rupiah, perbaikan
dilakukan bertahap. Menghabiskan biaya lebih dari Rp 350 juta,
sampai September lalu selesai 5 proyek termasuk kantor irigasi
dan sebuah gudang.
Tapi persoalan baru kemudian timbul. "Irigasi yang baru itu
hanya mengairi sawah segelintir saja," ucap seorang petani
bermarga Simbolon. Celakanya lagi, dikabarkan rata-rata baru
sawah milik oknum pejabat saja yang sudah kebagian air. Keadaan
serupa ini menurut para petani dapat semakin menghambat mereka
mengembalikan kredit Bimas.
Sementara itu belum diketahui kapan seluruh irigasi selesai
sehingga pembagian air merata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini