SAMPAI pekan lalu beberapa wilayah yang terkena banjir di
Propinsi Riau masih belum merasa aman. Banjir terbesar yang
pernah menimpa wilayah ini membuat bencana terutama di Kecamatan
Kampar Hilir di Kabupaten Kampar. Air yang menggebu berasal
dari Sungai Sebayang, anak Sungai Kampar Kiri. Sebayang berhulu
ke bukit-bukit: Bukit Kulit Manis, Pematang Banir, Padang Awan,
Caniago, Muara Muku, Kubang Lado dan Gunung Jadi. Semua bukit
ini merupakan bagian dari jejeran Bukit Barisan.
Di sepanjang Sungai Sebayang bertengger puluhan desa, besar
kecil. Sungai ini berikut anak-anaknya diapit bukit-bukit tadi.
Sehingga bukan saja sempit tapi juga deras dan berbatu. Curah
hujan yang tinggi di daerah berbukit begini biasanya menimbulkan
tanah longsor. Tumpukan tanah longsor bercampur batu-batuan
menyebabkan terbentuknya semacam bendungan di beberapa tempat.
Rupanya karena hujan yang lebat dan kerap terjadi belakangan
ini, bendungan-bendungan itu bobol. Banjirpun datang.
Tak sulit dibayangkan betapa kencang arus air jika diingat
ketinggian sungai di hulu rata-rata 1.000 meter sedangkan di
hilir rata-rata kurang dari 400 meter. Serbuan air mula-mula
datang 3 Desember pagi. Tengah malamnya air telah mencapai Desa
Kuntu yang paling hilir. Dengan kedalaman 15-20 meter dan dengan
kecepatan 60-70 km per jam air telah meruntuhkan berbagai
tebing, merobohkan kayu-kayu besar dan menyapu bersih seluruh
bagian desa yang dilaluinya. Rumah, kedai, ladang dan sawah
hanyut dan tentu saja ternak. "Sebenarnya penduduk sudah tahu
banjir akan datang, tapi tak menduga akan sehebat itu" tutur
Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Riau, H. Nahar Effendy BA.
Hanya karena banjir itu menyerang di siang hari dan sebelumnya
disertai suara dentuman (karena bendungan-bendungan tadi pecah),
maka penduduk sempat mengungsikan diri. Dua orang hanyut.
Kampar Kanan
Hari berikutnya, Sungai Kampar Kanan mendapat giliran. Tiga
kecamatan di sepanjang sungai ini tenggelam. Di Kecamatan XIII
Koto ketinggian air mencapai 8 meter, sedang di Kecamatan
Bangkinang dan Kampar rata-rata 4 hingga 5 meter. Beberapa
bagian jalan yang menghubungkan Bangkinang dengan Pekanbaru
terputus.
Banjir belum akan berhenti. Lebih-lebih hujan di akhir tahun ini
belum mereda. Karena itu baik pejabat tingkat kabupaten maupun
Propinsi Riau belum berani memperkirakan berapa kerugian yang
diderita. Hanya seorang anggota DPRD Propinsi Riau, Thamrin
Nasution, awal bulan ini sudah menyebut angka Rp 2,25 milyar.
Angka ini mungkin ditemukannya karena melihat di beberapa
wilayah banjir justru sudah mulai menyerang Oktober dan
Nopember.
Bahkan desa-desa di Kecamatan Kuantan Tengah, Cerenti, Pasir
Penyu dan Rengat, Mei tahun ini lebih dulu diserang banjir.
serbuan air sejak Oktober Sampai Desember ini adalah untuk kedua
kalinya dalam tahun ini. Kejadian ini lalu disusul 10 Nopember
ketika Sungai Siak meluap dan merendam 3 kecamatan dalam
Kotamadya Pekanbaru. Kemudian 18 hingga 25 Nopember Sungai
Gangsal dan Sungai Reteh di Kabupaten Indragiri Hilir
menenggelamkan desa-desa di wilayah Kecamatan Reteh.
Tanggal 3 Desember Sungai Rokan Kiri menyerang Kecamatan Rokan
IV Koto, Kecamatan Tanduh (Ujung Batu) dan Kecamatan Kunto
Darussalam. Dua hari kemudian Sungai Batang Sosah anak Sungai
Rokan Kanan melayapi desa-desa dalam wilayah Kecamatan Tambusai.
Di awal Desember itu Menteri Dalam Negeri Amirmachmud melalui
telepon bertanya kepada Gubernur Riau, Subrantas, apakah sudah
perlu bantuan. Subrantas menjawab belum. Maksudnya tentu segala
kerugian dan akibat-akibatnya masih mampu diatasi Pemda Riau.
Apalagi bantuan sekedarnya dari masyarakat mulai tercatat. Tapi
dengan susulan banjir di Kabupaten Kampar itu, agaknya Subrantas
mulai menadahkan tangan mengharap bantuan dari Pemerintah Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini